Menjawab
Tantangan Abad Kedua
Ahmad Fuad Fanani ; Direktur
Riset MAARIF Institute for Culture and Humanity, Jakarta, dan Master dari
Universitas Flinders, Adelaide, Australia
|
JAWA
POS, 29 November 2012
HARI ini 29 November
hingga 2 Desember 2012 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyelenggarakan
The International Research Conference
on Muhammadiyah (IRCM) dengan tema Discourse on the Search for a
Renewed Identity of Muhammadiyah for its Post-Centennial Era. Berbagai
tema, mulai soal sejarah, filantropi, pendidikan, pembaruan, politik, gender,
radikalisme, hingga Muhammadiyah studies dibahas di konferensi ini.
Yang menarik, konferensi ini bakal dihadiri sekitar 59 pakar ternama dari
dalam dan luar negeri.
Menurut situs panitia, para pakar yang sudah mengirim naskah dan siap mempresentasikan papernya, antara lain, James Peacock (University of North Carolina, AS), Steven Drakeley (University of Western Sydney), GwenaĆ«l Feillard (Centre Asie du Sud-Est, Prancis), M.C. Ricklefs (Australian National University), Jonathan Benthall (University College London), Hattori Mina (Nagoya University, Jepang), Claire-Marie Hefner (Emory University, AS), Alpha Amirrachman (KITLV Leiden, Belanda), Robert W. Hefner (Boston University), Mark R. Woodward (Arizona State University, AS), Hyung-Jun Kim (Kangwon National University, Korsel), Herman L. Beck (Tilburg University), Eunsook Jung (Fairfield University), dan Ken Miichi (Iwate Prefectural University). Beberapa nama peneliti Indonesia, terutama anak muda Muhammadiyah, juga tercantum dalam jadwal acara. Acara akan dibuka Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin. Syafi'i Ma'arif dan Ketua Steering Committee Nakamura Mitsuo akan menyampaikan keynote speech. Konferensi ini merupakan konferensi pertama di Indonesia yang secara komprehensif membahas hampir semua bidang Muhammadiyah. Jika selama ini pandangan tentang Muhammadiyah lebih banyak didiskusikan berdasar atas pengalaman praksis, kali ini pembahasannya menggunakan dasar riset yang komprehensif dan empiris. Dengan begitu, keduanya bisa saling melengkapi demi untuk memajukan Muhammadiyah yang kini memasuki abad kedua. Evaluasi Gerakan Sejak sebelum Indonesia merdeka hingga hari ini, Muhammadiyah telah banyak berkontribusi kepada bangsa, mulai melalui bidang pendidikan, kesehatan, filantropi, hingga persemaian gagasan moderasi keagamaan. Muhammadiyah bersama NU juga menjadi tulang punggung demokratisasi di Indonesia. Menurut Robert W. Hefner (2002), Muhammadiyah dan NU mendukung penuh proses demokrasi dan para pemimpin serta anggotanya terlibat aktif mengusung dan mewujudkan agenda-agenda demokrasi. Sebagai organisasi keislaman yang memiliki amal usaha terbesar di dunia, Muhammadiyah sejak awal mendorong para anggotanya berperan aktif dalam lapangan persyarikatan, keumatan, dan kebangsaan (Ahmad Syafi'i Ma'arif, 2012). Dengan fokus pada bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sosial -menurut Azyumardi Azra- menjadikan gerakan Muhammadiyah bisa terus bertahan dan berdiri di garda depan gerakan-gerakan Islam lainnya. Bila dibandingkan dengan Ikhwanul Muslimin (IM) misalnya, Muhammadiyah tampak lebih maju. Meskipun lahan garap IM hampir sama dengan Muhammadiyah, karena organisasi ini lebih berfokus kepada politik praktis, ia menjadi jauh tertinggal oleh Muhammadiyah. Maka, Muhammadiyah way yang mendasarkan diri para pembaruan keagamaan yang ditransformasikan dalam bidang pendidikan dan sosial hendaknya terus dipegang teguh pada abad kedua khidmatnya. Melalui prinsip politik amar ma'ruf nahi munkar untuk kebaikan umat dan bangsa, Muhammadiyah diharapkan bisa memosisikan diri secara elegan di depan negara. Negara pun hendaknya juga melihat Muhammadiyah secara objektif tanpa dibarengi prasangka politik yang berlebihan. Kurang Peduli Duafa Selama ini Muhammadiyah tampak kurang perhatian terhadap orang miskin dan kaum mustadz'afin (orang-orang tertindas dan terpinggirkan). Padahal, ketika KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini, kedua kelompok masyarakat itulah yang menjadi perhatian penuh dan dijadikan perhatian utama dakwahnya. Dengan menyitir surat al-Maun, beliau memandang bahwa kita termasuk orang yang mendustakan agama bila tidak peduli kepada anak yatim, orang miskin, dan orang-orang yang terpinggirkan. Hal itu juga yang menginspirasi Dahlan untuk mendirikan sekolah, PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem), panti asuhan, dan lembaga sosial lainnya. Seiring dengan perjalanan panjangnya, Muhammadiyah rupanya lupa dan kurang peduli lagi terhadap nasib orang-orang papa itu. Menurut almarhum Kang Moeslim Abdurrahman, Muhammadiyah sering terjebak menjadi organisasi yang terseret kepada arus rutinitas dan melakukan kegiatan-kegiatan karikatif yang bersifat caring society saja. Itulah yang menjadikan Muhammadiyah terlihat sangat sibuk mengejar aspek kuantitas (aktsaru 'amalan) dan kadang melupakan aspek kualitas (ahsanu 'amalan). Berkaitan dengan itu, ke depan Muhammadiyah mestinya belajar dari prinsip-prinsip dan ide gerakan-gerakan sosial baru (the new social movements) yang saat ini banyak berjejaring dan giat melakukan advokasi kemanusiaan. Secara umum, gerakan sosial baru itu mendasarkan kepada prinsip yang melampaui ras, suku, golongan, agama, warna kulit, dan negara. Tujuannya ialah melakukan perubahan di dunia dan menciptakan dunia baru yang berdasar atas prinsip keadilan sosial dan kemanusiaan. Sebagai sebuah organisasi keagamaan yang sudah berpengalaman seabad, Muhammadiyah seyogianya mengadopsi the new social movements yang inovatif dan segar. Dengan begitu, Muhammadiyah akan bisa berkompetisi dan memberikan warna pada percaturan lokal dan global yang semakin keras dan mengabaikan orang-orang miskin dan mustadz'afin tersebut. Pada titik itulah, teologi al-Maun perlu segera direvitalisasi untuk kemudian dicarikan modus gerakan dan operasionalnya di tingkat praktis. Dengan model teologi yang tidak hanya berkutat kepada pembaruan teks keagamaan, tapi juga mendorong perubahan sosial lewat analisis sosial dan struktural yang dilanjutkan dengan praksis sosial itu, Muhammadiyah diharapkan bisa lebih meningkatkan komitmennya untuk perbaikan nasib umat dan rakyat. Ke depan, kiprah dan pemikiran Muhammadiyah untuk kaum mustadz'afin , termasuk untuk menghadang kemungkaran sosial yang berwujud pada kapitalisme dan neoliberalisme kita nanti bersama. Semoga wajah kaum papa juga terbayang saat konferensi para cendekia di Malang ini. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar