Meneguhkan
Kurikulum Pendidikan Pancasila
Ali Usman ; Dosen Pancasila-Kewarganegaraan Fakultas
Sains dan Teknologi
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
|
MEDIA INDONESIA, 08 Juni 2015
BULAN Juni diperingati sebagai `Bulan
Soekarno', sebab pada bulan ini memiliki momen bersejarah bagi masyarakat
Indonesia. Pertama, pada 21 Juni 1970, sang proklamator berpulang keribaan
sang Pencipta. Kedua, tepat 1 Juni 1945, Soekarno memperkenalkan konsep
Pancasila pada pidato hari ke-4 Sidang BPUPKI I sebagai dasar negara.
Soekarno menjadi juru kunci dalam mengarsiteki basis epistemologi negara,
menegaskan arti penting persatuan, nasionalisme, permusyawaratan, dan yang
tak kalah penting dalam pidatonya itu selalu memompa semangat masyarakat
Indonesia untuk berjiwa optimistis dengan pekikan: merdeka!
Soekarno memang dikenal sebagai orator ulung
yang mampu membius alam bawah sadar pendengarnya untuk bergerak; ia sangat
terampil menyampaikan bahasa-bahasa `provokatif-positif', sampai-sampai suatu
waktu dalam pidato 24 September 1955 saat menyampaikan amanat di depan
Kongres Rakyat Jawa Timur di Surabaya, Soekarno mengatakan “Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan
orang Indonesia, warga negara Republik Indonesia berjumpa dengan warga negara
Republik Indonesia, pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang
Indonesia selalu memekikkan pekik ‘Merdeka’! Jangankan di surga, di dalam
neraka pun!”.
Dalam konteks itulah, pembelajaran Pancasila
di semua jenjang pendidikan menjadi sangat relevan dan perlu untuk terus
digalakkan. Di perguruan tinggi, misalnya, kurikulum Pancasila menjadi mata
kuliah umum dan wajib masuk ke dalam SKS. Hal ini tentu saja tidak
dimaksudkan sebagai bentuk doktrinasi ideologi Pancasila secara eksklusif—sebagaimana
pernah diterapkan oleh Orde Baru lewat P4—tetapi sebaliknya inklusif, yaitu
mempelajari segala aspek tentang Pancasila yang disertai dengan sikap kritis
dan transformatif.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas) Pasal 2 dan Pasal 3 dikatakan
bahwa “Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis, serta bertanggung jawab”.
Kehadiran kurikulum pendidikan Pancasila
berupaya menanamkan sikap kepada warga negara Indonesia umumnya dan generasi
muda bangsa khususnya agar pertama, memiliki wawasan dan kesadaran kebangsaan
dan rasa cinta Tanah Air sebagai perwujudan warga negara Indonesia yang
bertanggung jawab atas kelangsungan hidup bangsa dan negara; kedua, memiliki
wawasan dan penghargaan terhadap keanekaragaman masyarakat Indonesia sehingga
mampu berkomunikasi baik dalam rangka memperkuat integrasi nasional.
Ketiga, memiliki wawasan, kesadaran, dan
kecakapan dalam melaksanakan hak, kewajiban, tanggung jawab dan peran
sertanya sebagai warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter.
Keempat, memiliki kesadaran dan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia
serta kewajiban dasar manusia sehingga mampu memperlakukan warga negara
secara adil dan tidak diskriminatif. Kelima, berpartisipasi aktif membangun
masyarakat Indonesia yang demokratis dengan berlandaskan pada nilai dan
budaya demokrasi yang bersumber pada Pancasila. Keenam, memiliki pola sikap,
pola pikir, dan pola perilaku yang mendukung ketahanan nasional Indonesia,
serta mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan perkembangan zaman demi
kemajuan bangsa.
Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan
bernegara dapat diartikan sebagai suatu konsensus warga negara tentang
nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara. Pancasila
sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, adat, dan lain
sebagainya. Karena itu, sebagai generasi bangsa, menolak Pancasila, berarti
tidak menghargai jasa-jasa pahlawan, founding
fathers kita; sebagai umat muslim, jika kita menolak Pancasila berarti
mengingkari keputusan para tokoh muslim yang juga ikut terlibat dalam
perumusannya.
Pancasila merupakan `perjanjian luhur', sebuah
`piagam' yang harus dihormati dan dijalankan, sebagaimana perintah dalam
agama Islam awfu bi al-'uqud
(jalankanlah apa yang sudah menjadi kesepakatan/perjanjian) (QS AlMaidah: 1).
Pancasila dapat dipahami sebagai `perjanjian suci' yang disepakati oleh founding fathers yang harus ditaati
segenap rakyat--sebagaimana dalam peradaban Islam dikenal `Piagama Madinah',
dan oleh M Yamin, pada perumusan awal Pancasila disebut `Piagam Jakarta'.
Pancasila dikenal sebagai ideologi terbuka. Bukanlah
itu berarti bahwa nilai dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar
yang lain. Jika itu terjadi, sama artinya dengan meniadakan Pancasila atau
meniadakan identitas/jati diri bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi
terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar daripada Pancasila itu dapat
dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan
perkembangan zaman.
Sebaliknya, Pancasila tidak menjadi semacam
ideologi yang tertutup atau kaku yang hanya bersifat doktriner seperti halnya
yang terdapat pada negara yang berpaham otoriter, di samping juga bukan
sebagai ideologi yang bersifat utopia atau hanya terdapat dalam angan-angan
belaka, melainkan bahwa ide-ide atau gagasan-gagasan dasarnya tersebut dapat
dilaksanakan. Pancasila mencerminkan ciri ideologi pada umumnya, yang
mempunyai derajat tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
Padmo Wahjono (1999) memberikan arti pandangan
hidup ini sebagai `prinsip' atau asas yang mendasari segala jawaban terhadap
pertanyaan dasar, yakni untuk apa seorang itu hidup? Pandangan hidup
berkenaan dengan sikap manusia di dalam memandang diri dan
lingkungannya.Hubungan antara kehidupan individu atau kelompok yang satu dan
kelompok lainnya melahirkan suatu pandangan hidup bangsa.
Pandangan hidup bangsa dapat didefinisikan
sebagai segenap prinsip dasar yang dipegang teguh suatu bangsa, guna
memecahkan berbagai persoalan kehidupan yang dihadapinya (Al Marsudi, 2003: 5). Pancasila
disebut sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, karena nilai-nilai yang
terkandung dalam silasilanya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan bangsa Indonesia.
Artinya, Pancasila dipergunakan sebagai
petunjuk hidup sehari-hari, dan dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan
dengan norma-norma kehidupan, baik agama, kesusilaan sopan santun, maupun
norma hukum yang berlaku. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar