|
SUARA
MERDEKA, 26 Juni 2013
"Aparat
penegak hukum bisa menggunakan alat bukti data elektronik guna merangkai sel
terputus pengedar narkoba"
HARI ini masyarakat memperingati Hari Antinarkotika
Internasional. Dewasa ini, peredaran gelap narkoba makin mengkhawatirkan.
Penelitian oleh Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia
berkerja sama dengan Pusat Penelitian Data dan Informasi (Puslitdatin) Badan
Narkotika Nasional/ BNN 2011 menyebutkan, kerugian negara akibat peredaran
ilegal narkoba mencapai Rp 48,275 triliun.
Angka ini naik drastis karena tahun 2008 angka itu baru Rp
32,443 triliun. Nilai itu belum mencakup kerugian sosial yang secara imaterial
sulit terukur. Bagaimana sebetulnya operasional sindikat narkoba sehingga
menimbulkan kerugian ekonomi sekaligus sosial sedemikian parah?
Sebagaimana kejahatan serius lain, tindak pidana narkoba memiliki kejahatan
ikutan berupa pencucian uang. Tapi dengan pengundangan UU Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, aparat
penegak hukum wajib mengembangkan penyidikan tindak pidana narkoba ke pencucian
uang (money laundering).
Pemberian kewenangan itu untuk memutus mata rantai bisnis
haram itu dan memiskinkan jaringan pengedar narkoba. Bandar tak akan berhenti
beroperasi sebelum modal mereka habis disita. Hal ini bisa dibuktikan bahwa
sekalipun sudah divonis berat, bahkan tinggal menunggu eksekusi, mereka masih
mengendalikan bisnis haram itu dari dalam LP karena masih punya banyak modal
(aset).
Modus Bandar
Bandar narkoba biasanya menempuh tiga langkah menumpuk
modal lewat cara pencucian uang. Pertama; menempatkan uang dan aset hasil dari
bisnis narkoba ke rekeningnya atau ke rekening orang lain. Ini langkah paling
awal dalam pencucian uang tapi paling mudah dideteksi aparat penegak
hukum.
Kedua; layering,
yaitu menempatkan kekayaan atau aset hasil dari bisnis narkoba ke rekening
beberapa orang (berlapis) supaya sulit dideteksi oleh aparat. Biasanya setelah
menempatkan secara berapis ke rekening beberapa orang, bandar hanya membuka
satu rekening (bisa miliknya, keluarga, atau orang terdekat) untuk menampung
muara dari berbagai rekening pelapis itu, yang sesungguhnya berisi kekayaannya.
Modus kedua ini lebih sulit diungkap oleh aparat karena
seolah-olah bandar tidak memiliki banyak aset setelah dititipkan secara
berlapis ke beberapa rekening. Langkah yang harus dilakukan aparat adalah
dengan menelusuri (trace) secara
teliti tiap rekening yang berhubungan dengan rekening bandar tersebut.
Ketiga; integrasi (integration),
yaitu bandar mencampurkan uang dari bisnis narkoba dengan uang dari sektor lain
dan diinvestasikan dalam usaha yang benar-benar legal. Modus ini paling sulit
dilacak oleh aparat mengingat lokasi pendirian unit usaha bandar narkoba bisa
lintas daerah, bahkan lintas negara.
Untuk menelusuri modus pencucian uang hasil kejahatan
narkotika, aparat penegak hukum harus memiliki paradigma baru. Pertama;
mengubah cara pandang follow the suspect
(ikuti terus tersangka) menuju cara pandang baru, yaitu follow the money
and (ikuti aliran uang dan aset
tersangka).
Dengan cara pandang baru tersebut, tiap kali mengungkap
kasus narkoba, aparat harus menyelidiki berapa jumlah aset bandar narkoba dan
disimpan di mana saja. Dengan demikian, bisa mengembangkannya ke ranah tindak
pidana pencucian uang dan kemudian menyitanya untuk negara.
Kedua; aparat penegak hukum tak boleh berpikir konvensional
dalam melakukan penyidikan, penuntutan, dan peradilan kasus pencucian uang
narkoba. Modus kejahatan narkoba makin canggih, dan lazim menggunakan pola ìsel
terputusî sehingga sulit memutus secara menyeluruh.
Untuk itu, aparat harus menggunakan alat bukti data
elektronik guna merangkai ìsel terputusî tersebut sehingga kejahatan narkotika
dan pencucian uangnya tetap bisa diendus. KPK adalah salah satu lembaga penegak
hukum yang sudah menggunakan bukti data elektronik dalam proses penyidikan,
penuntutan, dan proses peradilan.
Ketiga; aparat penegak hukum harus menyamakan persepsi
tentang pentingnya penanganan kasus pencucian uang narkoba. Tak bisa dimungkiri
saat ini masih terjadi perbedaan cara pandang antara penyidik, penuntut, dan
pengadil (hakim) dalam menangani kasus pencucian uang bisnis narkoba sehingga
penanganan kasus itu belum efektif.
BNN adalah salah satu lembaga penegak hukum yang sering
menyertakan pasal pencucian uang dalam penanganan kasus narkoba. Kasus menonjol
yang ditangani adalah penangkapan Faisal, bandar ja-ringan Aceh pada Maret
2013. Dari tangannya, disita aset Rp 38 miliar, terdiri atas uang tunai,
tabungan, mobil mewah, rumah, tanah, hotel, SPBU dan mal tersebar di Jakarta
dan Aceh.
Di samping itu, perlu meningkatkan peran serta masyarakat
supaya mereka cepat menginformasikan tiap ada dugaan peredaran narkoba di
lingkungannya. Masyarakat juga harus menjadikan diri mereka kebal terhadap
pengaruh narkoba yang sudah merajalela. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar