Jumat, 07 Juni 2013

Bung Karno dan Juni

Bung Karno dan Juni
Soetjipto ;   Anggota Keluarga Besar Marhaenis (KBM), Tinggal di Semarang
SUARA MERDEKA, 05 Juni 2013


Tanpa bermaksud mengurangi arti penting bulan lain, bulan Juni mendapatkan perhatian khusus dari banyak orang. Bahkan ada yang menyebut ’’Bulan Bung Karno’’. Kenapa? Setidak-tidaknya ada tiga peristiwa penting yang mengaitkan Bapak Bangsa tersebut dengan bulan itu.

Soekarno lahir pada waktu fajar, 1 Juni 1901 sehingga ada yang menyebutnya Putra Sang Fajar. Dia memperkenalkan Pancasila pada 1 Juni 1945 ketika dalam sidang BPUPKI melalui pidato tanpa teks menjawab ketua badan itu, Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat, ’’Indonesia merdeka yang akan kita bangun nanti, dasarnya apa?’’  Tanggal 1 Juni itulah yang kini dikenal sebagai hari lahir Pancasila, dan Bung Karno sebagai penggali.

Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 berbeda dari Pancasila 18 Agustus 1945 yang kita kenal sekarang ini. Tetapi gamblang bahwa pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 mengilhami rumusan Pancasila 18 Agustus.
Terkait Pancasila, Bung Karno mengingatkan bahwa dirinya bukan pencipta karena menurutnya hanya ada satu Sang Pencipta, yaitu Allah swt. Bung Karno sekadar menggali mengingat mutiara-mutiara Pancasila sudah ada di bumi Indonesia sejak ratusan tahun lalu.

Kaitan Bung Karno dengan Juni yang lain adalah tanggal wafatnya. Ia presiden pertama, proklamator, pahlawan nasional, Bapak Marhaenisme, dan Penyambung Lidah Rakyat yang menghadap Sang Khalik pada 21 Juni 1970.

Maka tak mengherankan bila pada Juni ini banyak kegiatan dilakukan lembaga, parpol, ormas, atau kelompok masyarakat dengan beragam sebutan. Ada yang menyebut renungan, refleksi, diskusi, sarasehan, dan sebagainya.  

Malam menjelang 1 Juni lalu misalnya, ada renungan atau sarasehan menyambut peringatan hari lahir Pancasila, seperti dilakukan Keluarga Besar Marhaenis (KBM) dan organisasi seasas di berbagai kota di Jateng.

PDI Perjuangan, baik di pusat maupun di daerah, pada 1 Juni lalu menyelenggarakan upacara bendera memperingati hari lahir Pancasila. Lembaga sepenting  MPR tak mau ketinggalan, bekerja sama dengan UGM pada 31 Mei-1 Juni lalu menyelenggarakan kongres Pancasila.

Menjadi Teladan

Sejumlah rekomendasi dikeluarkan oleh kongres Pancasila tahun 2009 yang diselenggarakan UGM dan Mahkamah Konstitusi. Antara lain, perlunya peninjauan seluruh produk perundang-undangan yang tak sesuai dengan Pancasila dan nasionalisme Indonesia, melalui judicial review.

Juga perlu ada syarat tambahan dalam perekrutan pejabat negara/pejabat publik, yaitu harus Pancasilais. Selain itu, pendidikan Pancasila dilakukan secara sadar dan terencana pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Direkomendasikan pula 1 Juni sebagai hari  besar nasional dan diperingati secara nasional.
Kegiatan seperti renungan, sarasehan, diskusi, dan sebagainya diharapkan dalam kerangka peningkatan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila. Orang yakin akan kebenaran dan pentingnya Pancasila, baik sebagai dasar negara, ideologi negara, kepribadian bangsa, maupun cara hidup.

Bung Karno pernah mengingatkan jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (jas merah). Selengkapnya, ’’Jangan meninggalkan sejarahmu yang sudah, hai bangsaku, karena jika engkau meninggalkan sejarahmu yang sudah, engkau akan berdiri di atas vacuum, engkau berdiri di atas kekosongan, dan engkau lantas menjadi bingung, dan perjuanganmu paling-paling hanya akan berupa amuk, amuk belaka! Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap’’.

Generasi sekarang, tentu tak ingin bernasib seperti kera terjepit dalam gelap. Untuk itu banyak yang bisa dilakukan, termasuk sekadar mengajak semua elemen bangsa, terutama pemimpin untuk benar-benar  merawat dan menjaga Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Siapa pun yang merasa jadi pemimpin jangan melukai hati rakyat, jangan korup, tidak menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan, menjadilah teladan untuk semua bentuk kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar