Amunisi Baru
dari Istana
Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
|
SINDO,
28 November 2012
Amunisi baru
telah dilontarkan orang dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kali
ini keluar dari Sekretaris Kabinet Dipo Alam dalam jumpa pers Senin (12/11), staf
khusus menteri sering berperan sebagai calo atau mafia proyek di kementerian
terkait.
Tak pelak itu menimbulkan kehebohan di ruang publik, terutama kementerian yang dituding dan kalangan DPR yang disebut-sebut melakukan kongkalikong dalam menetapkan anggaran dalam APBN. Sebelumnya, amunisi juga dilontarkan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang menyebut ada oknum anggota DPR yang memeras BUMN. Dahlan kemudian menyampaikan nama-nama oknum anggota DPR kepada Badan Kehormatan DPR, tetapi belum berani melaporkannya kepada KPK atau kepolisian untuk diusut.Sedangkan Dipo sudah melapor kepada KPK pada Rabu (14/11). Peristiwa lain yang juga sempat menggegerkan Istana adalah soal pemberian grasi kepada Meirika Franola (Ola), terpidana mati kasus narkoba menjadi penjara seumur hidup. Pemberian grasi kepada terpidana narkoba juga menjadi kontroversi lantaran alasannya tidak rasional. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD bahkan menduga kalangan Istana sudah dipengaruhi mafia narkoba. Soal alasan pemberian grasi juga diungkapkan oleh Presiden bahwa informasi yang masuk, Ola bukan pengedar, melainkan hanya kurir. Padahal, putusan Mahkamah Agung menyebutnya pengedar. Bumerang Sudah jadi tradisi di negeri ini, mendekati pesta pemilu legislatif dan presiden, pertarungan elite akan semakin sengit sekadar uji coba. Kali ini ditandai oleh pernyataan liar yang menimbulkan kegaduhan politik berbalut saling tuding dan saling lapor kasus korupsi. Misalnya yang dilakukan Dipo bahwa ada staf khusus sejumlah kementerian berperan sebagai mafia proyek. Menurut Dipo, data dan informasi diperoleh dari laporan seorang staf kementerian strategis kepada Presiden mengenai peran kader partai politik (parpol) yang disusupkan sebagai pejabat struktural atau staf khusus menteri. Ini tidak bisa dipandang sekadar konsekuensi dari negara demokrasi yang menghargai beda pendapat. Setidaknya perlu dikaji dari sisi akuntabilitasnya, apakah berguna dalam iklim demokrasi atau malah sebaliknya, memberi efek buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika pun Dipo membawa bukti kepada KPK,amunisi baru ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan Presiden SBY.Dapat disebut bahwa Dipo membuka aib pemerintah di bawah kendali Presiden SBY yang tidak mampu membenahi kementerian menjadi good and clean governance. Ada juga yang menuding Dipo ingin menggeser persoalan dari mafia narkoba ke mafia anggaran. Boleh jadi anggapan itu tidak benar-benar keliru lantaran Dipo berkoar saat perhatian publik tertuju pada pemberian grasi terpidana narkoba. Sebelumnya Dipo juga pernah menuding kepala daerah asal partai politik yang paling banyak terlibat korupsi. Bisa dipastikan, hal ini pun mengindikasi kegagalan pemerintahan SBY mengawasi pejabat di bawahnya. Rupanya menjelang pesta demokrasi 2014, pemerintah mulai tidak fokus oleh berbagai isu sebab belum tuntas satu persoalan dimunculkan lagi kasus baru yang ujung-ujungnya tidak terselesaikan. Di lain pihak, ada elite parpol yang menuding Dipo menggunakan cara-cara yang tidak beretika, sama artinya mengkhianati Pancasila yang mengedepankan etika bernegara (SINDO,13/11). Tetapi, tudingan ini perlu dikritisi lantaran mirip dengan gaya Soeharto yang mempersonifikasi dirinya dengan Pancasila. Angka dalam Politik Ada tiga kementerian yang dilaporkan Dipo ke KPK. Kader partai yang menjadi staf khusus di kementerian tertentu merekayasa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk memenangkan rekanan yang diunggulkan partai. Imbalannya, tentu saja rekanan yang dimenangkan menyetor uang yang besarnya sampai puluhan miliar. Amunisi yang dilontarkan Dipo tentu saja membuat gelisah sejumlah elite parpol yang kadernya menjadi menteri. Kementerian lebih sering dijadikan anjungan tunai mandiri (ATM) oleh parpol yang menempatkan kadernya di kementerian sudah bukan rahasia. Bukan hanya BUMN,APBN dan APBD juga tak luput dari incaran politisi. Apalagi mendekati Pemilu 2014, para kader parpol yang bertebaran di sejumlah kementerian, BUMN, dan tempat basah lainnya ramai-ramai mencari dana untuk kepentingan pemilu. Untuk memuluskan proses rekayasa dan pemungutan kepada rekanan, para oknum kader partai bekerja sama dengan pejabat struktural dengan iming-iming untuk mendapat posisi jabatan strategis yang lebih tinggi. Dipo juga melaporkan ke KPK, ada dugaan peran ketua fraksi tertentu yang sengaja menciptakan program dan kegiatan dengan menggelembungkan anggaran. Dapat dikatakan, sejak awal sudah didesain perencanaan APBN atas kerja sama pejabat struktural kementerian dengan oknum DPR yang menentukan anggaran. Bukan hanya itu, pada saat lelang pengadaan barang dan jasa, panitia lelang yang merupakan susupan kader partai atau pejabat yang sudah dikendalikan, lagi-lagi merekayasa pelaksanaan lelang. Pola ini pun sudah sering terungkap dalam sidang pengadilan tindak pidana korupsi sebagai salah satu modus korupsi. Rupanya benar sinyalemen seorang pakar hukum administrasi dari Prancis bahwa APBN merupakan “angka-angka dalam politik”. Semuanya ditentukan angkanya oleh anggota parlemen dengan berlindung di balik fungsi anggaran. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar