Kamis, 08 November 2012

Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah


Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
Perry Warjiyo ;  Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi
dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
MEDIA INDONESIA, 06 November 2012



BANK Indonesia (BI) terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Kebijakan itu merupakan bagian dari pengelolaan stabilitas makroekonomi di tengah masih berlanjutnya dampak krisis perekonomian global. Itu penting agar momentum dan ketahanan perekonomian nasional tetap terjaga.

Pertimbangan makroekonomi

Krisis perekonomian global berdampak pada perekonomian Indonesia melalui jalur perdagangan dan jalur keuangan. Dari jalur perdagangan, masih rentannya pemulihan ekonomi AS dan resesi ekonomi di Eropa telah berdampak pada perlambatan ekonomi negara mitra dagang dan ekspor Indonesia. Dari jalur keuangan, pelonggaran moneter di berbagai negara di tengah ketidakpastian resolusi krisis Eropa me nimbulkan sentimen positif di pasar keuangan global, termasuk arus modal asing ke Indonesia. Kebijakan stabilisasi nilai tukar diperlukan untuk meminimalkan dampak kedua risiko global itu.

Sejauh ini kinerja perekonomian Indonesia masih cukup baik meskipun tidak sebagus perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2012 diperkirakan lebih rendah, yaitu 6,3%. Meskipun konsumsi dan investasi yang berorientasi permintaan domestik tetap tumbuh tinggi, penurunan ekspor telah berdampak pada penurunan produksi dan investasi yang berorientasi ekspor. Ke depan, pertumbuhan ekonomi akan ditopang tetap kuatnya permintaan domestik sementara kinerja ekspor masih akan dibayangi ketidakpastian perekonomian global. Pertumbuhan 2012 dan 2013 diperkirakan pada kisaran 6,1%-6,5% dan 6,3%-6,7%.

Dampak krisis global lebih terasa pada kinerja sisi eksternal ekonomi Indonesia. Defisit transaksi berjalan masih bert lanjut pada triwulan III 2012 l meskipun diperkirakan lebih rendah daripada triwulan II 2012 yang mencapai US$6,9 miliar (3,1% dari PDB). Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial diprakirakan akan lebih besar seiring dengan aliran masuk modal asing baik investasi portofolio maupun PMA. Secara keseluruhan neraca pembayaran diperkirakan akan kembali mencatat surplus pada triwulan III 2012 setelah mengalami defisit US$2,8 miliar pada triwulan II 2012. Jumlah cadangan devisa pada akhir September 2012 juga meningkat menjadi US$110,2 miliar.

Respons Kebijakan Nilai Tukar

Perkembangan nilai tukar rupiah pada September 2012 bergerak sesuai dengan kondisi pasar dengan intensitas depresiasi yang menurun. Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,37% (mtm) ke level Rp9.570 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,64% (mtm) menjadi Rp9.554 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah terutama berasal dari masih tingginya permintaan valuta asing untuk keper luan impor. Intensitas tekanan terhadap rupiah menurun dengan lebih besarnya aliran masuk modal asing sejalan dengan sentimen positif perekonomian global dan prospek ekonomi domestik yang tetap kuat.

Perkembangan tersebut sejalan dengan kebijakan yang ditempuh BI untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya. Upaya untuk mengelola keseimbangan neraca pembayaran dengan tetap mendukung perekonomian domestik merupakan fokus kebijakan moneter saat ini. Selama triwulan III 2012, tekanan depresiasi rupiah merupakan cerminan dari besarnya defisit transaksi berjalan. Dengan depresiasi rupiah secara terukur, impor dapat dikendalikan sementara ekspor sedikit banyak bisa terbantu. Perkembangan rupiah dewasa ini telah mencerminkan keseimbangan di dalam perekonomian seiring dengan neraca pembayaran yang diperkirakan akan kembali mencatat surplus pada triwulan III 2012.

Penentuan nilai tukar fundamental bukanlah hal yang mudah karena tidak ada satu metode ataupun model penentuan yang sangat akurat.
Justru yang lebih penting ialah menjaga agar pergerakan rupiah itu tetap konsisten dengan perkiraan makroekonomi ke depan, khususnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta seberapa jauh mampu mendukung keseimbangan pada neraca pembayaran. Sejumlah simulasi perlu dilakukan untuk menentukan arah pergerak an rupiah mana yang paling optimal.

Dalam implementasinya, upaya stabilisasi rupiah tetap memperhatikan dinamika yang terjadi di pasar. Untuk itu, BI senantiasa memantau perkembangan pasokan dan permintaan valas di pasar. Sejauh mungkin, perkembangan rupiah sesuai dengan mekanisme pasar dengan mengacu ke arah pergerakan nilai tukar yang dinilai optimal bagi perkembangan makroekonomi tersebut. BI juga melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga agar fluktuasi rupiah tetap stabil dan tidak bergejolak.

Intervensi di pasar valas juga didukung dengan langkah BI untuk melakukan pembelian SBN di pasar sekunder. Tujuannya mendukung stabilisasi rupiah. Langkah itu terutama dilakukan pada waktu terjadi pembalikan modal oleh investor asing dari pasar SBN, seperti terjadi pada paruh kedua 2011. Dengan pembelian SBN dari pasar sekunder, kecukupan likuiditas di pasar uang rupiah domestik juga tetap terjaga. Langkah itu juga sejalan dengan upaya untuk meningkat kan SBN sebagai instrumen moneter oleh BI.

Pendalaman pasar valas juga terus ditingkatkan. Setelah menerbitkan term-deposit valas, BI merelaksasi ketentuan terkait tenor forward dengan nonresiden dari yang sebelumnya minimum tiga bulan menjadi minimum satu minggu. Itu dimaksudkan agar investor dapat melakukan hedging atas investasinya di Indonesia. BI juga akan menempuh langkah kebijakan lanjutan terkait dengan DHE, termasuk pengembangan bisnis trustee di perbankan.

Kebijakan nilai tukar tersebut perlu didukung kebijakan lain agar mampu menjaga keseimbangan eksternal dari stabilitas makroekonomi Indonesia. Dari sisi BI, kebijakan makroprudensial diterapkan untuk pengelolaan pertumbuhan kredit di sektor tertentu yang dinilai berlebihan, yaitu kartu kredit, otomotif, dan properti. Dari pemerintah, di samping kebijakan fiskal, diperlukan strategi dan kebijakan industri, investasi dan perdagangan untuk peningkatan produksi dalam negeri baik untuk mengurangi ketergantungan impor (import substitution) maupun untuk mendorong ekspor (export promotion). ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar