|
SUARA
KARYA, 27 Juni 2013
Berdasarkan rapat paripurna
pengesahan Rancangan APBN-P melalui voting tentang kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) di DPR, Senin (17/6) akhirnya diputuskan bahwa BBM naik dari Rp
4.500, menjadi Rp 6.500, per liter. Walaupun diwarnai sejumlah fraksi tidak
setuju, namun harga BBM akhirnya diputuskan naik.
Kenaikan harga BBM dikatakan atas
alasan untuk "menyelamatkan perekonomian" bangsa. Presiden RI, Susilo
Bambang Yudhoyono mengatakan jika harga BBM tidak dinaikkan, maka ekonomi
Indonesia akan memburuk. Bahkan bagi pemerintah, kenaikan BBM tidak bisa ditunda
lagi, karena membengkaknya anggaran subsidi BBM. Menurut perhitungan
pemerintah, subsidi BBM 2013 mencapai Rp 297 triliun lebih.
Membengkaknya
alokasi anggaran untuk subsidi BBM tersebut membuat APBN tidak efektif lagi.
Namun, tidak sermua rakyat apalagi
rakyat kecil menerima keputusan pemerintah menaikkan harga BBM tersebut.
Pastinya dengan adanya kenaikan harga BBM akan berdampak bagi kehidupan
sehari-harinya. Dengan adanya kenaikan BBM, akan menimbulkan kenaikan harga
berbagai kebutuhan pokok dan komooditas, sehingga dapat menyengsarakan rakyat
kecil yang saat ini saja sudah sulit mendapatkan makanan. Kenaikan BBM ini
sangat terasa bagi rakyat yang berpenghasilan kecil. Berbeda dengan rakyat yang
berpenghasilan tinggi, kenaikan harga BBM tidaklah masalah dan tidak
berpengaruh bagi kehidupan sehari-harinya.
Atas alasan membantu rakyat kecil
pemerintah mengeluarkan kebijakan bantuan cuma-cuma berupa bantuan langsung
sementara masyarakat (BLSM) sebagai antisipasi turunnya daya beli mereka
menghadapi dampak kenaikan harga BBM. Bantuan ini dinilai agar untuk membantu
meringankan beban rakyat kecil akibat dampak kenaikan harga BBM. Pemerintah
mengucurkan BLSM kepada 15,5 juta kepala keluarga (KK) miskin berdasarkan Biro
Pusat Statistik (BPS).
Namun, bantuan sebesar Rp 150 ribu
per orang per bulan selama empat bulan ditujukan kepada rakyat miskin tersebut
dinilai kurang tepat. Dari segi waktu, hanya empat bulan dan dampak kenaikan
harga BBM akan terus menerus. Uang sebesar Rp 150 ribu yang diberikan
pemerintah ini dipandang bukan solusi, melainkan sebagai pengalihan isu agar
kenaikan harga BBM dapat diterima oleh masyarakat bawah.
Pemerintah dituntut untuk kembali
memikirkan solusi terhadap dampak kenaikan harga BBM. BLSM bukan suatu solusi,
apalagi bila mengingat bahwa bantuan tersebut tidak akan mengurangi penduduki
miskin di Indonesia. BLSM tersebut, bahkan dinilai membuat ketergantungan
rakyat terhadap pemerintah.
Alokasi terhadap pemberian subsidi
kepada masyarakat bawah berupa BLSM ini perlu dikaji lebih mendalam. Mengingat
tahun sebelumnya ketika ada kenaikan harga BBM, pemerintah mengeluarkan bantuan
berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) ini tidak efektif. Bahkan dalam
pelaksanaannya dapat menimbulkan kericuhan. Selain itu, dengan adanya BLT
tersebut tidak mengurangi jumlah kemiskinan di Indonesia. Pasalnya, efek
bantuan itu tidak membuat rakyat kecil bisa hidup mandiri, tetapi mereka
cenderung menggantungkan hidup pada bantuan pemerintah. Oleh karenanya, pola
alokasi pemberian subsidi terhadap kenaikan harga BBM harus diubah.
Pola pemberian subsidi menggunakan
BLSM itu bersifat pragmatis dan sangat sementara. Oleh sebab itu, pemerintah
harus memberikan alternatif baru dalam pemberian subsidi dampak kenaikan harga
BBM.
BLSM hanya membuat masyarakat
kurang mampu menjadi obyek pemberi bantuan. Itu bukan solusi menanggulangi
kemiskinan. Uang yang dibagikan sebesar Rp 150 ribu ribu per bulan tidak
sebanding dengan dampak kenaikan harga BBM. Padahal kenaikan harga BBM itu
sangat banyak dampaknya bagi masyarakat. Sebab itu, pemerintah diharapkan
memberikan solusi jangka panjang bagi peningkatan ekonomi rakyat kecil.
Solusi yang dianggap jangka
panjang terhadap dampak kenaikan harga BBM misalnya pemerintah menyediakan
lapangan pekerjaan bagi rakyat yang berada dalam pengangguran. Selain itu,
pemerintah juga dapat memberikan bantuan terhadap rakyat bawah berupa
mengembangkan usaha atau pekerjaannya, misalnya memberikan fasilitas terhadap
pertanian rakyat.
BLSM tidak lagi menjadi solusi
bagi masyarakat kecil untuk mengangkat daya belinya, tetapi lebih pantas jika
BLSM tersebut dikatakan sebagai "Bantuan Langsung Musnah" alias
langsung habis dan tidak bermanfaat bagi pendongkrak daya beli rakyat miskin.
Rakyat yang dibantu dengan Rp 150 ribu itu bukan anak kecil yang terus disuapkan
oleh pemerintah. Jika demikian, mengentaskan kemiskinan yang ditarget menurun
dari tahun ke tahun, tidak akan tecapai malah rakyat tambah menderita.
Adanya BLSM akan mengakibatkan
ketergantungan rakyat terhadap pemerintah. Rakyat tidak berusaha mandiri, akan
tetapi malah menunggu pemerintah mengulurkan bantuannya. Hal ini perlu
diperhatikan oleh pemerintah. Solusi awal yaitu menciptakan lapangan pekerjaan
merupakan solusi yang tepat terhadap kenaikan BBM.
Bangsa yang maju adalah bangsa
yang masyarakatnya dapat mandiri. Kekayaan berada di tangan rakyat, bukan
pemerintah. Jika pemerintah menginginkan bangsa ini maju, maka mulai sekarang
harus berpikir panjang, dan subsidi BBM digunakan untuk memandirikan rakyat.
Oleh karena itu, kebijakan
kenaikan harga BBM yang telah diambil jangan disia-siakan dengan program yang
tidak memberi efek domino kepada perekonomian rakyat kecil. Pemerintah harus
merespon dengan baik dan berpikir panjang terhadap penolakan oleh sebagian
rakyat terhadap kebijakan penaikan harga BBM itu. Yaitu, memanfaatkan dana
kenaikan harga BBM untuk program pengentasan kemiskinan dalam jangka pendek dan
jangka panjang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar