|
Manuver Partai Demokrat (PD)
memalukan. Konvensi capres yang digelar dianggap tidak etis dan terkesan
akal-akalan. Mengakali agar partai yang terpuruk ini terdongkrak, dengan
kemasan seperti mencari calon pemimpin masa depan. Tak salah kalau bisa
pesertanya semakin banyak semakin baik, seperti kata Wakil Ketua Komite
Konvensi Taufiqurrahman Ruki.
Konvensi capres PD memasuki tahapan semi final. Komite sudah melayangkan undangan pada calon peserta. Ada banyak yang diundang, ada pula yang sudah melakukan wawancara. Sekretaris Komite Konvensi Suadi Marasabessy, menyebut calon yang diundang maksimal 15 orang. Taufiqurrahman Ruki bilang makin banyak makin baik.
Konvensi sebenarnya bukan hal baru di jagat politik kita. Partai Golkar yang memulai itu di era Akbar Tandjung. Konvensi dilakukan di internal partai dan yang dilibatkan juga kader partai itu sendiri. Ini langkah untuk menyeleksi kader terbaik yang akan diorbitkan untuk menempati posisi strategis.
Namun konvensi PD ini agak beda dan aneh. Partai mengundang siapa saja dan dari partai mana saja untuk ikut konvensi. Malah Jokowi dari PDIP juga diusulkan diundang tetapi menolak, serta Endriartono Sutarto dari Nasdem yang terpikat dan keluar dari partainya. Maka Rachmawati yang menggantikan posisi Endriartono sengit menuding PD tidak punya etika. Etika politik.
Tudingan PD tidak beretika memang benar. Sebab syarat ikut konvensi ini salah satunya adalah harus keluar dari partai asal peserta. Kalau begini syaratnya, mengapa kader partai lain diundang? Ini sama dengan PD melakukan intervensi, mengiming-imingi secara terang-terangan kader partai lain agar loncat pagar. Untuk itu konvensi ini menyulut pro-kontra. Tidak saja dari luar, tetapi juga dari dalam PD sendiri.
Dari dalam, kader PD, seperti Marzuki Alie merasa teranak-tirikan karena ikut membesarkan partai tetapi harus beradu dengan peserta lain yang hanya penumpang gelap. Sedang partai politik yang kadernya diambil menganggap PD melakukan pembajakan secara kasar. Awal buruk ini nampaknya yang akan memperpuruk PD di tahun depan. Ribut sendiri yang mungkin bisa tak terkendali.
Melihat gelagatnya, saya kok berkeyakinan nama capres PD yang akan dimunculkan 15 September nanti tidak tunggal. Itu agar banyak tokoh yang berkampanye untuk PD. Ujaran Mahfud MD tidak salah. Dia mensinyalir konvensi ini hanya sebagai strategi PD mencari juru kampanye sebanyak-banyaknya. Terus siapa dan bagaimana nasib capres hasil konvensi PD ini kelak?
Konvensi capres PD memasuki tahapan semi final. Komite sudah melayangkan undangan pada calon peserta. Ada banyak yang diundang, ada pula yang sudah melakukan wawancara. Sekretaris Komite Konvensi Suadi Marasabessy, menyebut calon yang diundang maksimal 15 orang. Taufiqurrahman Ruki bilang makin banyak makin baik.
Konvensi sebenarnya bukan hal baru di jagat politik kita. Partai Golkar yang memulai itu di era Akbar Tandjung. Konvensi dilakukan di internal partai dan yang dilibatkan juga kader partai itu sendiri. Ini langkah untuk menyeleksi kader terbaik yang akan diorbitkan untuk menempati posisi strategis.
Namun konvensi PD ini agak beda dan aneh. Partai mengundang siapa saja dan dari partai mana saja untuk ikut konvensi. Malah Jokowi dari PDIP juga diusulkan diundang tetapi menolak, serta Endriartono Sutarto dari Nasdem yang terpikat dan keluar dari partainya. Maka Rachmawati yang menggantikan posisi Endriartono sengit menuding PD tidak punya etika. Etika politik.
Tudingan PD tidak beretika memang benar. Sebab syarat ikut konvensi ini salah satunya adalah harus keluar dari partai asal peserta. Kalau begini syaratnya, mengapa kader partai lain diundang? Ini sama dengan PD melakukan intervensi, mengiming-imingi secara terang-terangan kader partai lain agar loncat pagar. Untuk itu konvensi ini menyulut pro-kontra. Tidak saja dari luar, tetapi juga dari dalam PD sendiri.
Dari dalam, kader PD, seperti Marzuki Alie merasa teranak-tirikan karena ikut membesarkan partai tetapi harus beradu dengan peserta lain yang hanya penumpang gelap. Sedang partai politik yang kadernya diambil menganggap PD melakukan pembajakan secara kasar. Awal buruk ini nampaknya yang akan memperpuruk PD di tahun depan. Ribut sendiri yang mungkin bisa tak terkendali.
Melihat gelagatnya, saya kok berkeyakinan nama capres PD yang akan dimunculkan 15 September nanti tidak tunggal. Itu agar banyak tokoh yang berkampanye untuk PD. Ujaran Mahfud MD tidak salah. Dia mensinyalir konvensi ini hanya sebagai strategi PD mencari juru kampanye sebanyak-banyaknya. Terus siapa dan bagaimana nasib capres hasil konvensi PD ini kelak?
Pertanyaan itu seperti teka-teki silang yang salah
pertanyaannya. Artinya tak akan bisa dijawab dan tidak akan benar jawabnya.
Sebab rumor yang berkembang telah menyediakan nama Pramono Edhi Wibowo sebagai
pemenang, didampingi cawapres Dahlan Iskan, Djoko Santoso, Dino Patti Djalal,
atau Gita Wirjawan. Untuk itu tidak perlu peras otak untuk menebaknya, apalagi
adu strategi agar memenangi konvensi ini. Jika begitu, apakah benar jabatan SBY
kelak akan mulus digantikan kader hasil konvensi ini?
Rasanya jangan terlalu jauh bermimpi. Mimpi memang indah, tetapi yang harus diingat, realitas yang busuk pun ternyata jauh lebih indah karena membumi. Begitu juga dengan suara perolehan PD serta produk konvensinya. Suara PD diprediksi akan tergerus di Pemilu tahun depan. Badai korupsi, bedol desa sebagian anggotanya, serta kinerja SBY di akhir jabatannya merupakan pangkal itu.
Dengan begitu, kalau ini mengemuka, maka suara PD akan mengalami penurunan yang signifikan. Itu artinya partai ini tidak punya kapasitas untuk mengusung jago. Kalaulah bisa, maka harus melakukan koalisi. Yang menjadi pertanyaan, adakah partai lain tertarik menerima ajakan PD, termasuk tawaran untuk menerima jago hasil konvensinya? Ini semua masih tanda tanya besar.
Untuk itu, jika prediksi ini mendekati kenyataan, maka riuh konvensi hari-hari ini sejatinya adalah muspro (mubazir). Itu bak pepatah rame ing pamrih sepi ing gawe. Ramai dengan kepentingan PD yang sedang berusaha membangun kembali citra, dan ramai oleh para tokoh yang sedang mencari panggung saja.
Konvensi capres PD ini memang masih sepi dengan kerja yang sebenar-benar kerja. Kerja untuk mencari pemimpin yang dibutuhkan rakyat, dan pemimpin yang diperlukan untuk membangun negeri tercinta. ●
Rasanya jangan terlalu jauh bermimpi. Mimpi memang indah, tetapi yang harus diingat, realitas yang busuk pun ternyata jauh lebih indah karena membumi. Begitu juga dengan suara perolehan PD serta produk konvensinya. Suara PD diprediksi akan tergerus di Pemilu tahun depan. Badai korupsi, bedol desa sebagian anggotanya, serta kinerja SBY di akhir jabatannya merupakan pangkal itu.
Dengan begitu, kalau ini mengemuka, maka suara PD akan mengalami penurunan yang signifikan. Itu artinya partai ini tidak punya kapasitas untuk mengusung jago. Kalaulah bisa, maka harus melakukan koalisi. Yang menjadi pertanyaan, adakah partai lain tertarik menerima ajakan PD, termasuk tawaran untuk menerima jago hasil konvensinya? Ini semua masih tanda tanya besar.
Untuk itu, jika prediksi ini mendekati kenyataan, maka riuh konvensi hari-hari ini sejatinya adalah muspro (mubazir). Itu bak pepatah rame ing pamrih sepi ing gawe. Ramai dengan kepentingan PD yang sedang berusaha membangun kembali citra, dan ramai oleh para tokoh yang sedang mencari panggung saja.
Konvensi capres PD ini memang masih sepi dengan kerja yang sebenar-benar kerja. Kerja untuk mencari pemimpin yang dibutuhkan rakyat, dan pemimpin yang diperlukan untuk membangun negeri tercinta. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar