Jumat, 28 Juni 2013

Memastikan Dana Kampanye Halal

Memastikan Dana Kampanye Halal
Ray Rangkuti ;  Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia
KOMPAS, 28 Juni 2013


Secara umum, pengertian dana kampanye yakni setiap penggunaan dana dalam bentuk apa pun untuk kepentingan kampanye partai politik atau calon anggota legislatif.

Segala bentuk sumbangan yang diperuntukkan untuk kepentingan kampanye harus dicatatkan sebagai dana kampanye. Sesuai ketentuan, kelak setelah 15 hari pelaksanaan pemilu legislatif seluruh penerimaan dan pembelanjaan dana kampanye harus dilaporkan oleh partai politik kepada akuntan publik yang ditunjuk KPU.

Pengaturan tentang penerimaan dan pembelanjaan dana kampanye dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilu legislatif sebenarnya memadai untuk mengantisipasi penggunaan dana haram dalam kampanye. Dana haram berupa masuknya dana ilegal, seperti dana hasil korupsi, suap, pencucian uang, bahkan sumbangan negara atau individu dari asing. Atau juga dapat mengantisipasi penggunaan dana kampanye untuk tujuan-tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebut saja misalnya untuk kepentingan politik uang, suap kepada para penyelenggara, dan sebagainya.

Selain dana kampanye parpol yang harus memiliki satu rekening khusus dan dilaporkan ke KPU, parpol juga harus memiliki rekening khusus partai politik yang harus dilaporkan secara berkala ke KPU. Dengan dua model rekening ini, secara umum dimaksudkan untuk mengantisipasi masuknya dana haram, entah untuk tujuan kegiatan harian parpol atau kegiatan kampanye parpol dan caleg pada waktu pemilu, ke rekening parpol.

Dengan pengaturan berlapis seperti ini, pada dasarnya hampir sulit bagi parpol menerima dan menggunakan dana haram. Namun, mengapa selalu tak terdeteksi masuknya dana haram, padahal gejalanya sangat mudah dilihat di lapangan. Misalnya tingginya iklan, entah itu partai politik maupun caleg, bahkan kandidat calon presiden dari partai politik? Tiga persoalan di bawah ini layak diperhatikan.

Dana kampanye

Salah satu sebabnya adalah tidak ada pemisahan dan pengaturan yang dipahami secara sama dan menjadi ketentuan antara apa yang disebut sebagai dana kampanye parpol dan dana kampanye anggota caleg. Umumnya, dalam bayangan kita, dana kampanye partai politik merupakan sesuatu yang terpisah dengan dana kampanye anggota caleg. KPU hanya boleh masuk untuk menguji kesahihan pemasukan dan penggunaan dana kampanye partai politik. Sementara dana kampanye caleg diabaikan, bahkan dilihat sebagai bukan obyek hukum.

Akibatnya, kita mengalami apa yang lazim selama ini, yakni dana kampanye parpol yang dilaporkan ke KPU tak berbanding sama dengan intensitas kampanye yang dilakukan. Lebih parah lagi, pada banyak kasus, biaya kampanye yang dikeluarkan parpol atau caleg dibebankan kepada individu, khususnya kepada caleg atau calon presiden yang diusung. Di sinilah belanja kampanye yang riuh luar biasa itu tak terdeteksi. Di wilayah ini pula masuknya dana haram ke dana kampanye tidak dapat diendus.

Apakah memang begitu maksud regulasi kampanye? Untuk melacaknya perlu dibaca secara teliti Pasal 129 Ayat (1) UU No 8/2012 tentang Pemilu Legislatif. Di sana dinyatakan bahwa kegiatan kampanye pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota didanai dan jadi tanggung jawab parpol peserta pemilu masing-masing.

Ada dua kata kunci dalam ayat tersebut. Pertama kegiatan kampanye caleg nasional dan daerah, dan kedua didanai dan menjadi tanggung jawab parpol. Dari dua kata kunci itu dapat ditarik satu gambaran bahwa seluruh kegiatan kampanye, baik oleh parpol sendiri maupun oleh caleg dari parpol bersangkutan, didanai dan menjadi tanggung jawab parpol sendiri. Artinya, seluruh belanja dana kampanye, baik parpol maupun caleg, hanya bisa dikeluarkan oleh partai politik. Dengan sendirinya seluruh penggunaan dana kampanye yang tidak berasal dari dana kampanye partai politik mestinya dilihat sebagai tindakan ilegal.

Pasal ini juga menafikan dengan tegas istilah dana kampanye caleg. Dana kampanye yang dikeluarkan secara pribadi harus tetap dilaporkan ke rekening dana kampanye parpol untuk dicatatkan sebagai sumbangan pribadi terhadap dana kampanye yang nilainya tidak boleh lebih dari satu miliar rupiah (Pasal 131 Ayat 1 UU No 8/2012).

Dana kampanye yang bersifat personal, baik dalam penerimaan maupun pembelanjaan, hanya dikenal dalam kampanye calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 132 UU No 8/2012). Di luar itu, semua dana kampanye merupakan tanggung jawab partai politik.

Sanksi pelanggaran

Dengan membaca secara cermat pasal di atas mestinya tidak perlu ada keraguan untuk menyatakan sistem 
pemilu kita tak mengenal istilah dana kampanye caleg. Apalagi sampai berpikir membuat kebijakan untuk pengaturan tersendiri dana kampanye caleg. Uniknya, sekalipun akan diatur, dinyatakan tak akan ada sanksi kecuali sanksi sosial. Tindakan salah dalam politik mestinya mendapat sanksi politik juga, bukan sanksi sosial.

Sanksi atas pelanggaran dana kampanye telah ditentukan di UU No 8/2012. Masalahnya, sanksi yang dimaksud pada tingkat tertentu kurang memberikan efek pada pembangunan sistem. Bahwa individu-individu dapat dijerat tidak dengan sendirinya akan memberikan efek menyeluruh bagi partai politik. Sanksi pidana dan denda, misalnya, hanya dibebankan kepada individu atau badan usaha. Di segi yang lain, kelebihan sumbangan dana kampanye wajib disita negara. Partai politik dapat melenggang maju sekalipun berbagai pelanggaran melingkupinya.

Sejatinya KPU dapat mempertimbangkan untuk mendiskualifikasi parpol atau caleg yang terbukti melakukan pelanggaran dana kampanye. Sanksi diskualifikasi ini merupakan sanksi politik bagi mereka yang tidak taat asas dalam pelaksanaan kampanye. Sanksi sosial atas tindakan politik tak akan memberi efek jera yang signifikan kepada para politisi. Sejarah kita telah membuktikan hal itu.

Dasar dari ketentuan diskualifikasi dapat ditemukan pada Pasal 90 UU No 8/2012. Di sana dinyatakan, pelaksana kampanye dapat dicoret dari daftar calon tetap atau dibatalkan kemenangannya jika melakukan pelanggaran tata cara kampanye.

Penyelenggara pemilu

Namun, di atas semua regulasi ini adalah soal kesiapan dan kemauan dari penyelenggara pemilu, khususnya KPU, garda terdepan penegakan aturan tata cara dan dana kampanye. Kita bisa membuat segala macam aturan, tapi jelas sejumlah aturan itu hanya menjadi tulisan jika KPU memandang dan menghadapi persoalan dana kampanye ini dengan setengah hati.

Dalam Pemilu 2014 ini, perhatian atas pemasukan dan penggunaan dana kampanye seharusnya menjadi salah satu fokus kita. Tanpa kemauan yang ketat dan fokus mengatur ini, penyakit politik uang dan penggunaan dana haram dalam pemilu akan terus berulang dan lama-lama akan menjadi tradisi yang dipandang sebagai kebiasaan. Padahal, jelas itu sangat merusak prinsip pemilu yang jujur, bersih, dan adil. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar