Rabu, 21 Agustus 2013

Pemuda dalam Pusaran Kebohongan

Pemuda dalam Pusaran Kebohongan
Eka Azwin Lubis ;   Staf Pusat Studi HAM Unimed
SUARA KARYA, 20 Agustus 2013

Generasi muda adalah the leader of the future. Makanya di tangan kaum mudalah nasib sebuah bangsa dipertaruhkan. Jika kaum mudanya memiliki semangat dan kemampuan untuk membangun bangsa dan negaranya, maka sesungguhnya semuanya itu akan kembali kepadanya. Hasil pembangunan dalam aspek apapun sebenarnya adalah untuk kepentingan dirinya dan masyarakatnya.

Tapi sebaliknya, apakah kaum muda masih bisa diharapkan jika mental yang mereka tunjukan jauh dari nilai etika yang menjunjung kasadaran bernegara sebab masih banyak sikap pemuda yang jauh dari nilai-nilai kejujuran. Agak rancu rasanya jika kita masih menganggap kaum muda merupakan kaum yang penuh potensi dalam mambawa bangsa ini menuju kesejahteraan.

Apalagi fakta yang sangat mengejutkan tentang tindak pidana korupsi kembali lagi terjadi di Indonesia yang kembali lagi melibatkan aktor politik yang berusia muda. Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei yang dilakukannya bahwa, publik kecewa terhadap kiprah politisi muda yang yang banyak melakukan penyimpangan dalam menjalankan tugasnya. Berbagai kasus korupsi yang melibatkan politisi muda satu persatu mulai terkuak ke permukaan.

Sangat mengecewakan jika hal ini terus menerus terjadi, buakan tidak mungkin kepercayaan publik akan menurun kepada kaum muda untuk memimpin negeri mengingat tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Bisa jadi pemuda tidak akan mendapat tempat lagi dihati mayoritas rakyat Indoneia yang beranggapan bahwa politisi muda hanya memikirkan bagaimana caranya untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya semasa menjabat sebagai anggota dewan untuk kesejahteraan mereka di hari tua nanti.

Diharapkan sekali bahwa pemuda harus segera sadar siapa dirinya yang seharusnya menjadi referensi bagi golongan tua dalam bertindak. Bukan malah bahu membahu dalam menjalankan praktik tindak pidana korupsi. Ada beberapa hal urgen yang tidak boleh dilupakan untuk membentengi moral kaum muda demi terjaganya kemurnian niat dalam menjalankan tugas yang telah diamanahkan rakyat agar tidak terkontaminassi dengan niat-niat jelek setelah mereka memasuki sistem pemerintahan.

Pertama, pendidikan dan dorongan. Pemuda yang berpendidikanlah pemuda yang berkarakter, tapi pendidikan yang telah didapat tersebut harus diimbangi dengan dorongan dari orang-orang terdekat agar hidup menjadi orang yang berguna bagi orang lain, tidak perlu bergelimangan harta, karena kebahagiaan bukanlah dinilai dari banyaknya harta.

Kedua, lebih banyak mentor. Tukar pikiran dengan orang lain terutama yang lebih tua dan berpengalaman merupakan satu tindakan bijak yang harus dijaga keberlangsungannya agar politisi muda tidak gamang dalam menghadapi lika-liku sistem politik.

Ketiga, dukungan rohani. Semua itu tidak akan berarti jikalau tidak didukung dengan iman yang kuat, sebab apa pun ceritanya yang menjadi benteng terakhir seseorang untuk bertindak jahat adalah kekuatan iman, maka dari itu apabila iman para politisi muda sudah kuat, layaknya mereka menyandang status kaum pembaharuan.

Sebab semakin besar harapan itu, semakin mudah publik kecewa. Publik telanjur diromantisasi oleh kiprah politisi muda yang mengubah zamannya, seperti lahirnya Budi Utomo, sumpah pemuda, perubahan rezim dari Orde Lama ke Orde Baru dan Orde Baru ke Orde Reformasi papar Adjie Alfariby, peneliti LSI.

Kegalauan Bangsa

Hak berpolitik memang merupakan hak bagi setiap insan manusia yang ada di dunia ini termasuk para artis, namun yang jadi persoalan adalah apakah mereka yang dicalokan dengan berbekal popularitas semata tanpa didukung kemampuan yang mumpuni layak untuk menjabat sebagai wakil rakyat yang sarat amanah. Sekali lagi disinilah dituntut kedewasaaan kita semua bahwa wakil rakyat bukanlah ajang cari makan, namun lebih sebagai wadah pengabdian untuk menyejahterakan hidup rakyat Indonesia.

Di lain pihak rakyat kita juga dituntut untuk lebih cerdas dan kritis dalam memilih wakil rakyat tanpa harus kehilangan rasa optimis demi perbaikan sistem demokrasi yang sehat dan tetap berorintasi pada kepentingan rakyat.

Jika pada kampanye nanti masih ada calon-calon legislatif yang doyan mengumbar janji palsu dan menabur uang disetiap kesempatan yang dia miliki, sesungguhnya itulah orang-orang yang tidak layak untuk dipilih dan diberikan amanah sebagai wakil rakyat. Jangan pernah terbuai dengan kebahagiaan sesaat karena uang yang mereka berikan, karena sesungguhnya mereka menganggap kampanye sebagai wahana investasi untuk mendapatkan hasil yang lebih besar lagi. Kita harus tetap menjunjung tinggi demokrasi yang sehat tanpa money politic demi kesejahteraan yang benar-benar terimplemenasi secara berkelanjutan.

Kepada para calon wakil rakyat yang akan bertarung pada pemilu 2014 mendatang, jangan terus menerus membodoh-bodohi rakyat dengan pola kampanye yang anda bangun dengan menghamburkan uang. Jangan pula suka untuk membohongi rakyat dengan janji-janji palsu yang selama ini manjadi andalan dalam merebut hati mereka.


Pada dasarnya apa yang dilakukan oleh calon wakil rakyat untuk menjadi wakil rakyat adalah sesuatu yang baik dan harus diikuti dengan niat yang baik pula tanpa harus menciderai sistem demokrasi yang telah terbangun selama ini. Anggota dewan bukanlah profesi baru yang menjanjikan materi yang didapat dengan mengorbankan rakyat, namun anggota dewan adalah amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan atas nama rakyat Indonesia. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar