Jaminan
Keamanan Bank Syariah
Agustianto ; Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Dosen
Pascasarjana PSTTI UI
|
REPUBLIKA,
26 November 2012
Perbankan syariah di Indonesia
mengalami pertumbuhan pesat. Menurut statistik Bank Indonesia (BI), perkembangan
aset perbankan syariah mencapai 40,2 persen selama 2007- 2011. Sementara,
pertumbuhan perbankan konvensional hanya 16,7 persen.
Pada 2011-2012, pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia naik menjadi 45 persen, tertinggi di dunia, yang
rata-rata 15-20 persen per tahun. Dalam perjalanannya, perbankan syariah
telah menunjukkan ketangguhanya sebagai pilar penyokong stabilitas sistem
keuangan nasional. Pada masa krisis moneter 1998, perbankan syariah bisa
bertahan dan survivetanpa bantuan likuidasi dari pemerintah-- karena bank
syariah menggunakan sistem bagi hasil.
Karena itulah, pemerintah langsung
mengeluarkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang
mengakomodasi sistem perbankan syariah secara yuridis. Sistem perbankan
syariah diyakini sebagai bagian penting dari upaya strategis penyehatan perbankan
nasional. Pada 2008, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Perbankan Syariah
tersendiri melalui UU No 21/2008 tentang Per bankan Syariah.
Per September 2012, jumlah aset
perbankan syariah tercatat Rp 168 triliun, dengan dana pihak ketiga Rp 127
triliun. Tingginya minat masyarakat terhadap kredit perbankan syariah
terlihat dari meningkatnya aset perbankan syariah rata-rata Rp 100 miliar
tiap bulannya jika dihitung dari Januari 2012. Namun, jumlah nasabah
perbankan syariah masih sedikit jika dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Hal ini disebabkan bank konvensional jauh lebih dulu berkembang
dibanding bank syariah yang relatif baru. Jumlah rekening di bank syariah
pada 2011 masih delapan juta, sedangkan di bank konvensional 110 juta.
Masih kecilnya jumlah nasabah perbankan
syariah tidak terlepas dari ketidaktahuan masyarakat terhadap produk
perbankan syariah. Padahal, potensi dana masyarakat masih besar mengingat
jumlah penduduk Muslim di Indonesia lebih dari 200 juta.
Dengan meningkatnya populasi kelas
menengah secara signifikan, potensi dana masya rakat yang akan masuk ke
perbankan syariah juga akan semakin meningkat. Untuk itulah, masyarakat perlu
diyakin kan bahwa simpanan/ tabungan masya rakat di bank syariah aman dan
dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ini sama amannya dengan menabung di
bank konvensional. Sejak 13 Oktober 2008, saldo yang dijamin maksimal Rp 2
miliar.
LPS di Indonesia juga memiliki penjaminan
yang lebih luas dibandingkan beberapa negara lain. Di Sudan, misal- nya,
memiliki lembaga semacam LPS, yakni Bank Deposit Security Fund (BDSF). Namun,
lembaga ini tidak menjamin simpanan dalam bentuk mata uang asing. Hal ini
cukup kontras dengan LPS yang tetap menjamin dana nasabah dalam bentuk mata
uang asing.
Salah satu tantangan LPS saat ini
adalah menyosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat umum agar
kepercayaan masyarakat menyimpan dana di perbankan syariah semakin tinggi.
Penjaminan simpanan merupakan keniscayaan finansial dan dari perspektif
syariah merupakan upaya yang mengandung kemaslahatan (maslahat), yakni
melindungi harta masyarakat dari moral hazardyang mungkin timbul pada masa
depan. Dengan adanya LPS, akan menciptakan rasa aman bagi para deposan untuk
menempatkan dananya di perbankan syariah.
Dengan semakin masifnya gerakan
pendidikan ekonomi syariah di perguruan tinggi, pada masa depan, keyakinan
masyarakat seperti di atas akan semakin meluas secara dahsyat. Ada 70-an kampus
yang sedang giat menggerakkan prog ram pendidikan Ekonomi Syariah.
Terkait dengan sistem penjaminan
syariah di Indonesia, LPS bisa mengikuti pola penjaminan yang dilakukan Malaysia.
Malaysia Deposit Insurance Corporation
(MDIC) melakukan pembedaan penjaminan pada bank syariah dan bank umum. Hal
ini sebetulnya dapat ditiru karena bank syariah memiliki risiko yang berbeda
dengan bank konvensional. Apalagi, perbankan syariah tidak menggunakan bunga.
Menciptakan LPS yang sesuai syariah sangatlah mudah, yaitu hanya memisahkan
dana ta`awun yang diperoleh LPS dari bank syariah dengan dana premi yang
diterima dari bank konvensional.
Indonesia tercatat memiliki persentase
jumlah rekening terendah se- ASEAN, setengah dari penduduknya belum memiliki
rekening bank. Hal ini tentu sangat disayangkan karena semakin banyak orang
yang menabung, pihak swasta dan pemerintah akan memiliki lebih banyak dana
yang bisa disalurkan tanpa perlu mengeluarkan obligasi atau utang luar
negeri.
Ke depan, LPS perlu lebih agresif
menyosialisasikan keberadaan dan fungsinya pada masyarakat. Agak sulit
mengharapkan bank bisa berpartisipasi aktif mengingat potensi konflik
kepentingan. Bank memiliki tujuan untuk mencari profit dan menjaring nasabah
sebanyak-banyaknya. Perang suku bunga tidak bisa dihindarkan dan beberapa
bank mungkin memberikan bunga lebih tinggi dari penjaminan LPS.
LPS perlu lebih agresif
menggandeng media dan menyampaikan programnya dengan bahasa yang dimengerti
masyarakat awam sehingga produk perbankan serta penjaminan tidak akan terlihat
sebagai sesuatu yang "ribet" di mata masyarakat awam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar