|
SUARA
MERDEKA, 28 Juni 2013
"Kejatuhan
Suriah bisa berarti terpotongnya distribusi jalur darat dari Iran, Irak, menuju
Hizbullah di Lebanon"
SECARA mengejutkan, Presiden Lebanon Michel Suleiman
mengeluarkan pernyataan sangat keras, baru-baru ini. Ia mengutuk keterlibatan
Hizbullah dalam konflik Suriah yang makin masif dalam dua bulan terakhir. Ia
bahkan menyeru pejuang Hizbullah supaya keluar dari negara tersebut.
Pernyataan Suleiman yang berasal dari Kristen Maronit ini
tergolong sangat berani mengingat secara de facto Lebanon, terutama di wilayah
selatan, dikuasai Hizbullah. Kekuatan milisi Hizbullah jauh lebih kuat dari
kekuatan militer negara itu. Persenjataan, pengalaman tempur, dan mental mereka
dipastikan lebih unggul ketimbang tentara Lebanon.
Hizbullah lahir dari rahim perlawanan dan untuk tujuan
perlawanan. Sasarannya adalah pendudukan Israel. Itulah prinsip dasar kelompok
gerakan Syiah di Lebanon yang saat ini dipimpin tokoh karismatik Sayyid Hassan
Nasrallah. Hingga 2012, kelompok ini menampakkan konsistensi tinggi terhadap
prinsip itu. Mereka seperti kurang tertarik dengan agenda di luar perlawanan
terhadap Israel. Mereka fokus pada tujuan dasar, mempersiapkan perlawanan
terhadap Israel melalui senjata.
Bahkan, ketika kelompok-kelompok keagamaan garis keras
Sunni menceburkan diri ke dalam konflik sektarian di Irak, mereka tidak begitu
tertarik melibatkan diri membela kelompok Syiah. Mereka sepertinya juga tidak
ada agenda khusus untuk terlibat secara langsung dalam perjuangan rakyat
Bahrain yang mayoritas Syiah untuk meruntuhkan monarki padahal militer Arab
Saudi dan beberapa negara Teluk terang-terangan melibatkan diri.
Namun kenapa kelompok ini kemudian bersikukuh pasang badan
membela rezim Assad melawan oposisi padahal kecaman terhadap langkah mereka
datang dari banyak pemimpin Arab dan dunia Islam? Bahkan Sekjen Hizbullah
menyatakan kesiapan kelompok itu untuk bertempur hingga titik
penghabisan.
Mencermati pidato pimpinan tertinggi Hizbullah pada acara
peringatan 13 tahun kemunduran Israel dari Lebanon Selatan beberapa waktu lalu,
mereka mengklaim memiliki sikap tidak berubah, tetap konsisten pada jalur
perlawanan. Bagi mereka, keterlibatan di Suriah adalah bagian dari agenda besar
perlawanan terhadap Israel. Nasrallah menyebut Suriah (rezim) sebagai benteng
belakang bagi gerakan perlawanan.
Kehancuran rezim Suriah berarti petaka bagi kekuatan
perlawanan dan kemenangan bagi Israel, negara-negara Barat, dan sekutu Arab,
termasuk kelompok radikal Sunni yang disebutnya irhabiy-takfiry (teroris dan mengafirkan).
Dalam konteks perimbangan kekuatan di sekitar Israel, arti Suriah memang sangat
signifikan bagi ìporosî perlawanan yang terdiri atas Iran, Hizbullah, Suriah,
dan pada konteks tertentu Hamas dan jihad Islami. Kejatuhan Suriah bisa berarti
kemelemahan Hizbullah secara signifikan.
Bagaimanapun, sebagian bantuan logistik dan persenjataan
Hizbullah berasal dari Suriah. Bahkan, dalam perkembangannya, banyak laporan
menyebut Suriah masih terus berupaya mentransfer senjata canggih kepada
kelompok itu untuk mengubah perimbangan kekuatan di kawasan.
Tidak Populer
Kejatuhan Suriah juga bisa berarti terpotongnya distribusi
jalur darat dari Iran, Irak, menuju Hizbullah di Lebanon. Ini bisa berarti
bencana besar bagi kelompok yang disebut musuh-musuhnya di dalam negeri sebagai
antek Iran. Hizbullah sejak awal memang mengidolakan revolusi Islam Iran dan
hingga saat ini berkiblat ke negara tersebut.
Kelompok-kelompok Sunni memiliki pandangan sebaliknya
mengenai keterlibatan kelompok itu dalam perang Suriah. Saad al-Hariri dan Fuad
Seniora (keduanya pucuk pimpinan partai dari kelompok Sunni di Lebanon)
mengkritik keras keterlibatan Hizbullah sebagai membuka wajah asli
Hizbullah, yakni agen Iran di Lebanon.
Sedikit mengejutkan, komentar sangat sarkastis dilontarkan
Erdogan, PM Turki yang menyatakan, kelompok itu tidak pantas lagi menyandang
nama hizbullah (partai/ kelompok Allah) akibat keterlibatannya membantu rezim
Assad untuk ’’membunuh’’ rakyat Suriah yang memperjuangkan kebebasan.
Menurutnya, kelompok itu lebih pantas disebut hizb
al-syaithan (partai setan). Bahkan, pertemuan ulama yang dipimpin al-Qadhawi
menyebut langkah mereka sebagai perang melawan seluruh umat Islam. Secara umum,
negara dan kelompok Sunni di kawasan, termasuk al-Ikhwan al-Muslimin di
Mesir, mengecam keterlibatan Hizbullah membela Assad sebagai laku tidak
konsisten, kekejian besar terhadap rakyat Suriah, dan bunuh diri secara
sia-sia.
Kelompok itu sepertinya menyadari keterlibatan di Suriah
membuatnya tidak populer pada kalangan luas. Ini sangat berbeda dari tahun
2006, ketika mereka mampu menahan serangan lengkap Israel selama lebih dari
sebulan. Mereka menjadi pahlawan dan simbol kebanggaan bagi Lebanon, dunia
Arab, bahkan dunia Islam baik kalangan Sunni maupun Syiah. Hal itu mungkin yang
melatari Hizbullah untuk sangat berhati-hati melangkah di Suriah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar