|
AJANG kontes kecantikan Miss World akan diadakan
di Indonesia. Negeri kita tercinta bakal mendapat sorotan besar dunia.
Indonesia tidak hanya terkenal karena korupsi atau TKI, tetapi juga yang
positif; salah satu surga wisata dunia dengan keindahan alamnya. Setidaknya
akan ada dua kota dan satu pulau di Indonesia yang di-bookmark: Jakarta, Bogor,
dan Bali.
Inilah ajang Miss World yang ke-63, suatu kontes kecantikan yang awalnya sekadar kontes pesta pantai, kemudian beranjak ke lantai dansa. Seiring dengan kemajuan pertelevisian, kontes tersebut menjadi bisnis pertunjukan mendunia yang sangat besar -selain Miss Universe sebagai kompetitornya.
Satu yang mungkin di-highlight pada Miss World 2013 ini, tidak akan ada pertunjukan peserta menggunakan bikini. Padahal, bikini adalah hal yang sebenarnya menjadi pemandangan sehari-hari di pantai-pantai Bali.
Kecaman maupun penolakan atas diselenggarakannya Miss World di Indonesia terlihat mengundang kontroversi tersendiri. Bisa kita katakan bahwa ini merupakan kontroversi kedua terkait dengan perempuan dalam satu bulan terakhir. Kontroversi pertama, jelas usul agar diadakannya tes keperawanan kepada remaja putri yang ingin masuk ke sekolah SMA atau sederajat. Untuk soal itu, Menteri Pendidikan M. Nuh telah bersuara jelas; menolak.
Suara ''bulat'' bahwa tes keperawanan adalah ajang yang melecehkan atau setidaknya merendahkan perempuan, rupanya, telah tercapai. Tidak demikian halnya dengan ajang Miss World. Justru sebaliknya, bisa terbangun opini di publik bahwa ajang Miss World mendudukkan perempuan pada tempat yang terhormat.
Lebih jauh, kontes Miss World tidak hanya dikaitkan dengan didudukkannya perempuan sebagai duta perusahaan komersial (merek parfum, bedak, dan sebagainya) atau duta wisata suatu negara, tetapi juga gambaran betapa harkat perempuan diangkat ke tempat yang lebih tinggi. Sekalipun tidak dimungkiri bahwa ajang Miss World pada awal kemunculannya berfokus kepada keelokan fisik perempuan an sich, tetapi di tengah jalan sejumlah poin penilaian lain dimasukkan. Misalnya, kepribadian (personality), bakat, kemampuan bahasa, dan kepiawaian menyelesaikan soal yang dilontarkan oleh penguji (juri).
Lebih dari itu, kesan bahwa ini merupakan acara milik ''Barat'', tampaknya, diupayakan dihapus. Perempuan cantik tidaklah mesti yang digambarkan dalam keindahan Barbie, berambut pirang dan kilau mata kebiruan. Kesan tersebut, tampaknya, hendak dikoreksi dengan dipilihnya Agbani Darego, gadis yang berasal dari negara Benua Tanduk Rusa Nigeria. Dia tidak berambut pirang, juga tidak berkornea mata kebiruan. Dengan nanti ditonjolkannya kebaya, tentunya semakin kuat bahwa ini membawa pesan-pesan mendunia, dari Afrika hingga Asia, bukanlah gambaran hegemoni budaya Barat atas makna cantik fisik khususnya.
Bahwa ajang tersebut atau yang serupa dengan itu adalah bagian dari terangkatnya derajat perempuan sepatutnya masih perlu dipertanyakan. Memang, ajang itu akan menempelkan gambaran pemandangan-pemandangan eksotis alam yang hendak diperkenalkan, tetapi menjadikan perempuan sebagai pemantiknya adalah pertanyaan terbesar yang seiring dengan logika. Hal itu seperti menempatkan perempuan di samping motor atau barang jualan lain. Terlepas dari produk atau pemandangan alam memang bagus, apakah benar dengan seperti itu harkat perempuan-perempuan menjadi lebih terangkat di tengah-tengah kaumnya atau di tengah-tengah umat manusia?
Kita mengenal tokoh-tokoh besar dunia di berbagai bidang, sebut saja Ernest Rutherford (bapak fisika nuklir), Albert Einstein (sang genius), Isaac Newton (bapak teori gravitasi), Edward Jenner (penemu vaksin), Stephen Hawking (teoretikus black hole), atau B.J. Habibie (genius ilmu pesawat). Apakah kita mengenal siapa ibunda para tokoh tersebut?
Hanya terkadang menonjol karena suatu sikapnya dalam hal tertentu. Misalnya, ibunda Thomas Alfa Edison yang memilih menjadi guru bagi anaknya sendiri karena sang anak ditolak bersekolah dan dicap sebagai bodoh.
Jangan anggap ibu tokoh hebat itu seperti Halle Berry, aktris Hollywood yang pernah berkontes di Miss World. Jangan berharap pula seperti ratu ayu Angelina Sondakh atau Venna Melinda yang berpengalaman menjadi wakil rakyat di negaranya. Ibu-ibu tokoh besar dunia yang kita sebutkan di awal jelas sibuk dengan aktivitas utama sebagai ibu. Kita jarang menyorot itu. Tetapi, siapa bilang tugas itu, jika dilakukan sebaik-baiknya, tidak mulia dan berdampak besar bagi bangsa atau umat manusia?
''Perempuan itu tiang negara. Bila dia (perempuan) baik, baiklah negara itu. Tetapi, bila perempuan itu rusak, rusaklah negara itu.'' Tuturan hikmah tersebut masih relevan, bukan? ●
Inilah ajang Miss World yang ke-63, suatu kontes kecantikan yang awalnya sekadar kontes pesta pantai, kemudian beranjak ke lantai dansa. Seiring dengan kemajuan pertelevisian, kontes tersebut menjadi bisnis pertunjukan mendunia yang sangat besar -selain Miss Universe sebagai kompetitornya.
Satu yang mungkin di-highlight pada Miss World 2013 ini, tidak akan ada pertunjukan peserta menggunakan bikini. Padahal, bikini adalah hal yang sebenarnya menjadi pemandangan sehari-hari di pantai-pantai Bali.
Kecaman maupun penolakan atas diselenggarakannya Miss World di Indonesia terlihat mengundang kontroversi tersendiri. Bisa kita katakan bahwa ini merupakan kontroversi kedua terkait dengan perempuan dalam satu bulan terakhir. Kontroversi pertama, jelas usul agar diadakannya tes keperawanan kepada remaja putri yang ingin masuk ke sekolah SMA atau sederajat. Untuk soal itu, Menteri Pendidikan M. Nuh telah bersuara jelas; menolak.
Suara ''bulat'' bahwa tes keperawanan adalah ajang yang melecehkan atau setidaknya merendahkan perempuan, rupanya, telah tercapai. Tidak demikian halnya dengan ajang Miss World. Justru sebaliknya, bisa terbangun opini di publik bahwa ajang Miss World mendudukkan perempuan pada tempat yang terhormat.
Lebih jauh, kontes Miss World tidak hanya dikaitkan dengan didudukkannya perempuan sebagai duta perusahaan komersial (merek parfum, bedak, dan sebagainya) atau duta wisata suatu negara, tetapi juga gambaran betapa harkat perempuan diangkat ke tempat yang lebih tinggi. Sekalipun tidak dimungkiri bahwa ajang Miss World pada awal kemunculannya berfokus kepada keelokan fisik perempuan an sich, tetapi di tengah jalan sejumlah poin penilaian lain dimasukkan. Misalnya, kepribadian (personality), bakat, kemampuan bahasa, dan kepiawaian menyelesaikan soal yang dilontarkan oleh penguji (juri).
Lebih dari itu, kesan bahwa ini merupakan acara milik ''Barat'', tampaknya, diupayakan dihapus. Perempuan cantik tidaklah mesti yang digambarkan dalam keindahan Barbie, berambut pirang dan kilau mata kebiruan. Kesan tersebut, tampaknya, hendak dikoreksi dengan dipilihnya Agbani Darego, gadis yang berasal dari negara Benua Tanduk Rusa Nigeria. Dia tidak berambut pirang, juga tidak berkornea mata kebiruan. Dengan nanti ditonjolkannya kebaya, tentunya semakin kuat bahwa ini membawa pesan-pesan mendunia, dari Afrika hingga Asia, bukanlah gambaran hegemoni budaya Barat atas makna cantik fisik khususnya.
Bahwa ajang tersebut atau yang serupa dengan itu adalah bagian dari terangkatnya derajat perempuan sepatutnya masih perlu dipertanyakan. Memang, ajang itu akan menempelkan gambaran pemandangan-pemandangan eksotis alam yang hendak diperkenalkan, tetapi menjadikan perempuan sebagai pemantiknya adalah pertanyaan terbesar yang seiring dengan logika. Hal itu seperti menempatkan perempuan di samping motor atau barang jualan lain. Terlepas dari produk atau pemandangan alam memang bagus, apakah benar dengan seperti itu harkat perempuan-perempuan menjadi lebih terangkat di tengah-tengah kaumnya atau di tengah-tengah umat manusia?
Kita mengenal tokoh-tokoh besar dunia di berbagai bidang, sebut saja Ernest Rutherford (bapak fisika nuklir), Albert Einstein (sang genius), Isaac Newton (bapak teori gravitasi), Edward Jenner (penemu vaksin), Stephen Hawking (teoretikus black hole), atau B.J. Habibie (genius ilmu pesawat). Apakah kita mengenal siapa ibunda para tokoh tersebut?
Hanya terkadang menonjol karena suatu sikapnya dalam hal tertentu. Misalnya, ibunda Thomas Alfa Edison yang memilih menjadi guru bagi anaknya sendiri karena sang anak ditolak bersekolah dan dicap sebagai bodoh.
Jangan anggap ibu tokoh hebat itu seperti Halle Berry, aktris Hollywood yang pernah berkontes di Miss World. Jangan berharap pula seperti ratu ayu Angelina Sondakh atau Venna Melinda yang berpengalaman menjadi wakil rakyat di negaranya. Ibu-ibu tokoh besar dunia yang kita sebutkan di awal jelas sibuk dengan aktivitas utama sebagai ibu. Kita jarang menyorot itu. Tetapi, siapa bilang tugas itu, jika dilakukan sebaik-baiknya, tidak mulia dan berdampak besar bagi bangsa atau umat manusia?
''Perempuan itu tiang negara. Bila dia (perempuan) baik, baiklah negara itu. Tetapi, bila perempuan itu rusak, rusaklah negara itu.'' Tuturan hikmah tersebut masih relevan, bukan? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar