|
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia telah memberikan akreditasi pada 310 dari 593 lembaga bantuan hukum
yang terdaftar untuk melayani persoalan hukum warga tak mampu. Sebanyak 310 LBH
ini juga akan mendapatkan kucuran dana APBN dan APBD sebesarRp 40,8 miliar
untuk melakukan misinya.
Pemberian
bantuan hukum bagi warga tak mampu ini meliputi hukum keperdataan, hukum
pidana, dan hukum tata usaha negara baik melalui pengadilan (litigasi) maupun
di luar pengadilan (nonlitigasi).
Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memverifikasi dan memberikan
akreditasi pada 310 lembaga bantuan hukum (LBH) itu berdasarkan empat
pertimbangan, yaitu jumlah kasus dan kegiatan yang ditangani terkait orang
miskin, program bantuan hukum nonlitigasi, jumlah advokat yang dimiliki, serta
status kepemilikan sarana dan prasarana kantor.
Sertifikat akreditasi berlaku tiga tahun dan dapat diperpanjang.
Sertifikat akreditasi berlaku tiga tahun dan dapat diperpanjang.
Tanggung
jawab negara
Untuk
mengejawantahkan Pasal 34 UUD 1945 itu, Kemenkumham juga akan menyalurkan dana
bantuan hukum untuk menjamin akses keadilan bagi orang miskin melalui
Organisasi Bantuan Hukum (OBH) sampai akhir 2013. Setiap OBH yang lulus
verifikasi akan mendapatkan Rp 5 juta untuk penanganan 1 perkara. Pencairan
dana berlangsung ketika perkara selesai di persidangan dan ketika putusan sudah
dijatuhkan.
Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang BantuanHukum, Pasal 25
menegaskan, undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dengan
demikian, negara Republik Indonesia menjamin hak konstitusional setiap orang
untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.
Pemberian
bantuan hukum kepada warga negara miskin seharusnya dilakukan untuk memenuhi
dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang melindungi serta menjamin
hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan dan kesamaan di
hadapan hukum.
Jaminan atas
hak konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai sehingga
dibentuknya Undang-Undang tentang Bantuan Hukum ini menjadi dasar bagi negara
untuk menjamin warga negaranya, khususnya mereka yang miskin.
Penyelenggara
Kemenkumham
menjadi satu-satunya penyelenggara bantuan hukum yang memiliki kewenangan
membuat kebijakan, melaksanakan, anggaran, dan pengawasan. Melekatnya semua
fungsi tersebut tidak lazim dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik dan berpeluang menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
Dengan kondisi seperti itu, apakah ada jaminan bahwa implementasi dan
penyelenggaraan bantuan hukum mencapai sasaran?
Apakah kegiatan
verifikasi dan akreditasi OBH merupakan proses legalisasi organisasi bantuan
hukum atau sekadar prosedur untuk mendapatkan dana bantuan hukum dari
pemerintah?
Apakah
verifikasi dan akreditasi dapat membatasi hak masyarakat untuk memberikan
bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan? Bagaimana jaminan pemerintah
bagi organisasi bantuan hukum yang tidak ikut atau tidak lolos verifikasi dan
akreditasi?
UU Bantuan
Hukum menyebutkan empat elemen yang dapat memberikan bantuan hukum, yaitu
advokat, dosen, paralegal, dan mahasiswa hukum. Elemen tersebut dijamin menjadi
bagian dari kegiatan bantuan hukum dan mereka akan bekerja di bawah organisasi
bantuan hukum.
Maka peraturan
pemerintah tidak perlu lagi membatasi bahwa yang dapat memberikan bantuan hukum
hanyalah advokat, tetapi yang perlu dilakukan adalah memperjelas ruang lingkup
kerja masing-masing dalam memberikan bantuan hukum.
Faktor
birokrasi administrasi juga tidak dapat dipandang enteng sebagai salah satu
faktor yang ikut andil menghambat terciptanya proses peradilan yang sederhana,
cepat, dan biaya ringan.
Melihat adanya
beberapa kelemahan dalam KUHAP, birokrasi justru menjadi kunci terhambatnya
proses peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan sehingga perlu diubah.
Perlu seleksi ketat terhadap perkara agar tidak setiap perkara dapat dimintakan
banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Perlu
dipikirkan agar dalam kasus tertentu pemeriksaannya langsung ditangani
pengadilan tinggi tanpa melalui pengadilan negeri. Pemerintah diharapkan
memberikan kemudahan agar warga miskin dapat mengakses bantuan hukum tanpa
terhambat persoalan administratif. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar