Senin, 05 November 2012

“Jalan Pintas” Memenangkan Partai Politik


“Jalan Pintas” Memenangkan Partai Politik
Jeffrie Geovanie ;  Sekretaris Majelis Nasional Partai NasDem
SINDO, 05 November 2012



Berpegang teguh pada visi, misi, dan platform merupakan keniscayaan bagi setiap partai politik. Pada saat yang sama, meraih kemenangan juga keniscayaan agar visi,misi,dan platform itu benar-benar bisa direalisasi. 

Maka kita bisa memahami mengapa banyak orang kecewa atau bahkan geram pada saat partainya tidak diloloskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikuti pemilu. Karena dengan tidak bisa mengikuti pemilu, tertutup sudah kesempatan untuk menang dan merealisasikan visi, misi, dan platform partainya. Namun perlu segera dicatat bahwa bagi partai politik yang dinyatakan lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu pun tidak akan serta-merta menjadi pemenang dan berhak mengisi lembaga legislatif.

Dalam tiga kali pemilu sepanjang era Reformasi, dari puluhan partai yang berkompetisi, hanya lima sampai tujuh partai yang bisa dikatakan sebagai “pemenang”, sedangkan yang lainnya gugur dan sebagian bahkan tidak berhak mengikuti pemilu berikutnya. Untuk menjadi pemenang, dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas, dan juga “keberuntungan”. 

Semua partai politik yang sudah dinyatakan lolos verifikasi masih harus melewati jalan berliku yang penuh onak dan duri,harus memasuki arena pertarungan dan kompetisi yang super ketat, dengan menerapkan berbagai strategi jitu untuk bisa meraih kemenangan. 

Beragam Jalan 

Bagaimana cara meraih kemenangan? Kata pepatah, banyak jalan menuju Roma. Artinya pada saat tujuan sudah ditetapkan, pasti akan banyak jalan menuju tujuan itu.Yang perlu dicermati, setiap jalan menuju suatu tujuan, secara garis besar selalu tersedia dua pola, yakni pertama, melalui jalan biasa yang medannya lebih sulit dan dengan jarak tempuh yang relatif panjang; dan kedua melalui “jalan pintas” yang biasanya lebih dekat meskipun tidak serta-merta lebih mudah ditempuh. 

“Jalan pintas”di sini sengaja saya beri tanda petik untuk menegaskan bahwa cara ini tak selamanya berkonotasi negatif. Ibarat dalam perjalanan memilih dua jalur, antara jalur biasa dan jalur tol, sama-sama diperbolehkan dan sah secara hukum. 

Begitu pun cara memenangkan partai politik,antara memilih jalan biasa dan jalan pintas, samasama diperbolehkan.Yang tidak diperbolehkan adalah jalan curang, yakni jalan menuju kemenangan yang ditempuh dengan cara-cara yang melanggar hukum. Jalan curang ini bisa terjadi kapan saja dan dimana saja,baik di jalur biasa maupun di jalur tol (jalan pintas). 

Secara konseptual/teoritis, strategi untuk memenangkan partai politik bisa dibaca dalam buku-buku yang secara khusus membahas tentang manajemen partai politik,tapi apa yang tertulis dalam buku belum tentu bisa direalisasikan, karena medan pertarungan partai politik ibarat belantara yang tidak mudah dirambah. Secara praktis, cara memenangkan partai politik bisa dicermati dari perjalanan partai-partai, terutama pasca reformasi,pada saat kompetisi berjalan lebih fair (dibandingkan dengan era Orde Baru). 

Di sini kita menemukan dua pola,yang pertama,dengan bertumpu pada penguatan infrastruktur partai yang dipadukan dengan konsolidasi sumber daya kader baik secara kuantitatif (penggalangan massa) maupun kualitatif (penanaman ideologi). Pola ini ditempuh oleh partai-partai yang umumnya memiliki basis ideologi yang kuat seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PDI Perjuangan, dan partai-partai lain yang berbasis agama. 

Pola kedua, dengan bertumpu pada kekuatan figur, baik figur nasional (untuk calon presiden) maupun figurfigur lokal (untuk calon legislatif). Untuk figur nasional, yang paling menonjol ditempuh oleh Partai Demokrat dan Partai Gerindra. Dalam kasus Partai Demokrat, sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara fantastis ikut mengatrol kemenangan partai secara nasional. Dan, meskipun tak sefantastis SBY, figur Prabowo Subianto juga ikut menunjang keberhasilan Partai Gerindra. 

Sementara untuk penguatan figur lokal, dalam batasbatas tertentu ditempuh oleh Partai Golkar, terutama pada era kepemimpinan Akbar Tandjung dengan menempatkan kader-kader terbaiknya di tiaptiap daerah pemilihan. Pola yang agak mirip juga ditempuh Partai Amanat Nasional (PAN) pada era kepemimpinan Soetrisno Bachir. 

Menghadapi Pemilu 2014 

Pola yang bertumpu pada kekuatan figur merupakan “jalan pintas” untuk memenangkan partai politik.Karena kemenangannya semata-mata bertumpu pada figur SBY, Partai Demokrat tampak limbung dalam menghadapi Pemilu 2014.Dalam sejumlah survei, perolehan suara dan posisinya akan turun drastis, dari partai pemenang menjadi partai papan tengah. 

Berkaca pada faktor SBY, kemunculan figur-figur baru sangat mungkin bisa mengatrol kemenangan partai yang mengusungnya. Dari figur-figur baru yang ada, untuk sementara ini, yang paling menonjol adalah sosok Joko Widodo (Jokowi). Setelah berhasil memenangkan Pemilukada Ibu Kota,popularitas Jokowi di tingkat nasional melonjak. Karena faktor Jokowi, dua partai, PDIP dan Gerindra yang mengusungnya dalam Pemilukada Jakarta, suaranya diperkirakan akan ikut terkatrol secara signifikan. 

Seperti sudah disinggung di atas, selain bertumpu pada kekuatan figur nasional, cara memenangkan partai politik juga bisa bertumpu pada kekuatan figur lokal, misalnya dengan menempatkan kader-kader yang berkualitas sebagai calon anggota legislatif.Dalam menghadapi Pemilu 2014, pola ini tengah diupayakan oleh Partai NasDem, dengan menjaring kader-kader berkualitas secara terbuka dan kompetitif. 

Dengan dukungan penuh dari mesin partai yang sudah dikonsolidasikan, kader-kader inilah yang kemudian akan bekerja keras memenangkan suara di daerah pemilihan masing-masing. Untuk jangka waktu panjang, dan untuk penguatan institusi partai, kita yakin, cara ini jauh lebih baik ketimbang semata-mata bertumpu pada figur nasional.Tentu akan jauh lebih efektif jika bisa mengombinasikan keduanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar