Berburu Kenikmatan Esoteris
EH Kartanegara ; Wartawan
|
KORAN TEMPO, 27 Juni 2015
Di ruang tamu yang
dipenuhi benda-benda antik itu, lima lelaki berumur 50-60-an tahun duduk di
kursi rotan, menyimak puisi-puisi epik yang dinyanyikan Ummi Kultsum melalui
piringan hitam (PH, vinyl). Suara penyanyi diva legendaris Mesir itu terasa
menggeletar dari pelat mono buatan 1950-an. "Itu suara asli (raw) yang
seperti langsung dari hati. Bukan suara polesan seperti yang kita dengar dari
CD digital," kata Kadir Sibli, tuan rumah, yang sejak remaja merasa
"dijodohkan" dengan sejumlah benda antik, termasuk piringan hitam.
Pengusaha tekstil itu
berulang kali menikmati musik rekaman dari pita kaset dan CD. "Tapi
'jodoh' selera saya ternyata ada pada PH," tuturnya. Menurut dia, ada
jejak kesejarahan benda-benda kuno atau antik yang memberi kenikmatan tak
tergantikan oleh barang-barang modern. Dalam bahasa penelaah jejak-jejak
bersejarah, Jonathan Black, selalu ada kenikmatan esoteris pada misteri
artefak-artefak para nenek moyang (The
Secret History of the World, 2007).
Ya, berburu kenikmatan
esoteris itulah rupanya salah satu alasan mengapa banyak pencinta musik
rekaman menggandrungi PH. Sedangkan para pencinta lama yang sudah telanjur
"berjodoh" dengan PH, seperti Kadir Siblis, misalnya, enggan
mengganti koleksi mereka dengan CD atau pita kaset.
Gitaris Led Zeppelin,
Jimmy Page, yang dikenal sangat teliti mengolah tiap elemen suara rekaman Led
Zeppelin di studio, menyatakan bahwa sampai kapan pun nature rekaman musik
ada pada vinyl, seperti sejak pertama ditemukan oleh Alexander Graham Bell
(1926). Alasannya, kata dia, karena nature pendengaran kita selalu menolak
untuk mendengarkan apa yang lebih dari yang mampu disajikan PH.
Singkat kata, menurut
dia, memahami keterbatasan merupakan kunci meresapi kenikmatan rekaman musik.
"Ada angka 10 di tombol pelantang suara, tapi kita tak akan menjadi
bodoh untuk mendengarkan musik dalam kapasitas penuh. Kuping kita paling
mahal untuk kita hancurkan, bukan?" tutur dia dalam sebuah wawancara
dengan Channel 4 News.
Dengan alasan
keterbatasan itu pula, Jonathan menengarai hanya jenis rekaman musik esoteris
yang paling nikmat diresapi melalui PH. Untuk jenis musik pop, misalnya, dia
memasukkan Bob Dylan, Grateful Dead, dan musik akustik yang dikembangkan oleh
fisikawan Robert Wyatt. Jenis-jenis musik dengan desibel yang tidak sampai
menusuk gendang telinga. Dari situ, kita bisa tahu mengapa album-album yang
relatif nyaman di telinga menyabet penjualan PH tertinggi (versi Amazon.com)
seperti Miles Davis, Radiohead, The Beatles, Pink Floyd, Taylor Swift, dan
Led Zeppelin.
Data penjualan vinyl
yang dikutip dari The Wall Street Journal menunjukkan perputaran pelat hitam
bakal makin kencang. "Untuk pertama kalinya dalam 20 tahun penjualan
vinyl melampaui sembilan juta keping," tulis The Wall Street Journal ,
mengutip data AC Nielson. Situs Billboard.com memuat kabar, album Abbey Road
The Beatles (1969) duduk di puncak penjualan (172 ribu keping) Billboard's
Top Vinyl Chart.
Sejak pasar pita kaset
sangat kusut dan penjualan CD jeblok, bisa dihitung dengan jari grup musik
yang mampu merilis seribu keping vinyl. Apa mau dikata, untuk menikmati
alunan musik lewat pelat Indonesia seharga Rp 300-400 ribu kelewat mahal
untuk rata-rata kita, bukan? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar