Jumat, 28 Juni 2013

B(a)LS(e)M dan Efek Elektoral

B(a)LS(e)M dan Efek Elektoral
Bambang Arianto ;  Peneliti Politik Bulaksumur Empat Research and Consulting (BERC) Yogyakarta
SUAR OKEZONE, 27 Juni 2013


SABAN hari publik selalu disuguhi pelbagai sajian intrik politik dan gelagat tebar pesona parpol via pemerintah dengan dalih kebijakan populis yang dapat mengurangi kesenjangan ekonomi rakyat miskin pascakenaikan bahan bakar minyak. Intrik politik BBM dengan penyaluran BLSM diharapkan akan mampu memberi insentif elektabilitas parpol penguasa jelang perhelatan demokrasi elektoral. 

Dalam day-to-day anatomi politik jelang ritual demokrasi akan banyak kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh struktur eksekutif yang notabene sebagai kekuatan petahana. Kali ini pemerintah yang didominasi oleh frame Demokrat terus berupaya mempertahankan tampuk kekuasaannya dengan pelbagai intrik politik. Elektabilitas Demokrat yang saban hari mengalami penurunan hingga menembus satu digit (baca : kurang dari 10 persen) menjadi early warning system bagi elit partai ini, berbanding terbalik dengan target mayor partai kala politik elektoral 2004 dan 2009. 

Gebrakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) menjadi batu loncatan bagi SBY dan partainya untuk menarik insentif elektoral dari publik. Mampukah kebijakan yang semi populis ini akan menjadi jaminan terdongkraknya Demokrat dalam frame SBY guna mendulang sukses kala 2004 dan 2009?. Tentu jawabannya sangat sulit ditebak bila melihat perilaku pemilih saat ini yang begitu fluktuatif dan cerdas mengamati dinamika politisi.

Gelagat kegelisahaan Demokrat sebenarnya sudah tercium pascasengkarut soal Hambalang. Ditambah lagi elektabilitas para pesaing berat Demokrat, baik itu PDI Perjuangan maupun Golkar meningkat tajam meninggalkan elektabilitas parpol milik pemerintah ini. Lain ceritanya dengan PDI Perjuangan yang berani tampil konsisten dalam jalur oposisi, jelas akan lebih menarik simpati pemilih terutama massa mengambang (swing voters). Sedang Golkar terlihat mengalami peningkatan elektabilitas yang signifikan karena lebih disebabkan faktor telepolitics yang dimiliki sosok Aburizal Bakrie. Telepolitics yaitu fenomena baru yang menandai bergesernya peran parpol dan munculnya peran media massa, terutama televisi dalam menjangkau pemilih (Muhtadi 2012). Progress report kedua kompetitor Demokrat ini membuat SBY dan para sengkuninya mencari solusi pragmatis dalam rangka menyelamatkan masa depan partai. 

Balsem Politik Demokrat

Sengkarut soal Hambalang yang melilit telah banyak menghabiskan amunisi parpol ini. Tidak ada kata lain langkah penyaluran BLSM menjadi kunci utama guna merevitalisasi citra partai dihadapan pemilih. Wajar bila banyak kalangan yang beranggapan bahwa kebijakan BLSM sarat kepentingan politik dan bahkan bisa dikategorikan sebagai politik gentong babi (pork barrel policy). Dan sebaliknya bagi frame sengkuni SBY tentunya ini akan dapat meningkatkan daya saing partai (party competetiveness).

Satu hasi survei nasional dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) 2013 menemukan fakta bahwa hanya 22,20 persen publik yang mempercayai iklan kenaikan BBM yang digelar pemerintah. Ini artinya publik menilai kebijakan yang tidak populis ini jelas sarat kepentingan politik jelang 2014. Apalagi kenaikan BBM juga berbarengan dengan bergulirnya BLSM atau “politik bagi-bagi uang” ini jelas akan berdampak pada naiknya popularitas Demokrat dimata pemilih minor yang saban hari semakin pragmatis. 

Kemudian nyaris mayoritas responden atau 46,95 persen menilai, Presiden menjadi tokoh yang paling berjasa menyalurkan BLSM. Dan hanya 11,47 persen responden yang menilai Menko Perekonomian Hatta Rajasa ikut berperan alias berjasa dalam politik penyaluran BLSM ini. Artinya pemilih menilai ada dugaan bersinarnya kembali popularitas SBY yang tentunya bila SBY mampu terus memperbaiki citranya dimata pemilih bisa jadi sosok SBY dapat kembali menjadi “magnet” yang dapat mendongkrak elektoral partai.

Dari sisi partai, 49,45 persen responden menilai pamor partai Demokrat paling terangkat dengan pembagian BLSM, ini membuktikan elektabilitas Demokrat akan terdongkrak dengan kebijakan politis ini. Kurang lebih ada 15,5 juta rakyat miskin yang merasakan perhatian berlebihan dari Demokrat dan otomatis hal ini akan mampu memberikan insentif elektoral. Sedangkan bagi parpol koalisi lainnya publik tidak begitu bersimpati dengan jasa mereka dalam upaya mengulirkan BLSM, ini terbukti hanya 16 persen yang menilai parpol koalisi minus Demokrat berjasa dalam penyaluran BLSM. Kebijakan BLSM ibarat “balsem” (baca : BLSM) cukup ampuh mengobati gejala masuk angin dalam tubuh partai Demokrat post-sengkarut hambalang. Balsem ini pun bisa menjadi penyambung mandulnya sumbu Demokrat dihadapan pemilih.

Epilog

Selain konvensi yang akan menjadi solusi pragmatis ditengah mandulnya sumbu partai Demokrat dalam mendongkrak elektabilitas, kebijakan politis BLSM juga masuk kategori solusi pragmatis guna memperbaiki elektoral. Anehnya struktur eksekutif menelanjangi opini media bila BLSM adalah upaya taktis meminalisir angka kemiskinan. Padahal belajar dari politik elektoral sebelumnya kebijakan BLSM ini adalah intrik politik struktut eksekutif penguasa yang notabene dalam frame Demokrat. Ditambah lagi pengalaman manis yang didapat dalam polemik BBM dan penyaluran BLT di periode 2004 dan 2009 menjadikan Demokrat berharap hasil gemilang dapat terulang dalam politik elektoral 2014. Yang menjadi pertanyaan sekarang mampukah Balsem ala SBY ini mampu mengatrol elektabilitas Demokrat? Melihat kecenderungan perilaku pemilih, ulah SBY dengan BLSM kurang dijadikan jaminan akan membawah berkah efek elektoral. Selain disebabkan faktor personal appeal yang dimiliki SBY sengkarut soal Hambalang menjadikan publik mengalihkan pandangan ke partai politik yang cenderung konsisten seperti partai oposisi PDI Perjuangan maupun Golkar. 

Bila akhirnya nanti SBY benar akan menurunkan kembali harga BBM seperti yang terjadi pada tahun medio 2004 dan 2009 lalu, jelas ini membuktikan kebijakan kenaikan BBM di medio 2013 lebih ditujukan pada upaya mendongkrak elektabilitas partai bukan demi kepentingan rakyat miskin. Balsem ala SBY ini dijamin tidak akan berpengaruh mengurangi masuk angin dalam tubuh Demokrat dan mampu memperbaiki elektabilitas partai bila Demokrat tidak mampu mengemasnya dalam paket BLSM yang tepat sasaran. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar