Jumat, 20 Juli 2012

Awal Ramadhan yang Berbeda


Awal Ramadhan yang Berbeda
Aunillah Reza Pratama ; Analis Anggota Lapis II Falak, Yogyakarta
SUARA KARYA, 20 Juli 2012

Hal yang paling sering diperbincangkan dan diperdebatkan oleh masyarakat Islam di Indonesia adalah ketika menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah. Ramadhan adalah bulan yang saat umat Islam menjalankan ibadah puasa. Syawal adalah bulan setelah Ramadhan, pada bulan itulah umat Islam merayakan kemenangan dengan menunaikan shalat Idul Fitri. Sementara bulan Zulhijjah adalah bulan jatuhnya Hari Raya Idul Adha, ditandai dengan dilaksanakannya penyembelihan hewan kurban.

Tentu saja, perbedaan itu berpengaruh langsung pada kehidupan sosial umat Islam. Meskipun masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat heterogen dan multikultural tetapi menjadi aneh ketika masyarakat Islam tidak bisa menyatukan perbedaan "hanya" mengenai penentuan awal bulan tertentu. Lalu, bagaimana dengan bulan-bulan lain selama setahun? Tentu bisa berbeda-beda pula.

Dengan kenyataan itu, umat Islam Indonesia mengenal banyak awal bulan. Seperti awal bulan Ramadhan tidak jarang jatuh dalam dua hari yang berbeda atau bahkan lebih. Hal itu berpengaruh pada umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa, dan terjadi perbedaan jumlah hari pada bulan Ramadhan. Terkadang bulan Ramadhan hanya 29 hari dan terkadang berumur 30 hari.

Efek domino dari perbedaan penentuan bulan Ramadhan pun berpengaruh pada penentuan bulan berikutnya, yaitu Syawal, bulan saat umat Islam merayakan kemenangan setelah berpuasa selama sebulan penuh. Pada tahun 1432 H tanggal 1 Syawal terjadi dalam empat hari yang berbeda, yakni Senin sampai Kamis. Dengan demikian, Hari Raya Idul Fitri pun terjadi selama empat kali dengan kelompok-kelompok yang berpandangan berbeda. Sementara pada tahun 1429 H terdapat lima Hari Raya Idul Fitri atau lima versi tanggal 1 Syawal, dimulai dari Jumat sampai Selasa.

Begitu pula dengan penentuan bulan Zulhijjah yang pada bulan tersebut umat Islam melaksanakan hari besar Idul Adha dan menyembelih hewan kurban. Kerap pula terjadi perbedaan dalam penentuan awal Zulhijjah tersebut sehingga pelaksanaan hari raya pun beragam. Dengan demikian, Hari Taya Idul Adha yang hanya jatuh pada 10 Zulhijjah pada realitasnya terdapat beragam versi tanggal 10 Zulhijjah.

Pada tahun 2012 M atau 1433 H pun disinyalir ada perbedaan hitungan terkait jatuhnya awal bulan Ramadhan. Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengumumkan bahwa 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Jumat, 20 Juli 2012 Masehi. Sementara itu, sidang itsbat yang diselenggarakan pemerintah merupakan keputusan yang penting. Namun demikian, menurut para pakar falak, pada tahun ini akan mengalami potensi besar terjadinya perbedaan hitungan awal Ramadhan. Ada yang memprediksi bahwa awal bulan Ramadhan jatuh pada Sabtu, 21 Juli 2012. Tidak hanya itu, para pakar juga mengatakan bahwa hingga 2014, awal Ramadhan akan mengalami perbedaan.

Perbedaan tersebut wajar terjadi karena metoda-metoda penghitungan falak pun beragam. Metode hisab yang digunakan tidak hanya satu landasan, melainkan sesuai dengan interpretasi dalil yang digunakan oleh para pakar falak. Sementara metoda rukyat pun diperkirakan akan mengalami perbedaan pula karena ketidaksepahaman akan tinggi derajat hilal. Dengan demikian, menggunakan satu metoda, baik hisab maupun rukyat, tentunya telah menghasilkan catatan dan keputusan awal bulan yang berbeda.

Toleransi

M Rifa JN (2012) memaparkan bahwa setidaknya ada empat faktor penyebab terjadinya perbedaan yaitu, adanya dikotomi metoda hisab dan rukyat, perbedaan kriteria penetapan, bermacam-macamnya acuan hisab, dan adanya kecenderungan egosentris berbagai pihak. Keempat hal itu menjadi sebuah catatan bahwa masing-masing pihak yang berbeda tersebut tidak akan bisa menyamakan perhitungan karena interpretasi yang diambil pun berbeda. Penafsiran ayat demi ayat dan hadits demi hadits tentang falakiyah tidak sama, sehingga perbedaan tidak bisa dihindari.

Itu dipertegas bahwa apa yang telah ditetapkan pemerintah tidak diamini oleh berbagai pihak. Ketetapan pemerintah terkait awal Ramadhan dan bulan-bulan Hijriah adalah tinggi hilal tidak kurang dari 2 derajat, jarak sudut hilal ke matahari tidak kurang dari 3 derajat, dan umur hilal tidak kurang dari 8 jam setelah ijtima` terjadi.

Ketiga hal yang ditetapkan pemerintah tersebut belum sepenuhnya 'diiyakan' oleh ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam tertentu. Hal ini menjadi perbedaan tersendiri bagi masing-masing pihak. Ada yang mengatakan bahwa tinggi 1.5 derajat pun sudah dinyatakan masuk awal bulan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kurang dari 1.5 derajat juga sudah dinyatakan masuk awal bulan, padahal pemerintah memberikan standar 2 derajat, tidak kurang. Ketidaksepemahaman tentang konsep tersebut antara masing-masing pihak, akan membuat perhitungan awal Hijriah tidak bisa disamakan.

Jika demikian halnya, perbedaan tersebut selamanya tidak bisa disamakan. Pemerintah yang gagal mengakomodasi dan memfasilitasi pun terkesan tidak memiliki kekuatan. Akhirnya, umat Islam di Indonesia selamanya akan mengalami perbedaan dan tidak pernah bisa disatukan.

Sementara itu, perbedaan justru mengancam umat Islam di Indonesia terjerembab pada jurang perselisihan. Solusi dari perbedaan tersebut memang sulit untuk diuraikan, oleh karenanya sikap toleransi perlu dijadikan landasan utama untuk menyikapinya.
Bagaimanapun toleransi adalah satu-satunya gerbang untuk menuju persatuan di tengah perbedaan umat Islam. Meski perbedaan itu kadangkala menjadi sensitif, tetapi jika seluruh umat Islam di Indonesia lebih mengedepankan toleransi maka perbedaan tersebut dijamin tidak akan menimbulkan perselisihan. Dengan demikian, kerukunan sesama umat pun bisa tetap terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar