Dagelan
Politik Pemerasan
Hifdzil Alim ; Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas
Hukum UGM
|
SUARA
MERDEKA, 29 November 2012
PERKEMBANGAN laporan Menteri BUMN Dahlan
Iskan mengenai beberapa anggota DPR yang memeras beberapa BUMN memasuki babak
konfrontasi. Badan Kehormatan DPR akan melakukan konfrontasi karena
pemeriksaan terhadap sejumlah pihak memperoleh hasil yang berbeda (SM,
27/11/12).
Perbedaan hasil pemeriksaan itu misalnya,
didapat dari pemeriksaan dugaan kasus di PT Merpati Nusantara Airlines
(Merpati). Mantan Dirut Merpati Jhoni Tjitrokusumo mengatakan tidak ada
pemerasan. Sebelumnya, Dirut sekarang Rudy Setyopurnomo mengemukakan kepada
Menteri BUMN bahwa ada pemerasan. Tudingan ini dibantah oleh Jhoni, bahkan
dia telah melaporkan Rudy ke kepolisian karena diduga memfitnah.
Muhammad Hatta, anggota Komisi XI DPR,
menengarai tuduhan adanya anggota parlemen yang memeras BUMN yang dilontarkan
Dahlan Iskan karena mantan Dirut PLN itu terpojok saat ditanya
pertanggungjawaban inefisiensi Rp 37,6 triliun. Perusahaan itu diduga
merugikan keuangan negara kala dipimpin oleh Dahlan.
Sepertinya, keadaan berkait keberadaan
tukang peras akan bertambah panas. Para politikus saling serang. Kabar tukang
peras masih menghasilkan cahaya suram. Lalu, siapa yang benar? Siapa yang
memfitnah? Atau siapa yang keliru sekaligus menyerang kehormatan seseorang?
Tuduhan pemerasan terhadap seseorang,
diakui atau tidak, sedikit atau banyak, merontokkan kehormatan seseorang.
Apalagi tuduhan itu disampaikan oleh menteri kepada anggota DPR. Nilainya tak
seperti tuduhan rakyat miskin terhadap tetangganya, yang juga miskin. Tuduhan
pejabat negara kepada pejabat negara yang lain, harus disertai cukup bukti
sebab hal ini akan menjadi pembelajaran bagi rakyat kebanyakan.
Bayangkan, kalau menteri berani buka-bukaan
nama ataupun inisial serta partai yang disangka sebagai tukang peras, niscaya
sikap buka-bukaan itu akan diikuti oleh rakyat. Masyarakat tidak lagi takut
bersuara. Publik akan berani melaporkan pejabat korup.
Saling
Sandera
Tetapi tatkala tuduhan itu tidak
menyertakan cukup bukti alias sekadar omong kosong, nilainya tak lebih dari
dagelan politik. Sekarang lapor, besok lupa. Besok lapor, lusa lupa.
Tampaknya, aroma Pemilu 2014 mulai tercium
oleh para politikus nasional. Segala persiapan dilakukan. Strategi disusun.
Dalam dunia politik, kebutuhan untuk meminimalisasi rival dalam percaturan
mendapatkan kursi kekuasaan adalah sepertinya menjadi perihal yang niscaya.
Menyebar isu dugaan korupsi diyakini akan
mudah menggeser lawan politik. Selain itu, langkah ini juga secara tidak
langsung akan menaikkan citra si penyebar isu di mata pemilih. Bukankah yang
diharapkan oleh politikus sebelum pemilihan, salah satunya adalah citra dan
nama baik?
Dugaan balik yang disampaikan oleh anggota
Komisi XI DPR Muhammad Hatta terhadap Dahlan Iskan mengenai inefisiensi
anggaran PLN Rp 37,6 triliun juga harus dibaca dengan seksama. Jika benar
karena kasus ini, kemudian Dahlan Iskan menebar isu pemerasan oleh anggota
DPR, jangan-jangan memang sedang berjalan kondisi “saling sandera” kasus di
antara para politikus. Kalau sungguh ini yang terjadi maka pemeriksaan
terhadap dugaan tukang peras bakal lebih menjadi dagelan politik saja.
Supaya tidak dibaca sebagai dagelan
politik, tuduhan adanya tukang peras anggaran harus segera dibuktikan. Perlu
ada sinergi dan kerja sama antara DPR, pemerintah, dan penegak hukum dalam
membongkar keberadaan tukang peras. Selain juga tidak boleh menafikan dugaan
inefisiensi anggaran di PLN. Dua-duanya harus diperiksa oleh penegak hukum.
Dalam kaitannya ada rencana pelaporan balik
pencemaran nama baik atau fitnah oleh beberapa orang terkait dugaan
pemerasan, para pelapor dugaan pemerasan tidak perlu kecil hati. Berdasarkan
Surat Bareskrim Mabes Polri Nomor B/345/III/ 2005/Bareskrim bertanggal 7
Maret 2005, tiap ada laporan dugaan korupsi yang kemudian dibalas dengan
laporan pencemaran nama baik maka yang diprioritaskan penanganannya adalah
laporan dugaan korupsi.
Bahkan Surat Bareskrim menyatakan,
penanganan kasus pencemaran nama baik dimanfaatkan untuk mendapatkan dokumen/keterangan
yang diperlukan dalam proses pembuktian kasus korupsi sebagai masalah
pokoknya. Artinya, tiap orang sekarang tidak perlu takut menyampaikan laporan
korupsi, dengan syarat disertai bukti permulaan yang cukup agar tidak ditarik
ke panggung dagelan politik semata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar