|
SUARA
MERDEKA, 25 Juni 2013
SIAPA PUN sepakat, semua pihak harus terus meningkatkan
kualitas pendidikan. Hal itu bukan saja amanat melainkan juga keniscayaan
ketika persaingan global menjadi kenyataan. Lewat pendidikan, rakyat dapat
berpikir kritis menyikapi realitas sosial budaya. Dalam tataran praktis, upaya
apa yang mampu dilakukan lembaga perguruan tinggi kependidikan (LPTK) untuk
mendukung ketercapaian amanat itu?
Keterselenggaraan sistem pendidikan yang relevan dan
bermutu merupakan faktor penentu keberhasilan pemerintah mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan memajukan kebudayaan nasional. Karena itu, para pendiri negeri ini
menetapkan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu fungsi
penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional.
Pembenahan sistem selalu berjalan. Melalui berbagai
pengalaman dan uji ahli, kurikulum selalu berubah menuju penyempurnaan.
Akhir-akhir ini kita menaruh harapan besar pada kurikulum 2013. Hal itu
meningat misalnya bakal disegarkannya pelajaran Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan,
yang tidak lagi sekadar berisi materi instruktif dan dialogis tetapi
mendasarkan fakta dan realitas (SM, 9/ 6/ 13).
Hal itu bisa dikatakan pembaruan besar, untuk tidak
menyebut baru, dalam sejarah pendidikan mengingat selama ini kesan materi yang diajarkan
di sekolah hanya turun-temurun. Karena itu, reaktualisasi materi pembelajaran
merupakan keharusan manakala siswa sangat lekat dengan fenomena media dan
perubahan sosio kultural. Pada tataran ini, peserta didik diajak kritis
menyikapi semua hal itu.
Mudah? Tentu saja tidak. Guna mencapai semua hal itu, perlu
terus meningkatkan kualitas guru harus. Sertifikasi guru yang dijalankan sejak
2007 dan rencananya rampung tahun ini, menjadi program andalan pemerintah.
Penyelenggaraannya pun selalu dibenahi sebagai upaya konsisten mewujudkan
tenaga pendidik yang berkualitas.
Fasilitas Memadai
Pada tataran itu, LPTK hadir untuk tak hanya menghasilkan
output yang berkualitas pula tetapi senantiasa mengawal dan memberikan
fasilitas memadai. Fasilitas itu tentu saja berupa kurikulum yang teruji,
sarana dan prasarana, serta tenaga pendidik yang berkompeten. Hal mendasar
tersebut bisa dikatakan menjadi tolok ukur reputasi LPTK.
Pada lain pihak, sekolah sebagai lembaga pendidikan yang
bersifat massal, muncul bersamaan dengan proses industrialisasi yang
mengakibatkan terjadinya urbanisasi, vokasionalisasi, dan spesialisasi.
Kebutuhan riil di lapangan menjadi alasan. Ketika tidak semua siswa lulusan
sekolah menengah atas tak bisa melanjutkan ke bangku perkuliahan, LPTK pun
harus memberi solusi.
Pemberian beasiswa full
study kepada mahasiswa miskin berprestasi adalah salah satu upaya. Hal itu
pula yang dilakukan Universitas Negeri Semarang (Unnes). Sejak 2008, Unnes
konsisten memberikan alokasi beasiswa kepada mahasiswa baru yang tidak mampu
secara ekonomi namun berprestasi akademik. Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri)
telah mencatatnya sebagai kampus pertama di Indonesia yang memberikan alokasi
beasiswa 20% kepada mahasiswa (unnes.ac.id, 14/11/11).
Di sisi lain, lulusan sekolah menengah kejuruan makin
dibutuhkan pada era persaingan kerja. Pasalnya, pada tahapan itu remaja
mengalami usia produktif. Unnes sepenuhnya sadar, pemberian beasiswa tidak
sepenuhnya memfasilitasi mereka yang ingin meneruskan ke bangku pendidikan
tinggi. Karena itu, penguatan sekolah menengah kejuruan (SMK) pun menjadi salah
satu upaya.
Penetapan Jateng sebagai Provinsi Vokasi oleh Gubernur
Bibit Waluyo dan Mendiknas (sekarang Mendikbud) Prof Dr Bambang Soedibyo MBA
pada 12 April 2008, membuat Unnes merasa punya amanat. Sebagai salah satu LPTK
di Jateng, ia melakukan penguatan pada berbagai bidang, salah satunya menggagas
SMK berbasis pesantren.
Dalam Rakor dan Sarasehan SMK Pesantren Se-Jawa dan Madura
di Ponpes Roudlotul Mubtadiin Jepara
(8/5/13), Mendikbud M Nuh mengemukakan, lulusan SMK harus memiliki kemampuan
teknis. Usia produktif begitu eman
seandainya tidak mempunyai daya saing. Hal itu sekaligus restu yang dilontarkan
oleh pengambil keputusan tertinggi bidang pendidikan di negeri ini.
Ibarat rumah yang telah dibangun, siapa yang mau
mengisinya? Tiada lain LPTK-lah yang punya peran lebih untuk melakukan
pendampingan. Dia harus bisa mengatasi segala macam kekurangan demi
ketercapaian pendidikan yang makin berkualitas. Pengembangan, kerja sama, dan
penelitian, sinergis dengan upaya tersebut.
Melalui ikhtiar itu, Unnes tak hanya menjaga reputasi
sebagai lembaga pendidikan pencetak guru, tetapi bersama pemerintah berupaya
solutif dan meneguhkan pendidikan sebagai cita-cita nasional. Atas upaya itu pula,
LPTK harus mampu menyiapkan generasi muda untuk menghadapi tuntutan baru
masyarakat modern, bukan hanya jago kandang melainkan juga bisa memberikan
kebermanfaatan lebih luas. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar