Sabtu, 31 Agustus 2013

Mencari yang Terbaik

Mencari yang Terbaik
Ihwan Sudrajat ;  Staf Ahli Gubernur Jawa Tengah
SUARA MERDEKA, 30 Agustus 2013


ADAKAH orang yang tak menginginkan yang terbaik dalam hidup ini? Menjadi lebih baik adalah cita-cita semua orang. Realitasnya, hanya beberapa menjadi yang terbaik, dan tidak sedikit yang keluar dari yang direncanakan, menjadi tidak lebih baik. Banyak yang saat sekolah/kuliah kurang atau tidak diperhitungkan, jadi bahan olok-olok, justru lebih sukses dibanding yang selama sekolah punya prestasi belajar lebih baik.

Banyak pengusaha memulai usaha dengan modal terbatas tapi kemudian sukses. Namun tak sedikit orang bermodal besar, tidak mampu mengembangkannya, malah terlilit utang. Banyak dari kita tidak bisa menapaki karier atau kehidupan yang lebih baik karena hanya berkutat dengan ide. Dalam buku Midas Touch, Robert T Kiyosaki mengatakan bahwa bobot penting ide adalah paling kecil.

Banyak pengusaha punya ide bagus untuk produk baru tapi ia tidak menyadari dunia dipenuhi produk hebat, dan banyak di antaranya tak sampai ke pasar. Kalau pun sampai, produknya cepat mati. Banyak ide atau gagasan hebat lahir di dunia ini, yang kurang adalah orang yang bisa mewujudkannya. Kebanyakan dari kita menghabiskan waktu mengasah ide, membicarakan konsep, tapi sedikit yang berani ambil risiko, mengubah ide menjadi produk hebat.

Ide membangun Jakarta berwibawa dan manusiawi, nyaman dari kemacetan, aman dari banjir dan membuat lebih ramah bagi pejalan kaki telah lama disampaikan ke publik. Ide-ide tersebut menjadi blue print para perencana, disosialisasikan ke publik tetapi pengimplementasiannya sulit terwujud, bahkan dianggap mustahil.

Kini wajah Ibu Kota perlahan-lahan berubah, rumah-rumah kumuh di sekitar Waduk Pluit sudah berkurang, berganti taman cantik dan menjadi meeting point warga. Jalan di tengah Pasar Tanah Abang kini bisa dilalui hanya dalam waktu 2 menit, sebelumnya perlu waktu lebih dari 1 jam karena di tengah jalan dipenuhi PKL.

Kurang dari setahun memimpin DKI Jakarta, Gubernur Jokowi membuktikan ucapannya. Bagi sebagian orang, membenahi dua tempat itu mungkin dianggap hal kecil dibanding  membangun monorel atau subway. Tetapi Jokowi memilih menata dua tempat yang bersentuhan langsung dengan nasib dan rezeki banyak orang. Jokowi adalah  pemimpin yang dapat mewujudkan ide-ide, langkahnya ringan karena tidak ada kepentingan yang membebani.

Apa yang kurang dari birokrasi DKI Jakarta? Dengan APBD sangat besar (saat ini sekitar Rp 50 triliun), institusi-institusi pemprov tidak pernah meminta bantuan anggaran ke pusat. Pejabat DKI Jakarta pun mendapat remunerasi hampir sama besar dengan pejabat Kemenkeu. Menjadi pejabat sekelas lurah saja, kesejahteraannya membuat iri pejabat sekelas di daerah lain.

Kompetensi

Dengan kesejahteraan dan fasilitas lebih baik, aparatur DKI Jakarta tentu memperoleh peluang lebih besar dalam meningkatkan kompetensinya. Namun mereka perlu seorang Jokowi untuk mewujudkan gagasan-gagasannya. Jokowi telah melakukannya dengan baik sebagai pemimpin yang tahu dan bisa menggali kapasitas sumber daya di sekelilingnya untuk mencapai tujuan.

Saya teringat dengan doktrin yang diberikan dalam pendidikan militer yang menyatakan ’’tak ada prajurit yang buruk, yang ada adalah komandan yang buruk’’. Doktrin ini selalu diberikan dan diingatkan kepada perwira yang mengikuti pendidikan militer karena mereka akan menjadi komandan.

Mark Elliot Zuckerberg, keturunan Yahudi AS, adalah salah satu dari tiga pendiri Facebook. Pemuda berusia 29 tahun bersama kawannya, Dustin Moskovitz dan Chris Hughes, yang biasa mengotak-atik dan membongkar program, telah menghasilkan Face­book yang digunakan lebih dari 200 juta orang. Hasil pembongkarannya itu telah menghasilkan program baru yang lebih efektif, lebih tajam, dan tentu lebih bermanfaat.

Jokowi melakukan hal yang sama dengan birokrasinya, merombak garda terdepan yang melayani masyarakat, yaitu lurah dan camat. Tidak ada birokrasi yang protes, bahkan yang menduduki jabatan sekalipun. Mereka menerimanya dengan legawa karena itulah jiwa birokrasi melayani masyarakat dan mengabdi pada pimpinan, siapa pun dan berasal dari mana pun.

Gubernur Ganjar Pranowo tidak ketinggalan. Dia bahkan lebih berani, melelang jabatan sekretaris daerah provinsi. Jabatan tersebut strategis, eselon 1b, satu-satunya di daerah dan orang yang menduduki jabatan itu dianggap mendapat wahyu Allah Swt, orang Jawa bilang entuk pulung. Mereka yang punya kesempatan, dekat dengan pimpinan, siap berbuat apa saja untuk menjadi sekda provinsi karena jabatan itu adalah aset sangat bernilai.

Bila gagasan Ganjar melelang jabatan sekda provinsi terlaksana secara kompetitif, orientasi kepemimpinan demi kepentingan rakyat sudah mulai ia wujudkan. Dia tidak hanya mereformasi birokrasi tetapi merevolusi. Para pejabat level bawah harus siap menghadapi iklim kompetisi yang dalam lima tahun ke depan akan menjadi nuansa baru dalam karier birokrat.

Bagi birokrat profesional dan berdaya saing, ini momentum yang tak boleh dilewatkan. Pada era industri, di mana semua produksi berjalan dengan sistem, manusia tak begitu diperhatikan. Namun pada era informasi, manusia adalah kunci. Tak salah kalau gubernur yang baru itu menata wilayah kerjanya dengan mengawali menata manusia dan yang ditata adalah top level, yang mengarahkan birokrasi untuk menggerakkan pembangunan. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar