Selasa, 09 Oktober 2012

Perdamaian dan Pembangunan


Perdamaian dan Pembangunan
Helmy Faishal Zaini ;  Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal
SINDO, 09 Oktober 2012



Konflik adalah sesuatu yang inheren, yang melekat dalam setiap masyarakat, negara dan sistem politik. Tidak ada masyarakat, negara atau sistem politik yang steril dari konflik.

Apakah itu masyarakat yang masih tradisional atau yang sudah modern, semuanya tidak bisa lepas dari konflik.Semua jenis masyarakat niscaya akan ada konflik. Konflik juga merupakan suatu gejala yang serbahadir (omnipresent). Konflik akan selalu ada dan menimpa pada setiap masyarakat atau negara mana pun. Dengan gambaran seperti itu, sesungguhnya konflik, dengan demikian, suatu kondisi yang tidak bisa dihilangkan atau dihapus dari masyarakat, negara, dan/atau sistem politik.

Karena itu, yang dapat dilakukan adalah bagaimana memanajemen atau mengelola konflik itu jangan sampai merusak tatanan kehidupan sosial (disintegrasi sosial) dan mengancam serta memecah persatuan nasional (disintegrasi nasional). Inilah tantangan yang haru s dihadapi kita semua. Seperti diketahui, pascareformasi kecenderungan konflik begitu tinggi.Konflik terjadi, baik bersifat horizontal (antara masyarakat dan masyarakat) maupun bersifat vertikal (antara masyarakat dan pemerintah).

Konflik-konflik tersebut memengaruhi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Konflik juga memperpuruk kondisi infrastruktur dan ekonomi, mengganggu pelayanan publik, dan menghambat upaya percepatan pembangunan. Konflik-konflik yang terjadi juga memorak-porandakan kohesi sosial dan modal sosial. Konflik bahkan mengancam disintegrasi bangsa dan separatisme.

Kita juga menyadari bahwa proses konsolidasi maupun upaya pembangunan untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera, adil,makmur, serta kehidupan yang damai akan berjalan dan terwujud dengan baik manakala kondisi masyarakat selalu dirundung dalam suasana konflik terus menerus. Dalam konteks untuk menangani konflik,kini telah terbit UU No 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Dalam UU ini disebutkan bahwa penanganan konflik bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera; memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan; meningkatkan tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan; melindungi jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum; memberikan pelindungan dan pemenuhan hak korban; dan memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan prasarana umum.

Selanjutnya UU Penangan Konflik Sosial mengatur juga ruang lingkup penanganan konflik yaitu pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Pencegahan konflik dilakukan dengan memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik, dan membangun sistem peringatan dini.

Penghentian konflik dilakukan melalui penghentian kekerasan fisik,penetapan status keadaan konflik, tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban, dan/atau bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI. Sedangkan pemulihan pascakonflik dilaksanakan melalui rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

Pembangunan

Pada era reformasi ini terjadi secara mendasar perubahan format penyelenggaraan yang sebelumnya sentralistik ke bentuk pemerintahan yang bersifat desentralistik. Pengelolaan pemerintahan daerah dengan mekanisme desentralisasi memberikan kewenangan luas kepada pemerintah daerah untuk merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijakan pembangunan termasuk pelayanan publik, yang sesuai dengan karakteristik daerah dan kebutuhan masyarakat lokal.

Dengan kebijakan desentralisasi pemerintahan, masyarakat diharapkan bisa menikmati hasil pembangunan secara merata sehingga kesejahteraan mereka menjadi meningkat. Namun, perubahan format penyelenggaraan urusan pemerintahan ternyata juga berdampak pada meningkatnya eskalasi konflik lokal dan komunal di beberapa daerah seperti Maluku, Maluku Utara,Sulawesi Tengah,Aceh, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, dan sebagian Sumatera.

Khusus di daerah tertinggal, hasil identifikasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), dari 183 kabupaten daerah tertinggal, sekitar 143 kabupaten merupakan daerah rawan konflik. Banyak faktor yang menyebabkan daerahdaerah tersebut menjadi rawan konflik. Dari faktor potensi konflik komunal, persoalan ketimpangan ekonomi, perebutan sumber daya alam, sampai persoalan tanah, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut ditambah dengan kondisi Indonesia yang heterogen.

Di satu sisi, suatu anugerah bahwa Indonesia menjadi bangsa yang majemuk,multietnis,dan multikultural. Di sisi lain, kondisi masyarakat majemuk tersebut menyimpan sumber potensi konflik yang setiap saat bisa meledak. Di tambah lagi dengan warisan ketimpangan atau disparitas pembangunan dan relasi kehidupan sosial masyarakat secara horizontal, baik secara makro maupun mikro,yang juga dapat memicu konflik. Pemerintah menyadari akan kondisi seperti itu.

Karena itu, dalam upaya penanganan pascakonflik di daerah-daerah rawan konflik, pemerintah telah menetapkan salah satu prioritas pembangunan nasional (prioritas 10) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 yaitu Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pascakonflik. Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, seperti dipaparkan di atas, juga merupakan satu upaya pemerintah untuk melakukan penanganan konflik secara komprehensif dan simultan serta terkoordinasi, yang meliputi aspek pencegahan, penghentian, dan pemulihan pascakonflik oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.

Selain itu, dalam penanganan dan pencegahan konflik, upaya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Dalam konteks penanganan dan pencegahan konflik, pemerintah melakukan kebijakan integral melalui pembangunan sosial ekonomi. Pemerintah mendorong, penangan konflik, dan pencegahan dengan jalan menciptakan perdamaian melalui pembangunan.

Seperti dikatakan oleh Maurice Durverger dalam buku Political Sociology, dengan terciptanya kemakmuran akan mengurangi konflik. Pembangunan merupakan jalan bagi terwujudnya kemakmuran. Untuk itu, mari wujudkan perdamaian melalui pembangunan. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar