|
JAWA
POS, 26 Juni 2013
UNDANG-UNDANG No 35/2009
menyebutkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, serta dapat menimbulkan ketergantungan. Kejahatan
narkoba (narkotika dan obat-obat terlarang) merupakan kejahatan yang bersifat
transinternasional dan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) UI menyatakan, setiap hari ada 50 orang yang meninggal sia-sia karena narkoba (di antara 4 juta pengguna narkoba, Red)! Kejahatan narkoba sudah darurat, tidak memandang profesi, umur, strata sosial, dan strata golongan. Memberantasnya harus dengan cara luar biasa.
Kita mengenal, ada narkotika yang berasal dari alam (ganja, kokain) serta narkotika sintetis (sabu dan ekstasi). Sabu merupakan nama jalanan methamphetamine dan ekstasi dari 3,4-methylenedioxymethamphetamine. Keduanya termasuk golongan obat stimulansia, yakni golongan psikotropika yang bersifat psikoaktif, merangsang kegiatan saraf dan fungsi tubuh sehingga mengurangi rasa ngantuk dan lapar serta menimbulkan rasa gembira dan semangat yang berlebihan. Semula sabu dan ekstasi masuk psikotropika. Akibat adanya penyalahgunaannya yang kian parah, UU No 35/2009 tentang Narkotika memasukkan keduanya ke narkotika golongan 1.
UU itu juga mengatur tentang pengawasan yang ketat terhadap prekursor narkotika, yakni zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika (sintetis). Prekursor dibedakan menjadi dua tabel. Untuk prekursor yang digunakan dalam kegiatan industri farmasi, pengawasannya ada pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan pengawasan prekursor yang digunakan untuk kebutuhan nonfarmasi ada pada BNN dan Bareskrim Polri.
Sekarang terjadi pergeseran konsumsi dari narkotika alami (ganja, kokain) ke narkotika jenis sintetis (sabu dan ekstasi). Untuk membuat narkotika sintetis jenis sabu dan ekstasi, dibutuhkan prekursor yang bisa didapatkan dari obat-obatan (sediaan farmasi). Selama ini, sering ditemukan di clandestine laboratory (lab gelap) berbagai macam sediaan farmasi yang mungkin digunakan secara ilegal sebagai zat aktif ataupun zat tambahan untuk pembuatan narkotika sintetis. Untuk itulah, diperlukan fungsi apoteker dalam melakukan kontrol (pengawasan) terhadap komoditas farmasi.
Pengungkapan kasus clandestine laboratory oleh Polri di Kemayoran, Jakarta, dan Sidoarjo, Jatim, bisa menjadi contoh. Seperti diberitakan, di sana ditemukan beberapa sediaan farmasi, baik yang sudah termasuk prekursor farmasi maupun yang belum, dalam volume yang relatif besar. Gawatnya, menurut pengakuan tersangka, semua itu didapatkan dari sarana pelayanan kefarmasian, dalam hal ini apotek. Sebenarnya hal itu merupakan fenomena yang beberapa tahun terakhir ini saya amati dari berbagai kasus pengungkapan clandestine laboratory di Indonesia.
Kasus itu seharusnya membuka mata kita semua bahwa penjahat narkoba telah menempuh berbagai macam cara untuk pembuatan narkotika sintetis. Penting untuk melibatkan para ahli farmasi dan apoteker dalam melakukan pengawasan prekursor narkotika dan back trace (penelusuran kembali) asal muasal prekursor yang digunakan dalam pembuatan narkotika sintetis. Dengan begitu, bisa kita ketahui sebenarnya di mana letak kebocoran untuk menangkal terulangnya peristiwa serupa.
Sebenarnya memang harus ada langkah-langkah preventif (pencegahan) dalam rangka mencegah agar tidak terjadi diversi (penyimpangan) prekursor. Pertama, perlu adanya kerja sama para stakeholder yang berkaitan dengan prekursor narkotika dan narkotika dengan para ahli farmasi serta apoteker, khususnya dalam pengawasan produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi. Kedua, diperlukan komunikasi antara para stakeholderyang berkaitan dengan prekursor narkotika dan narkotika dengan organisasi profesi yang menaungi para ahli farmasi dan apoteker dalam rangka pembinaan mengenai bahaya narkotika sintetis yang bahan utamanya berasal dari prekursor. Ketiga, perlu melakukan seminar serta focuss group discussion (FGD) yang melibatkan para stakeholder, ahli farmasi, dan apoteker yang membahas narkotika sintetis dan prekursor yang digunakan dalam produksinya.
Keempat, para apoteker dan ahli farmasi perlu kembali ke kode etik kefarmasian yang menekankan paradigma pharmaceutical care yang bertumpu pada pelayanan patient oriented. Kelima, para apoteker dan ahli farmasi perlu dilibatkan sebagai tenaga sumber daya manusia pada badan dan lembaga pengawasan narkotika dan prekursor narkotika serta penegakan hukum. Sebab, pada hakikatnya, narkotika merupakan sediaan farmasi yang bersifat khusus sehingga penanganan dan pengawasannya juga bersifat khusus.
Momentum HANI (Hari Anti-Narkotika Internasional) yang jatuh pada 26 Juni atau hari ini merupakan momentum bagi kita semua dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Ingat, kita punya target: Indonesia bebas narkoba 2015, tinggal dua tahun lagi. ●
Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) UI menyatakan, setiap hari ada 50 orang yang meninggal sia-sia karena narkoba (di antara 4 juta pengguna narkoba, Red)! Kejahatan narkoba sudah darurat, tidak memandang profesi, umur, strata sosial, dan strata golongan. Memberantasnya harus dengan cara luar biasa.
Kita mengenal, ada narkotika yang berasal dari alam (ganja, kokain) serta narkotika sintetis (sabu dan ekstasi). Sabu merupakan nama jalanan methamphetamine dan ekstasi dari 3,4-methylenedioxymethamphetamine. Keduanya termasuk golongan obat stimulansia, yakni golongan psikotropika yang bersifat psikoaktif, merangsang kegiatan saraf dan fungsi tubuh sehingga mengurangi rasa ngantuk dan lapar serta menimbulkan rasa gembira dan semangat yang berlebihan. Semula sabu dan ekstasi masuk psikotropika. Akibat adanya penyalahgunaannya yang kian parah, UU No 35/2009 tentang Narkotika memasukkan keduanya ke narkotika golongan 1.
UU itu juga mengatur tentang pengawasan yang ketat terhadap prekursor narkotika, yakni zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika (sintetis). Prekursor dibedakan menjadi dua tabel. Untuk prekursor yang digunakan dalam kegiatan industri farmasi, pengawasannya ada pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan pengawasan prekursor yang digunakan untuk kebutuhan nonfarmasi ada pada BNN dan Bareskrim Polri.
Sekarang terjadi pergeseran konsumsi dari narkotika alami (ganja, kokain) ke narkotika jenis sintetis (sabu dan ekstasi). Untuk membuat narkotika sintetis jenis sabu dan ekstasi, dibutuhkan prekursor yang bisa didapatkan dari obat-obatan (sediaan farmasi). Selama ini, sering ditemukan di clandestine laboratory (lab gelap) berbagai macam sediaan farmasi yang mungkin digunakan secara ilegal sebagai zat aktif ataupun zat tambahan untuk pembuatan narkotika sintetis. Untuk itulah, diperlukan fungsi apoteker dalam melakukan kontrol (pengawasan) terhadap komoditas farmasi.
Pengungkapan kasus clandestine laboratory oleh Polri di Kemayoran, Jakarta, dan Sidoarjo, Jatim, bisa menjadi contoh. Seperti diberitakan, di sana ditemukan beberapa sediaan farmasi, baik yang sudah termasuk prekursor farmasi maupun yang belum, dalam volume yang relatif besar. Gawatnya, menurut pengakuan tersangka, semua itu didapatkan dari sarana pelayanan kefarmasian, dalam hal ini apotek. Sebenarnya hal itu merupakan fenomena yang beberapa tahun terakhir ini saya amati dari berbagai kasus pengungkapan clandestine laboratory di Indonesia.
Kasus itu seharusnya membuka mata kita semua bahwa penjahat narkoba telah menempuh berbagai macam cara untuk pembuatan narkotika sintetis. Penting untuk melibatkan para ahli farmasi dan apoteker dalam melakukan pengawasan prekursor narkotika dan back trace (penelusuran kembali) asal muasal prekursor yang digunakan dalam pembuatan narkotika sintetis. Dengan begitu, bisa kita ketahui sebenarnya di mana letak kebocoran untuk menangkal terulangnya peristiwa serupa.
Sebenarnya memang harus ada langkah-langkah preventif (pencegahan) dalam rangka mencegah agar tidak terjadi diversi (penyimpangan) prekursor. Pertama, perlu adanya kerja sama para stakeholder yang berkaitan dengan prekursor narkotika dan narkotika dengan para ahli farmasi serta apoteker, khususnya dalam pengawasan produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi. Kedua, diperlukan komunikasi antara para stakeholderyang berkaitan dengan prekursor narkotika dan narkotika dengan organisasi profesi yang menaungi para ahli farmasi dan apoteker dalam rangka pembinaan mengenai bahaya narkotika sintetis yang bahan utamanya berasal dari prekursor. Ketiga, perlu melakukan seminar serta focuss group discussion (FGD) yang melibatkan para stakeholder, ahli farmasi, dan apoteker yang membahas narkotika sintetis dan prekursor yang digunakan dalam produksinya.
Keempat, para apoteker dan ahli farmasi perlu kembali ke kode etik kefarmasian yang menekankan paradigma pharmaceutical care yang bertumpu pada pelayanan patient oriented. Kelima, para apoteker dan ahli farmasi perlu dilibatkan sebagai tenaga sumber daya manusia pada badan dan lembaga pengawasan narkotika dan prekursor narkotika serta penegakan hukum. Sebab, pada hakikatnya, narkotika merupakan sediaan farmasi yang bersifat khusus sehingga penanganan dan pengawasannya juga bersifat khusus.
Momentum HANI (Hari Anti-Narkotika Internasional) yang jatuh pada 26 Juni atau hari ini merupakan momentum bagi kita semua dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN). Ingat, kita punya target: Indonesia bebas narkoba 2015, tinggal dua tahun lagi. ●
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut