Minggu, 16 Juni 2013

Memperkuat Sistem Ekonomi Islam

Memperkuat Sistem Ekonomi Islam
Ahmad Ubaidillah ;   Mahasiswa pada Program Magister Studi Islam UII Yogyakarta
SUARA KARYA, 14 Juni 2013


Masyarakat dunia kini sudah mengakui bahwa sistem ekonomi modern, terutama kapitalisme, telah mendatangkan malapetaka. Alih-alih sistem ini diharapkan membawa kemakmuran bagi masyarakat dunia, justru ini biangkerok penyebab kesengsaraan yang sempurna umat manusia di dunia.

Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan negara-negara Eropa beberapa waktu lalu, yang sempat menyebar ke wilayah-wilayah dunia, adalah suatu bukti yang memantapkan kita betapa sistem atau ideologi kapitalisme yang dianut negara-negara Barat itu semakin tidak memberi kemaslahatan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Virus-virus ekonomi kapitalisme senantiasa menyerang tanpa ampun masyarakat dunia lewat globalisasi ekonomi itu.

Gerakan anti-Wall Street yang dikenal dengan Duduki Wall Street (Occupy Wall Street/OWS) yang semakin mendunia akhir-akhir ini yang disertai aksi unjuk rasa, yang awalnya memprotes keserakahan korporasi global di Amerika Serikat (AS). Ini menginspirasi gerakan serupa di berbagai negara dunia, mulai dari Eropa hingga Asia adalah kenyataan buruk akibat sistem kapitalisme. Ini sekaligus menunjukkan bahwa paham globalisasi ekonomi sebagai buah dari sistem kapitalisme telah gagal menyejahterakan masyarakat dunia dan semakin mendapat tantangan dan resistensi dari berbagai kalangan.

Sejarah pernah mencatat bahwa resistensi atau tantangan oleh masyarakat dunia terhadap globalisasi pernah terjadi. Di Mesir misalnya, kekecewaan terhadap pembangunan atas nama globalisasi yang melanda warga muslim miskin perkotaan yang kemudian melahirkan gerakan yang berbasis keagamaan diberi label Fundamentalisme Islam.

Hal serupa juga terjadi di India, resistensi kultural terhadap globalisasi telah membangkitkan kelompok Hindu Revivalis mendesak Pemerintah India untuk memboikot barang-barang buatan asing.

Di Indonesia, dengan mudah kita menyaksikan kekecewaan atas sistem kapitalisme dengan wujudnya globalisasi ekonomi itu. Unjuk rasa yang diwarnai konflik, bahkan pembunuhan di Papua akibat kesewenang-wenangan perusahaan tambang emas milik AS, PT Freeport Indonesia, beberapa waktu yang lalu. Masih banyak lagi gerakan-gerakan lainnya yang pada intinya gerakan tersebut menentang globalisasi ekonomi karena dinilai sangat menyengsarakan masyarakat dunia, terutama di negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia.

Melihat sistem ekonomi kapitalis yang tidak menguntungkan tersebut, sudah tepat masyarakat dunia dan bangsa Indonesia yang mulai menerapkan sistem ekonomi Islam, terus memperkuatnya sebagai sebuah sistem berketuhanan dan berperikemanusiaan. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat kompreshensif dan lengkap. Islam mengatur semua aspek kehidupan, baik aspek sosial, politik, spiritual maupun aspek ekonomi (bermuamalah).

Dalam menjalankan aktivitas utama ekonomi (produksi, konsumsi, distribusi), Islam telah menetapkan seperangkat aturan yang menjadi batas-batas perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa merugikan individu yang lain. Perilaku inilah yang harus diawasi dengan ditetapkannya aturan-aturan yang berlandaskan aturan Islam, untuk mengarahkan manusia agar mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan dan mengontrol serta mengawasi berjalannya aturan-aturan itu. Aturan-aturan tersebut terangkum dalam ekonomi Islam.

Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi lainnya (kapitalis, sosialis). Hal yang membedakan dengan sistem ekonomi yang lainnya adalah terletak pada aturan moral dan etika ini. Aturan yang dibentuk dalam ekonomi Islam merupakan aturan yang bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan kekuatan tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia. Sedangkan pada sistem yang lain tidak terdapat aturan-aturan yang menetapkan batas-batas perilaku manusia sehingga dapat merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.

Karasteristik ekonomi Islam bersumber pada ajaran Islam itu sendiri (Al-Qur'an dan Hadits). Intinya, sistem ekonomi Islam tidak kapitalis juga tidak sosialis namun, berada di tengah-tengah sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Ia menghormati kepentingan individu, tetapi juga tidak sepenuhnya menyerahkan segala persoalan ekonomi kepada negara (pemerintah). Ia adalah sebuah sistem yang dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan.

Ciri ekonomi Islam meliputi, pertama, menghormati hak milik pribadi, baik itu barang-barang konsumsi ataupun barang-barang modal. Kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT. Kedua, terikat dengan akidah, syariah (hukum), dan moral.

Ketiga, keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan. Dalam hal ini, beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Keempat, menciptakan keseimbangan antara kepentingan Individu dengan kepentingan umum. Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik.

Kelima, Kebebasan Individu. Dalam Islam Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Keenam, campur tangan negara. Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional.

Dalam ekonomi Islam, negara berperan sementara dalam sistem kapitalis sangat dibatasi, sedangkan dalam sistem sosialis negara berwenang penuh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar