Lagu dan Agama
Bandung Mawardi ; Esais
|
KORAN TEMPO, 26 Juni 2015
Pada 1934-1936,
Sukarno sering berkorespondensi dengan A. Hassan mengenai agama. Di Endeh,
Flores, Sukarno mendapat kiriman buku-buku dari A. Hassan di Bandung. Sukarno
mulai tekun membaca dan menulis artikel-artikel bertema Islam. Pemikiran
Sukarno tentu tak searah A. Hassan. Hubungan itu perlahan retak saat
tahun-tahun menjelang kemerdekaan. Perbedaan arah berkaitan dengan pemikiran
agama dan kebangsaan. Sukarno serius membesarkan nasionalisme bercap
Indonesia. Di seberang, A. Hassan rajin memberi kritik dan serangan atas
nasionalisme berdalih agama.
Serangan terhadap
nasionalisme mengarah ke bendera, lagu, patung, upacara, sistem pemerintahan,
dan akhlak pemimpin. Pada 1941, A. Hassan mengeluarkan buku berjudul Islam
dan Kebangsaan. Buku kecil berisi perlawanan atas pemikiran-pemikiran Sukarno
berkaitan dengan Islam dan Indonesia.
Kita simak pemahaman
A. Hassan mengenai lagu: "Orang Islam jang sebenarnja, orang jang
berakal waras, tidak perloe hormatkan lagoe jang tak hidoep, tak berakal, tak
tahoe menerima atau menolak penghormatan… kaoem kita meniroe segala sesoeatoe
perboeatan jang terbit dari Eropah dengan harapan, bahwa gaja-gaja dan
aksi-aksi luaran itoe bisa djadi kaki atau tangan boeat kemadjoean dan
kemerdekaan."
Kalimat-kalimat itu
merupakan sindiran kepada Sukarno sebagai penganjur pembuatan lagu-lagu
bertema nasionalisme, sejak masa akhir 1920-an. Gubahan lagu W.R. Soepratman
menjadi pilihan untuk membesarkan nasionalisme dengan memperdengarkan lagu
dalam rapat-rapat umum dan acara politik kebangsaan. Kita menduga sindiran
itu tak bergema atau memberi pengaruh besar. Pada masa 1940-an, lagu-lagu
kebangsaan malah semakin bertambah. Kaum pergerakan kebangsaan memilih lagu
sebagai propaganda dan penguatan demi pencapaian kemerdekaan. Lakon kemerdekaan
pun memuat lagu-lagu. Sejarah turut bergerak dengan lagu-lagu.
Namun, pada 1953,
terbit buku berjudul Lagu-lagu Sekolah Agama susunan Kasim St. M. Sjah. Buku
itu memuat 23 lagu. Penerbitan buku dipicu saran dan keluhan dari para guru
di pelbagai madrasah dan para pejabat di Djawatan Pendidikan Agama. Kasim
menerangkan: "…dibutuhkan njanjian-njanjian di sekolah-sekolah agama,
maka kami susunlah lagu-lagu ini, jang kata-katanja sebahagian besar
menggambarkan kebesaran agama Islam dan perdjuangan-perdjuangan Nabi besar
kita Muhammad s.a.w. berserta pengikut-pengikut beliau dan nabi-nabi lain
pada menegakkan agama Allah." Orang-orang diajak berlagu agar semakin
meningkatkan kemauan menjadi manusia mulia dan menghamba pada Tuhan.
Kini kemeriahan lagu-lagu
bertema agama di Indonesia sering memuncak saat Ramadan dan Lebaran.
Album-album lagu bercap religi sering diproduksi sebagai suguhan dakwah. Kita
tentu mengingat lagu-lagu Bimbo, Rhoma Irama, Hadad Alwi, Gigi, Opick, dan
Ungu sebagai para pelantun lagu-lagu religi. Kelompok musik Gigi dan Opick
bisa dianggap paling rajin dalam mengeluarkan album-album religi setiap
tahun. Agenda mengalami Ramadan mulai berkaitan dengan lagu-lagu yang
mengandung pesan-pesan agama. Kita pun sering melihat acara pengajian,
diskusi, atau buka puasa bersama menghadirkan para artis atau kelompok musik:
memberi "hiburan" bernuansa agama. Di Indonesia, lagu-lagu
memperindah dan mengajak ke renungan-renungan religius meski tak menampik ada
maksud hiburan dan komersial. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar