Rabu, 21 Agustus 2013

Pilgub Jatim Ditentukan Orang Madura

Pilgub Jatim Ditentukan Orang Madura
Redi Panuju  ;   Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi 
Pascasarjana Unitomo Surabaya
KORAN SINDO, 21 Agustus 2013


Pasangan Seokarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) dan Khofifah Indra Parawansa tentu belum bisa melupakan kenangan “melelahkan” dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur (Jatim) 2008 di Madura. 

Gara-gara tabiat pemilih warga Madura, Pilgub Jatim kala itu harus dihelat sampai tiga putaran. Penentunya benar-benar ditentukan oleh orang Madura. Mahkamah Konstitusi (MK) yang kala itu diketuai Prof Dr Mahfud MD (yang asli Madura) memutuskan untuk kemenangan KarSa. Akankah skenario seperti itu akan terulang kembali pada Pilgub Jatim 2013? Kalkulasi suara berdasarkan peta kekuatan politik, Madura justru menjadi semakin panas menjadi wilayah tarik-menarik antarcagub-cawagub. 

Kalau dulu polarisasinya ke dalam dua kutub (KarSa dan Khofifah- Mudjiono (Kaji)), sekarang terbelah menjadi tiga. Masuknya Said Abdulah mendampingi cagub Bambang DH tak pelak membelah wilayah Madura menjadi tiga. Bangkalan condong ke KarSa, Sampang dan Pamekasan ke Jempol, dan Sumenep ke Berkah. Namun, seberapa besar angka perolehannya sulit diprediksi karena dinamika opini publik saat ini begitu tinggi. 

Masingmasing calon sangat aktif menggunakan saluran komunikasi mempengaruhi pilihan (electability) masyarakat. Paling tidak dilihat dari sumber pemilih, orang Madura – yang tinggal di Pulau Madura maupun tinggal di luar pulau angkanya bisa menembus 10%. Bila Daftar Pemilih Tetap (DPT) Jatim 30 juta jiwa (angka dari KPU Provinsi Jatim 30.019.300 pemilih), sedang DPT dari seluruh Madura mencapai 3.007.526 jiwa. (persentasenya lebih dari 10%). 

Angka tersebut tersebar di Bangkalan (756.541), Sampang (711.260), Pamekasan (656.281), dan Sumenep (883.444). Orang Madura terkenal memiliki filosofi Rampak naong, beringin Korong (rindang dan teduh), sangat menjunjung tinggi harmonisasi kehidupan. Mereka memiliki solidaritas etnis luar biasa kuat. Untuk mencapai soliditas tersebut mereka memiliki mekanisme dari yang lembut (saling tolong-menolong, setia, dan melindungi), tapi bila diperlukan mereka tak segan menggunakan cara-cara tampak keras (seperti carok). 

Solidaritas etnis ini mengakibatkan terjalin empati di antara orang-orang Madura yang berada (bermukim) di luar Pulau Madura. Etnis Madura tersebar mulai dari Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Jember, Probolinggo, hingga Pasuruan. Bila digabung dengan pemilih di dalam Madura, maka jumlahnya sangat mungkin bisa menembus angka 18-20%. Tesisnya; barang siapa yang dapat mencuri hati orang Madura, sangat mungkin akan menjadi pemenang. 

Suara yang berasal dari wilayah Mataraman (mulai Mojokerto hingga Tulungagung dan Pacitan), tak pelak lagi akan menjadi perebutan dua kandidat antara pasangan KarSa (khususnya Pakde Karwo akan mendulang di daerah Madiun dan sekitarnya), sementara pasangan Bambang- Said akan mendapat dukungan loyalis tradisional PDIP, khususnya di daerah Madiun, Malang, dan sekitarnya. 

Jangan lupa pasangan Eggi Sudjana-M Sihat ternyata bergerak lebih intens di daerah Mataraman. Kelihatannya lebih mengarah ke pusat-pusat dukungan pasangan KarSa antara Mojokerto hingga Madiun. Berpotensi menggembosi perolehan KarSa dan Bambang-Said. Karena itu, suara di wilayah Tapal Kuda menjadi wilayah paling komplikasi dalam konstalasi memilih. 

Masalahnya adalah kematangan budaya politik masyarakat Madura belum terlalu siap memberikan evaluasi objektif terhadap para calon. Beberapa kasus kekerasan berlatar belakang agama di Madura menunjukkan bahwa semangat pluralisme belum menyertai sistem politik liberal. Kekerasan terhadap penganut Syiah menunjukkan masih rawan persoalan perbedaan di sana. 

Karena itu, perilaku pemilih pun masih sangat potensial mengikuti premis seperti melu grubyuk gak ngerti rembuk. Pada saatnya ada institusi-institusi yang menjadi penentu perilaku pemilih yang bersifat mediatif (menjembatani dan mengarahkan). Menurut Prof Dr Slichin Abdul Wahab, kiai dan klembun (kepala desa) merupakan sumber patronase paling kuat dibanding elite sosial lainnya. 

Bila situasinya seperti itu, pasangan KarSa sangat diuntungkan di Madura. Kegiatan Safarinya Gus Ipul ke pesantren-pesantren selama Ramadan menguatkan calon pemilih dari kalangan santri. Sementara Pakde Karwo menata dukungan melalui aparat desa. Peran Sekda Prov Jatim Dr Rasiyo sangat signifikan dalam menata jaringan ini. Karena itu, wajar bila diperpanjang jabatannya sampai pilgub selesai. Sementara pasangan Berkah tetap mengandalkan jaringan muslimatnya. 

Di mana peluang Said Abdulah? Sebetulnya Said Abdulah dapat menggarap kalangan blater, yakni orang-orang bebas dari kekuasaan tetapi mempunyai pengaruh sosial sangat kuat di tataran masyarakat Madura. Mestinya kampanye Said lebih fokus menggarap Madura, sementara Bambang DH menguatkan loyalis tradisional PDIP di wilayah Mataraman. Penetrasi Gubernur Joko Widodo (Jokowi) pekan lalu di Mataraman sebagai figur prominence belum signifikan karena waktunya yang terbatas. 

Jangkauan wilayah Jatim belum semua terjelajah. Begitu menentukan orang Madura dalam politik Jatim, tak heran bila ada salah satu tokoh asal Madura yang juga akan mencoba bertarung dalam Pilpres 2014. Pantaslah bangga menjadi orang Madura! ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar