|
Praktik ekonomi syariah di
Indonesia berbeda dengan di negara-negara lain. Perbedaan tersebut nampak dari
kekhasan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas lembaga yang memiliki kewenangan
mengeluarkan fatwa, yaitu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Jika di negara Timur Tengah memiliki fatwa sangat rigid, begitu juga
dengan Malaysia yang memiliki fatwa sedikit longgar. Sedangkan di Indonesia
merupakan pertengahan yang tidak terlalu rigid dan tidak terlalu longgar ketika
menerapkan ekonomi syariah.
Ada beberapa fatwa ekonomi syariah
yang tidak bisa diterapkan di Indonesia. Beberapa fatwa tersebut seperti
praktik bai al inah diperbolehkan di Malaysia dan tawarruq diperbolehkan di
Timur Tengah, sedangkan di Indonesia tidak diperbolehkan. Hal tersebut
bersumber dari hasil ijtihad ulama fiqih yang ada di Indonesia. Karena seperti
yang kita ketahui bahwa fiqih muamalah merupakan produk hukum yang bisa
berkembang sesuai dengan tempat dan zaman. Sehingga ada suatu produk hukum yang
bisa diperbolehkan di suatu tempat, dan ada pula suatu produk hukum yang tidak
diperbolehkan di suatu tempat.
Selain itu, ada perbedaan mendasar
dari setiap fatwa yang dikeluarkan oleh masing-masing negara. Perbedaan
tersebut terletak dari lembaga yang mengeluarkan fatwa itu sendiri. Di Timur
Tengah DSN ada di setiap perusahaan/lembaga keuangan syariah, di Malaysia DSN
hanya terdapat di bank sentral Malaysia (Bank Negara Malaysia), sedangkan di
Indonesia DSN ada di MUI.
Oleh karena itu, ekonomi syariah
yang diterapkan di Indonesia merupakan praktik ekonomi syariah yang memiliki
kekhasan atau punya corak tersendiri. Di mana nilai-nilai lokal (local wisdom/urf) yang tidak melanggar
syariah, bisa menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pembentukan suatu
fatwa. Sehingga sebagai ummat Islam, tidak usah mempertentangkan adanya
perbedaan fatwa halal-haram tentang praktik ekonomi syariah. Karena, apa yang
telah difatwakan tersebut merupakan hasil proses dari pakar-pakar yang kredibel
di bidang fiqih muamalah dan juga keuangan syariah.
DSN di MUI
Jika kita pikirkan secara seksama,
tentu menempelnya DSN di MUI berefek pada netralnya setiap fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN. Di mana tidak akan ada kepentingan (conflict of interest)
yang melatarbelakangi adanya setiap fatwa. Dalam arti, bahwa fatwa tersebut
benar-benar murni halal, dan terbebas dari rekayasa fiqih yang dibuat-buat demi
kepentingan industri pemesan fatwa.
Selain itu, DSN di Indonesia juga
memiliki fungsi utama untuk mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah
(LKS) agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini tidak hanya mengawasi bank,
akan tetapi juga lembaga-lembaga lainnya seperti asuransi, reksadana, modal
ventura dan sebagainya (Syafii Antonio:
2001).
Syafii Antonio menambahkan bahwa
fungsi lain dari DSN adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang
dikembangkan oleh LKS. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh
manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga
yang bersangkutan. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas untuk memberikan
rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan pada suatu Lembaga Keuangan
Syariah.
Menurut keputusan DSN No 01 Tahun
2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Majelis Ulama Indonesia, DSN bertugas sebagai
berikut. Pertama, menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya, mengeluarkan
fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan, mengeluarkan fatwa atas produk dan
jasa keuangan syariah, mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Selain itu, DSN dapat memberi
teguran kepada LKS jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan
yang telah ditetapkan. Jika lembaga tersebut tetap tidak mengindahkan teguran
yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang
berwenang seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk memberikan
sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh
tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan syariah.
Kekhasan
Kita harus bangga dengan adanya
kekhasan ekonomi syariah yang berkembang di Indonesia. Yang terpenting kekhasan
tersebut tidak melenceng dari rambu-rambu sumber hukum ekonomi syariah, yaitu
Al-Qur-'an dan al-sunnah. Sehingga semua hasil produk ekonomi syariah yang ada
di Indonesia terjamin kehalalannya.
Selain akad, ada juga perbedaan
lain dari kekhasan ekonomi syariah di Indonesia, yaitu adanya Baitul Maal Wa
Tamwil (BMT) yang berbadan hukum koperasi. Di mana lembaga ini menangani
masyarakat yang un-bankable. Sehingga dengan adanya lembaga ini, semua lapisan
masyarakat bisa terjamah oleh pembiayaan keuangan syariah.
Oleh sebab itu, ada beberapa hal
yang bisa dilakukan untuk menjaga kekhasan ekonomi syariah yang ada dan
berkembang di negeri ini. Salah satunya adalah tetap menjaga sinergi antara
pemberi opini syariah, dalam hal ini adalah DSN dengan regulator dan juga
operator LKS yang ada di Indonesia seperti Direktorat Perbankan Syariah BI,
Otoritas Jasa Keuangan, dan juga Kementrian Koperasi dan UKM khusus untuk BMT.
Diharapkan adanya sinergi antara
DSN dengan regulator dan juga operator LKS, akan tetap mampu menjaga kekhasan
ekonomi syariah yang ada di Indonesia. Sehingga akan menjadi salah satu
keunikan yang tidak akan ditemukan di negara-negara lain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar