Kamis, 12 Juli 2012

Kiat Mempertahankan Investment Grade

Kiat Mempertahankan Investment Grade
Paul Sutaryono dan Widigdo Sukarman ; Pengamat Perbankan
SINDO, 12 Juli 2012


Setelah menanti sekian tahun, Indonesia boleh bersyukur memperoleh kenaikan peringkat utang dari BB+ menjadi BBB- dari Fitch Rating pada 15 Desember 2011, sehingga berpredikat layak investasi (investment grade). 

Predikat yang sama diberikan pula oleh Moody’s. Fitch Rating menilai Indonesia memiliki prospek pertumbuhan yang kuat. Indonesia juga berhasil menurunkan rasio utang publik, memperkuat likuiditas eksternal, dan memiliki kebijakan ekonomi makro yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Predikat layak investasi itu berarti Indonesia menjadi negara yang nyaman dan aman bagi investor.

Berkahnya, arus masuk dana asing makin deras ke pasar keuangan: pasar modal, portofolio investasi dan investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI). Indonesia pernah mengantongi predikat itu pada 1997. Tetapi, predikat itu terbang tatkala Indonesia terlindas krisis ekonomi pada 1998. Yang perlu kita sadari peringkat itu dapat turun kembali dengan berbagai sebab antara lain karena penurunan kinerja ekonomi.

Untuk itu, kita harus mempertahankan bahkan meningkatkan kinerja ekonomi. Pertama, menggalakkan proyek infrastruktur.Kemajuan ekonomi amat tergantung pada pembangunan infrastruktur itu untuk menggerakkan sektor riil demi mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari 6,3% per kuartal I/ 2012. Untuk itu, undang-undang pengadaan lahan harus segera terbentuk.

Demi kecepatan, pemerintah lebih memilih menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum pada Juni 2012. Kedua, meningkatkan manajemen utang. Sekalipun cadangan devisa masih tinggi USD111,53 miliar per akhir Mei 2012, pemerintah mencari utang siaga (stand by loan) USD5 miliar atau sekitar Rp46 triliun.

Indonesia boleh berbangga hati dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) 25% (jauh dari ambang batas 60%). Tapi, sejak 2009, utang pemerintah mencapai Rp611 triliun, surat berharga negara (SBN) Rp979 triliun naik sehingga utang menjadi Rp612 triliun dan SBN Rp1.064 triliun per 2010. Pada 2011, utang menjadi Rp616 triliun dan SBN Rp1.188 triliun dan terus mendaki sehingga utang menjadi Rp619 triliun dan SBN Rp1.284 triliun hingga April 2012.

Jadi meskipun rasio utang rendah, data mencatat bahwa sejak 2009 utang Indonesia terus mendaki. Oleh karenanya, pemerintah wajib mengusahakan penipisan jumlah utang terhadap PDB demi mitigasi risiko gagal bayar. Ketiga, meningkatkan kepastian hukum. Pemerintah pun wajib menggenjot kepastian hukum. Hal ini akan memberikan jaminan hukum dan kenyamanan investasi global dan kelestarian bisnis di Tanah Air.

Tekad pemerintah untuk memberantas korupsi jangan sampai hanya manis di bibir. Jangan lupa bahwa tinggi rendahnya tingkat pemberantasan korupsi akan memengaruhi tingkat risiko negara. Keempat, menjaga laju inflasi. Kini inflasi tahunan mencapai 4,53% per Juni 2012 menebal dari 4,45% per Mei 2012 dan 4,50% per April 2012. Dengan bahasa lebih lugas, angka inflasi 4,53% itu berarti telah melebihi target inflasi 4,50% plus minus 1% pada 2012. Maka, perlu lebih waspada!
Kelima, menjaga gerak liar nilai tukar rupiah. Pelambatan ekonomi global pun akan memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.Tengok saja, nilai tukar rupiah terkapar hingga menyentuh level Rp9.570 per USD1 per 30 Mei 2012 meskipun kini menguat kembali. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) menerbitkan term deposit valuta asing (valas) dengan tenor tujuh hari, 14 hari dan satu bulan yang bertujuan untuk memperbanyak persediaan valas di pasar dalam negeri.

Hal ini akan lebih menarik jika tenor lebih panjang misalnya hingga dua bulan dan dengan bunga lebih kompetitif. Berbekal aneka kiat itu, Indonesia diharapkan mampu mempertahankan predikat layak investasi untuk menghadapi badai finansial yang bisa datang setiap saat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar