Sabtu, 14 Juli 2012

Visi Ekonomi Berbasis Kelautan


Visi Ekonomi Berbasis Kelautan
Firmanzah ; Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
KOMPAS, 14 Juli 2012

Pembangunan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia ke depan perlu melihat laut sebagai sektor strategis penyumbang produktivitas nasional.

Sumber daya maritim dan pembangunan berbasis kelautan perlu dioptimalkan dan menjadi basis pembangunan daya saing nasional. Oleh karena itu, Indonesia perlu membangun visi ekonomi yang berbasis kelautan dan menempatkan Indonesia kembali pada kejayaan bahari. Sumber daya perikanan, mineral, energi terbarukan, transportasi, pariwisata, dan keanekaragaman hayati sangat melimpah serta menunggu untuk menjadi sumber positioning daya saing Indonesia dalam persaingan global.

Untuk membangun sektor kelautan yang kuat perlu mekanisme koordinasi dan sinergi kelembagaan yang mampu memadukan berbagai aspek guna menghilangkan ego-sektoral. Melalui kebijakan pembangunan yang koordinatif dan integratif, optimalisasi sektor kelautan dapat diwujudkan. Guna mencapai tujuan ini, visi ekonomi berbasis kelautan perlu didukung harmonisasi program kerja untuk mengakselerasi terwujudnya Indonesia sebagai negara maritim yang kuat dan berdaya saing.

Visi Industri

Potensi kekayaan pesisir dan laut Indonesia terbuka untuk menjadi basis keunggulan bersaing. Sumbangan sektor kelautan sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan, dan China mencapai 48,4 persen bagi PDB nasionalnya. Bahkan, negara seperti Vietnam, sektor kelautannya mampu menyumbang 57,63 persen terhadap total PDB. Bahkan, sejumlah negara di Eropa memiliki kontribusi sektor kelautan hampir 60 persen dari PDB. Sektor kelautan di negara tersebut dapat optimal ketika sektor ini ditopang oleh desain dan struktur industri yang kuat, terintegrasi, dan efisien.

Sementara kontribusi sektor kelautan Indonesia 22 persen dan sektor perikanan hanya menyumbang 3,4 persen dari PDB nasional. Angka ini relatif kecil dibandingkan potensi yang berada di sepanjang garis pantai Indonesia. Untuk meningkatkan daya saing nasional ke depan, laut perlu ditempatkan sebagai basis pembangunan nasional. Kualitas dan ketersediaan pelabuhan, kawasan industri, dan moda transportasi laut menjamin keterhubungan dan konektivitas rantai nilai produksi nasional.

Menjadikan laut sebagai sumber keunggulan bersaing Indonesia perlu ditopang oleh visi industri di sektor kelautan. Integralitas visi industri kelautan Indonesia terkait dengan industri daratan sekaligus juga konektivitas dengan perdagangan internasional. Visi industri kelautan perlu diarahkan pada peningkatan produksi, penciptaan lapangan usaha dan tenaga kerja, peningkatan kualitas sumber daya manusia, permodalan, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna.

Wilayah laut Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sekitar 70 persen produksi minyak dan gas nasional berasal dari wilayah pesisir dan lautan (offshore). Integrasi sumber energi kepada unit dan fasilitas produksi industri dasar, menengah, dan hilir, baik di daerah pesisir maupun daratan, perlu menjadi platform industrialisasi. Selain itu, sejumlah penelitian juga menyebutkan, nilai ekonomis dari sumber daya laut Indonesia yang diperkirakan sekitar Rp 3.000 triliun per tahun. Untuk dapat mengapitalisasi sumber daya ini, diperlukan pemetaan aliran barang, modal, investasi, kualitas SDM, dan teknologi. Rantai nilai industri dari hulu-logistik-hilir-konsumen merupakan keniscayaan untuk membangun basis industri kelautan bernilai tambah dan berdaya saing.

Sebagai langkah awal dalam mewujudkan ekonomi berbasis kelautan, perlu beberapa pembenahan yang sifatnya strategis. Pembenahan strategis, yakni menempatkan sektor kelautan sebagai arus utama pembangunan. Laut dan berbagai turunannya harus dipandang sebagai sumber daya saing nasional yang sangat strategis. Kedua, harmonisasi kebijakan dan peraturan yang masih tumpang tindih perlu dilakukan segera. 

Ketiga, menjadikan laut sebagai sumber keunggulan bersaing membutuhkan dukungan dari semua pihak: pemerintah (pusat-daerah), legislatif (pusat-daerah), dunia usaha, perguruan tinggi, TNI, dan kepolisian, media, bahkan LSM.

Pembenahan berikutnya dapat dilakukan dengan memulai identifikasi dan valuasi sumber daya laut serta perikanan yang berpotensi memberikan manfaat, baik bersifat moneter maupun nonmoneter. Efek pengganda ekonomis dan non-ekonomis perlu segera dihitung untuk mengestimasi sumber-sumber pertumbuhan yang diharapkan pada masa depan. Upaya taktis lainnya, yakni mengelompokkan sumber daya laut pada kluster-kluster tertentu sesuai karakteristik lokal di suatu daerah.

Visi Kesejahteraan dan Lingkungan

Tujuan utama dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan kesejahteraan. Ukuran kesejahteraan dapat tecermin dalam peningkatan Nilai Tukar Nelayan (NTN), peningkatan sumbangan pajak negara, pertumbuhan jumlah usaha, dan penyerapan tenaga kerja. 

Sampai tahun 2011, terdapat 11,8 persen dari total tenaga kerja yang berprofesi sebagai nelayan (2,7 juta orang), budidaya ikan (3,4 juta orang), pengolahan dan pemasaran industri perikanan (6,2 juta orang). Jumlah ini akan bertambah banyak apabila ditambahkan dengan mereka yang bekerja di transportasi dan perhubungan laut, petani rumput laut, penambangan lepas pantai, pariwisata dan sektor industri lainnya.

Perbaikan kualitas hidup dan pengurangan angka kemiskinan di daerah pesisir menjadi acuan keberhasilan ekonomi berbasis kelautan. Selain itu, beragamnya produk turunan dan keterlibatan masyarakat lokal juga menjadi keniscayaan dalam stabilitas proses produksi. Pembangunan ekonomi dan industri hanya akan kuat apabila hal tersebut berkorelasi positif terhadap peningkatan pendapatan, daya beli, dan akses terhadap sejumlah kebutuhan dasar masyarakat.

KTT Rio+20, beberapa waktu lalu, merekomendasikan pembangunan berkelanjutan dengan mengedepankan keseimbangan antara upaya meningkatkan pertumbuhan global dan pembangunan berwawasan lingkungan. Konsensus global untuk mendorong ”ekonomi hijau” (green economy) membawa harapan akan terjaganya bumi yang semakin menua. 

Dalam forum ini, Indonesia tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan green economy, tetapi juga mengampanyekan blue economy yang menjadikan laut sebagai bagian integral untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals).

Optimalisasi sumber daya laut perlu mempertimbangkan kualitas dan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Letak Indonesia di wilayah tropis dengan tingkat perubahan suhu lingkungan yang relatif rendah memungkinkan perkembangan berbagai hayati laut sehingga Indonesia dipandang dunia sebagai daerah ”megabiodiversity”. 

Keseimbangan untuk menjaga kelestarian alam dan aktivitas produksi akan menentukan keberlanjutan proses produksi. Proses produksi yang cenderung eksploitatif dan menghasilkan eksternalitas negatif perlu dihindari dan fungsi pengawasan beserta kontrol menjadi sebuah keniscayaan. Aspek inilah yang dapat membuat sektor kelautan tidak hanya penting bagi ekonomi, tetapi juga bagi keseimbangan ekosistem nasional dan dunia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar