|
SINAR
HARAPAN, 27 Juni 2013
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, menurut keterangan Gubernur Papua Lukas Enembe, akan
berkunjung ke Jayapura, Agustus 2013 ini, antara lain untuk memberikan draf
Otonomi Khusus (Otsus) Plus kepada masyarakat Papua.
Pemberian
draf otsus plus tersebut memperlihatkan iktikad baik Presiden Yudhoyono untuk
menyelesaikan konflik Papua yang berusia 50 tahun, maka patut dihargai
sewajarnya.
Istilah
“otsus plus” dimunculkan Gubernur Enembe setelah bertemu dengan Presiden
Yudhoyono, 29 April 2013, di Jakarta.
Sebelum pelantikan Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode 2013-2018 pada 9 April 2013, tidak pernah ada rumor, apalagi berita, tentang otsus plus di Papua. Otsus plus tidak pernah menjadi agenda diskusi bagi para birokrat pemerintah daerah, baik di provinsi maupun kota/kabupaten di Tanah Papua.
Para
akademikus di perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, mewacanakan
pentingnya evaluasi komprehensif tentang implementasi Undang-Undang No 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua (UU Otsus Papua) dan bila
perlu UU Otsus tersebut direvisi. Tetapi, mereka tidak pernah mewacanakan ide
otsus plus.
Kalangan
masyarakat Papua ramai membahas dan menuntut pemekaran provinsi dan kabupaten,
dialog Jakarta-Papua, evaluasi Otsus Papua, dan perundingan internasional untuk
penyelesaian konflik Papua. Tetapi, pemerintah tidak pernah menanggapi
permintaan ini.
Jelaslah
bahwa gagasan otsus plus tidak berasal dari bumi cenderawasih. Dia diproduksi
di luar Papua, kemudian diimpor masuk ke tengah masyarakat Papua tanpa
memberikan tanda dan sinyal terlebih dahulu.
Oleh
sebab itu, pengumuman tentang kebijakan otsus plus terasa bagaikan petir di
siang hari yang menyambar orang Papua. Tidak ada hujan; tidak ada angin; tapi
tiba-tiba ada sambaran petir yang mengejutkan orang Papua.
Orang
Papua tiba-tiba dikagetkan oleh gagasan yang tidak pernah didiskusikan maka
mereka belum bisa menyatakan menerima atau menolak gagasan otsus plus.
Banyak
Pertanyaan
Gagasan
otsus plus baru diwacanakan sehingga membangkitkan banyak pertanyaan bagi orang
Papua dan banyak pihak lain. Banyak hal tentang otsus plus masih perlu
diperjelas dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
Apa
isi dan bentuk otsus plus? Di mana draf otsus plus dirumuskan? Siapa yang
terlibat dalam proses pembuatan draf otsus plus? Mekanisme seperti apa yang
ditempuh untuk menghasilkan draf tersebut? Apakah otsus plus akan diberlakukan
hanya di Provinsi Papua ataukah akan mencakup juga Provinsi Papua Barat?
Masalah
Papua mempunyai multidimensi yakni dimensi ekonomi, politik, budaya, hukum,
keamanan, dan internasional. Apakah otsus plus menjawab semua dimensi konflik
Papua? Atau berapa dimensi konflik yang akan dituntaskan melalui kebijakan
otsus plus?
Sejak
2001, pemerintah memberlakukan UU Otsus Papua. Apakah implementasi UU Otsus
Papua tidak berhasil menyelesaikan masalah-masalah secara menyeluruh di Papua?
Apakah
pemerintah masih serius mengimplementasikan UU Otsus secara konsisten atau
meninggalkan otsus kemudian menggantinya dengan otsus plus?
Kalau
seluruh isi UU Otsus akan dipertahankan maka hal-hal baru apa saja yang akan
ditambahkan pada UU Otsus Papua untuk menghasilkan otsus plus? Siapa yang
memilih dan menambahkan hal-hal baru tersebut?
Kalau
menghilangkan sejumlah pasal dalam UU Otsus Papua, siapa yang menentukan dan
menghilangkan pasal-pasal tersebut? Apa dasar penghilangan pasal-pasal
tersebut?
Bagaimana
dengan nasib Kebijakan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat
(P4B) yang akan berakhir 2014? Berapa lama otsus plus akan diberlakukan? Masa
depan Papua seperti apa yang ingin dicapai melalui kebijakan otsus plus?
Pemerintah
perlu menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan di atas agar orang Papua dan
pihak-pihak lain dapat memperoleh pemahaman yang benar tentang otsus plus.
Pemangku
Kepentingan
Kebijakan
otsus plus dapat dirumuskan oleh beberapa ahli saja. Hasilnya diserahkan kepada
pemerintah pusat selanjutnya dilaksanakan di Papua. Isi kebijakannya bisa saja
sangat bagus, tetapi pemangku kepentingan lain, selain pemerintah pusat, tidak
akan merasa memiliki terhadap solusi otsus plus ini.
Kalau
otsus plus dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik Papua secara komprehensif,
semua pemangku kepentingan perlu dilibatkan dalam proses pembahasannya. Selain
pemerintah pusat dan daerah, perlu dilibatkan juga kelompok pemangku
kepentingan lainnya seperti para pemimpin agama, adat, paguyuban-paguyuban
Nusantara, TNI, Polri, perusahaan-perusahaan domestik dan multinasional, orang
Papua yang hidup di luar negeri, dan Gerilyawan Papua yang disebut Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB).
Setiap
kelompok pemangku kepentingan perlu diberikan kesempatan berkumpul untuk
membahas dan menghasilkan pendapat kolektifnya. Hasil dari semua diskusi
tersebut dapat dijadikan bahan untuk membuat kebijakan otsus plus. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar