Senin, 05 November 2012

Postur APBN 2013


Postur APBN 2013
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ;  Pengamat Ekonomi
SINDO, 05 November 2012



Dalam dua tahun terakhir, perekonomian global sangat dipengaruhi gejolak di Eropa. Krisis di Yunani,Portugal, Irlandia,dan Spanyol pada akhirnya memberikan pelajaran yang sangat penting bagi pemerintahan di seluruh dunia untuk mengatur dirinya secara lebih baik.

Yunani, misalnya, bahkan sejak Uni Eropa berdiri, sudah memiliki utang pemerintah yang besar sehingga melampaui 100% produk domestik bruto (PDB). Keadaan tersebut, yang meskipun sebetulnya telah melanggar Undang-Undang Dasar Pembentukan Uni Eropa yang disebut Maastricht Treaty, semula tidak menjadi suatu kekhawatiran yang besar.

Namun beberapa tahun lalu, utang pemerintah yang sebagian besar dibiayai obligasi, yang banyak dibeli dan dipegang oleh para investor maupun perbankan Eropa dan seluruh dunia, akhirnya menjadi suatu masalah serius pada saat terjadi penumpukan jatuh tempo yang besar. Dalam keadaan seperti itu, kepercayaan para investor, termasuk perbankan Eropa, goyah. 

Hal ini menyebabkan sumber pembiayaan Pemerintah Yunani maupun pemerintah negara Eropa lain yang terkena krisis tiba-tiba kering. Ini menyebabkan krisis di Yunani dan beberapa negara Eropa lainnya. Apa yang terjadi di Eropa memberikan pelajaran yang sangat penting kepada seluruh pemerintah di seluruh dunia untuk mengelola keuangan pemerintah dengan hati-hati. 

Dengan latar belakang inilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2013 yang telah disahkan dalam sidang paripurna DPR, 23 Oktober 2012 lalu,perlu kita apresiasi. APBN 2013 direncanakan akan menyebabkan defisit sebesar Rp153 triliun atau sekitar 1,65% PDB. 

Angka defisit sebesar ini dipandang aman karena masih dalam koridor yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2004 yang membatasi defisit APBN maksimal 3%.Undang-undang yang elemennya banyak mengacu pada Maastricht Treaty tersebut memang memberikan suatu garis besar yang pruden terhadap pengelolaan keuangan negara kita. Bahkan bisa diprediksi sejak awal bahwa dengan rencana defisit sebesar 1,65% PDB tersebut realisasinya nanti mungkin hanya akan sekitar 1% PDB. 

Hal ini dimungkinkan karena kemampuan penyerapan anggaran pengeluaran kita umumnya berada di sekitar 92–95% saja. Dalam APBN 2013, pertumbuhan ekonomi diasumsikan 6,8%. Banyak pihak skeptis dengan angka pertumbuhan sebesar itu.Secara pribadi saya berpendapat, angka pertumbuhan sebesar itu sangat bisa direalisasi dan bahkan dilampaui. 

Berdasarkan evaluasi yang saya lakukan, data PDB Indonesia sebetulnya banyak mengandung unsur underreporting sehingga sebetulnya PDB Indonesia lebih besar dari yang telah dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS). Saya siap untuk mendiskusikan hal tersebut jika lembaga statistik kita menginginkannya. Itulah sebabnya, saya sedikit menyayangkan bahwa asumsi semula pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8–7,2% tidak jadi diteruskan dan kita harus puas dengan pertumbuhan ekonomi 6,8%. 

Namun dengan sikap tetap bersyukur, saya berpendapat,pertumbuhan 6,8% tetaplah angka yang tinggi dan bahkan menempatkan Indonesia sebagai negara besar kedua yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi setelah China. Angka pertumbuhan sebesar itu pada dasarnya disumbang oleh tingginya pertumbuhan konsumsi dan investasi. 

Kontribusi perdagangan internasional dalam PDB Indonesia bahkan diperkirakan negatif karena terjadinya krisis global, tetapi sekaligus juga disebabkan terjadinya kebangkitan perekonomian domestik yang membawa dampak pada kenaikan impor.Peran APBN dalam arti besarannya tampak belum memberikan stimulus dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kendati demikian, stimulus yang besar telah disiapkan dalam bentuk insentif pada investasi baru yang dianggap sangat strategis dan penting bagi perekonomian Indonesia, bahkan juga dalam bentuk pemberian tax holiday hingga 10 tahun. Stimulus ini memang akhirnya akan terefleksi oleh besarnya investasi dalam PDB meskipun sebetulnya didorong oleh kebijakan pemerintah. 

Demikian juga pemberian fasilitas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang dinaikkan menjadi Rp24 juta hingga yang paling tinggi Rp30 juta per tahun. Ini berarti bagi para buruh maupun karyawan yang memiliki penghasilan per bulannya di bawah Rp2 juta sampai Rp2,5 juta per bulan akan terbebas dari pengenaan pajak. 

Kebijakan ini memberikan suatu peningkatan daya beli bagi masyarakat yang sangat luas sehingga dampaknya akan terjadi peningkatan pengeluaran dalam bentuk konsumsi dan investasi masyarakat.Kembali lagi, meskipun hal tersebut tidak muncul dalam stimulus fiskal secara langsung,kebijakan pemerintah tersebut juga akan mendorong pertumbuhan PDB lebih lanjut. 

Pada akhirnya sumbangan pemerintah pada pertumbuhan ekonomi lebih lanjut bertumpu pada alokasi APBN yang diberikan kepada daerah maupun peningkatan belanja modal. Sebagaimana dimaklumi, dewasa ini telah muncul pusatpusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah-daerah (new growth poles). Selain karena boom komoditas,terjadinya pusat pertumbuhan baru tersebut terutama didorong transfer ke daerah yang semakin besar. 

Untuk tahun 2013 mendatang, transfer tersebut bahkan mencapai Rp528 triliun. Jumlah ini memungkinkan pemerintahan daerah untuk memperoleh dorongan besar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi di daerah masingmasing. Bayangkan,Kabupaten Sintang, yang berada di jantung Provinsi Kalimantan Barat yang untuk mencapainya saja memerlukan perjalanan darat sekitar 7 jam dari Pontianak, memiliki APBD yang melampaui Rp1 triliun. 

Apalagi pemerintah daerah lain, terutama di Jawa, yang memiliki jumlah penduduk lebih besar. Oleh karena itu tidak mengherankan jika koran bergengsi dari Inggris Financial Times memuat bangkitnya kota-kota lapis ketiga Indonesia seperti Batam, Pekanbaru, Makassar,dan Pontianak. Kebangkitan pembangunan di daerah ini pada akhirnya menciptakan pasar yang semakin besar bagi industri manufaktur yang umumnya berada di Pulau Jawa. 

Sumber pertumbuhan lainnya adalah belanja infrastruktur yang untuk tahun mendatang ini akan mencapai lebih dari Rp200 triliun. Dengan jumlah tersebut, kita akan melihat selesainya pembangunan rel ganda Cirebon–Surabaya di akhir 2013.Dengan jumlah tersebut kita akan melihat dimulainya pembangunan ekspansi pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan utama lain yang akan membentuk Pendulum Nusantara. 

Dengan jumlah tersebut, ratusan atau bahkan ribuan kilometer jalan raya maupun pembangunan berbagai bandara bisa dilakukan.Yang sangat penting, angka tersebut dapat memberikan hasil yang setinggi-tingginya. Semoga APBN 2013 tersebut semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara besar dalam perekonomian global. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar