Merindukan
Sosok Negarawan
Nur Sholikhin ; Peneliti di Garawiksa Institute, Yogyakarta
|
SUARA
KARYA, 29 November 2012
Berbagai persoalan
yang terjadi di Indonesia ini bagaikan kapas yang beterbangan di udara yang
tidak tahu arahnya ke mana. Bagaimana tidak? Pemerintah sepertinya tidak
mampu mengatasi kasus-kasus yang melanda bangsa ini. Berbagai kasus yang ada
itu tidak terselesaikan bahkan terabaikan. Belum selesai satu masalah
kemudian muncul persoalan baru. Ironisnya, sumber permasalahannya itu juga
datang dari para politisi yang sudah mempunyai kekuasaan. Mereka seharusnya
mereka duduk sebagai aparatur negara menjalankan tugasnya untuk
menyejahterakan rakyat namun seringkali mereka malah merugikan negara atau
masyarakat.
Di tengah berbagai masalah
kenegaraan yang meliputi bangsa Indonesia, banyak statement publik yang
menyatakan bahwa negara ini tidak memiliki sosok ne-garawan. Bahkan, ada yang
menyatakan bahwa para tokoh politik, pemerintah, atau wakil rakyat, sekarang
ini tidak menunjukkan kualitas negarawan. Bagaimana tidak, sosok negarawan
ada-lah mereka yang melawan penindasan dan memiliki semangat juang, bahkan
pidatonya berkobar untuk membangun masyarakat yang seutuhnya. Bukan mereka
yang menindas.
Banyak para politisi
yang muncul di negara ini, akan tetapi mereka kebanyakan mementingkan
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Bahkan mereka sendiri yang menindas
rakyat yang seharusnya dibelanya. Proyek-proyek dan anggaran negara yang
seharusnya digunakan untuk kepentingan umum dan untuk menyejahterakan
masyarakat misalnya, sekarang ini telah digerogoti para aparatur negara yang
tidak bertanggung jawab. Mulai dari proyek Wisma atlet, Hambalang, bahkan
sekarang anggaran pengadaan Al-Qur'an pun di gerogoti oleh para aparatur
negara.
Publik jelas
membutuhkan hadirnya negarawan yang mampu membawa perubahan bagi negara untuk
mengatasi ketertinggalan dari negara lain. Bukan se-kedar politisi yang
dibutuhkan. Mungkin kepercayaan masyarakat sekarang ini semakin berkurang
terhadap para pemerintah, karena hanya janji-janji saja yang dilontarkan
kepada publik. Mereka terjun ke masya-rakat hanya ketika menjelang pemilihan.
Sangat memprihatinkan
jika seorang pemimpin negara atau wakilnya dan para menteri jika tidak
mempunyai karakter sebagai nega-rawan. Mau dibawa ke mana negara ini?
Sekarang ini, seorang menteri belum tentu dia mempunyai karakter negarawan.
Masyarakat
menginginkan mempunyai seorang pemipin dan para anggotanya memiliki karakter
negarawan. Karena de-ngan karakter negarawan, negara ini jelas akan berjalan
sesuai konstitusi menuju masyarakat yang sejahtera. Karena objek utama
kemajuan suatu negara dapat dilihat seberapa sejahtera masyarakatnya.
Sungguh menyedihkan,
sudah begitu lama bangsa ini mengalami kemerdekaan, tetapi mencari sesosok
negarawan masih sulit. Bagaimana tidak, sosok yang didambakan seperti tokoh
Soekarno dan Mohammad Hatta alias Bung Hatta, yang memiliki integritas dan
ka-pasitas yang tinggi untuk memajukan sebuah negara sampai sekarang ini
belum ditemukan. Selain mempunyai integritas dan kapasitas yang tinggi
seorang negarawan setidaknya memiliki obsesi yang besar, bagaimana mengelola
negara dengan penuh kewibawaan dan kebijaksanaan. Mereka juga mempunyai visi
dan misi yang jauh ke depan, bukan mementingkan dirinya sendiri, selain itu
tentu harus bersifat jujur dan berintegrasi.
Negarawan bukan hanya
menyelesaikan masalah sendiri, akan tetapi seorang negarawan itu mengajak
para aparatur negara dan masya-rakat untuk mengatasi ma-salah bersama-sama.
Karena tanpa apresiasi dari pihak lain, mungkin sebuah negara itu tidak akan
bisa berkembang.
Kalau melihat realita
di Indonesia, kasus-kasus yang menjerat para elite pejabat negara yang muncul
belakangan ini, hanya untuk membuktikan bahwa bangsa Indonesia ini krisis
akan karakter negarawan yang sebenarnya. Seharusnya para aparatur negara
menjadi sumber rekrutmen munculnya para negarawan, namun kebanyakan mereka
sekarang malah lebih senang memburu kekuasaan dan material demi kepentingan
diri dan kelompok masing-masing.
Kasus korupsi misalnya,
apa layak dikatakan seorang negarawan, jika seorang yang diberi amanat untuk
menyejahterakan dan menampung aspirasi masyarakat, kini mereka malah menjadi
beban masyarakat. Apalagi dengan tingkah lakunya ini dapat mencoreng nama
baik sebuah negara.
Sebenarnya Indonesia
dulunya adalah negara yang besar dan kaya akan sumber daya alamnya. Dengan
banyaknya pulau-pulau yang ada di negara ini, menandakan betapa kayanya
negara ini. Bahkan Indonesia termasuk negeri yang kaya akan bahan bakar
minyak. Akan tetapi, kenapa bangsa Indonesia belum bisa dikatakan negara
maju.
Jenderal (Purn)
Ryamizad Ryacudu dalam seminar bertajuk "Merindukan Negarawan" di
Jakarta be-berapa waktu lalu mengatakan, Indonesia dulunya sebagai macan
Asia, tapi kini mulai dilanda krisis kepemimpinan yang berkarakter negarawan.
Stok negarawan menipis karena kebebasan semu. Krisis tersebut menyebabkan
kritis kepemimpinan. Yang mengakibatkan krisis kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah.
Hal tersebut sudah
jelas terjadi kepada bangsa ini, karena pemimpin sekarang ini kurang tegas
dan bijaksana ketika ada kasus yang melanda bangsa ini. Misalnya, ketika ada
warga negara Indonesia atau tenaga kerja Indonewia (TKI) yang dibunuh di
negeri orang. Para pemimpin tidak bersikap tegas dan keras. Apalagi ketika
para aparatur negara yang diberi wewenang pemerintah untuk menyejahterakan
rakyat, kini melakukan pelanggaran yang dapat merugikan masyarakat dan
negara, karena telah mengambil hak-hak rakyat dan negara.
Mendekati pemilu 2014
ini adalah momen yang tepat masyarakat untuk menilai seseorang sebagai
sesosok negarawan atau sekedar politisi biasa. Diharapkan masyarakat tidak
memilih pemimpin bukan sekedar dari popularitasnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar