Seputar Politik dan Politikus
Pongki Pamungkas ; Penulis
|
KORAN TEMPO, 27 Juni 2015
"Secara alamiah, manusia adalah binatang politik" - (Aristoteles, filsuf Yunani).
Lumayan banyak orang
yang bercerita, tepatnya menggunjingkan, bahwa si Polan suka menakut-nakuti
orang lain. Kepada manajemen perusahaan, ia suka mendramatisasi banyak hal.
Misalnya, ia menyebutkan, masyarakat sekitar perusahaan A, salah satu anak
perusahaan, resah karena merasa tidak mendapatkan manfaat dengan adanya perusahaan
di wilayah yang bersangkutan. Untuk semua "ancaman" (hantu) itulah
Polan akan tampil dengan pelbagai "solusi"-nya. Ia yang akan
"membereskan" seluruh masalah yang ada. Dan demikianlah cara Polan
mendapatkan legitimasi atas posisi dan segenap kekuasaannya di perusahaan.
Gaya si Polan adalah
suatu gaya berpolitik yang, kalau kita ingat, pada zaman Orde Baru, terdapat
"hantu" yang selalu dimunculkan dalam konteks pertahanan dan
keamanan negara, yakni "aliran atau orang-orang yang berkaitan dengan
G-30-S PKI". Demikianlah, sebagaimana pernyataan berikut ini,
"Keseluruhan tujuan praktek politik adalah untuk memelihara masyarakat
tetap waspada (dan karenanya harus dipimpin secara aman) dengan menunjukkan
ancaman-ancaman dengan serial kisah-kisah 'hantu' yang sesungguhnya hanya
imajinatif ," kata H.L. Mencken, satiris Amerika.
Ada seorang kawan yang
berhasil menutupi perselingkuhannya dengan pelbagai cara yang hebat. Ia
selalu tampak santun dan setia kepada sang istri. Ia sangat perhatian dan
penuh kasih kepada anak-anaknya. Ia mampu menutupi perselingkuhannya, yang
membuahkan dua orang anak dari istri keduanya, dengan sukses selama hampir 20
tahun. Ia memiliki gaya "politik" yang hebat, sukses, dan
aman-tenteram dalam mengarungi dua wilayah kehidupannya. "Politik adalah
perang tanpa pertumpahan darah, sementara perang adalah politik dengan
pertumpahan darah," kata Mao Zedong. Dalam kasus ini, tak perlu kita
pertanyakan soal moralitas yang ada dalam dirinya.
Serupa dengan kawan
yang hebat itu, di tengah pelbagai kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyat, di
dalam ayunan berita mengenaskan tentang ratusan orang yang kurang gizi di
Nusa Tenggara Timur, para wakil rakyat di DPR tak malu untuk terus
memperjuangkan dana sebesar Rp 20 miliar per anggota atas nama program
"dana aspirasi dapil". Idem dito, jangan tanyakan soal moralitas
dalam soal-soal seperti ini. Karena, "Politik tidak ada hubungannya
dengan moral," kata Niccolo Machiavelli, politikus dan filsuf Italia
Zaman Renaissance, abad ke-15.
Acap kali kita bisa merasa
sangat bodoh karena terbitnya pelbagai putusan pra-peradilan, atas nama hukum
dan keadilan, yang bervariasi atas kasus serupa. Logika mana yang benar dalam
soal-soal ini? Atas nama jabatan yang dipegangnya, seorang menteri bisa
menyatakan bahwa ada "kelompok rakyat yang tidak jelas" (Ia
menisbikan suatu kelompok rakyat yang "berseberangan"). Atas nama
jabatan pula, seorang menteri lain menyatakan surat rekomendasi penugasan
yang disampaikannya kepada instansi-instansi lain adalah hal yang biasa saja (Ia
menolak itu disebut sebagai katebelece, suatu rekomendasi untuk
mempengaruhi).
Kebodohan dalam
kehidupan sehari-hari memang tak dapat dihindari, termasuk dalam bidang
politik. Bahkan Napoleon Bonaparte menyatakan, "Dalam politik, kebodohan
bukanlah suatu handicap (masalah)." Kebodohan adalah hal yang jamak di
mana-mana. Bahkan secara sarkastis dikatakan, "Politik adalah suatu seni
untuk mencari-cari masalah, menemukannya di mana-mana, mendiagnosisnya secara
tidak benar dan menerapkan penyelesaian yang keliru," kata Groucho Marx,
komedian dan bintang film populer Amerika pada awal 1900-an.
Pandangan miring
terhadap kancah politik juga tertuju kepada pelakunya. William Randolph,
seorang tuan tanah di Virginia, berasal dari Inggris pada abad ke-17, menuturkan,
"Politikus adalah orang-orang yang akan melakukan apa pun untuk
mempertahankan posisinya, termasuk melakukan hal-hal yang patriotik."
Melakukan hal-hal yang "patriotik" adalah langkah terakhir dan
terpaksa yang dilakukan oleh para politikus, kurang-lebih demikian maksud
Randolph.
Pandangan miring
terhadap politikus juga dikemukakan oleh seorang politikus, sebagai berikut:
"Amerika Serikat menyombongkan diri soal sistem politik mereka. Tapi
dalam prakteknya, presiden mengatakan sesuatu pada masa pemilihan, sesuatu
lain manakala menjabat, sesuatu lain pada saat pertengahan jabatan, dan
sesuatu lain lagi pada saat akhir jabatannya." Itu adalah komentar Deng
Xiaoping, politikus, pemimpin besar Cina modern.
Simak juga pandangan
tokoh ini. "Di balik setiap batu tersembunyi politikus," kata
Aristophanes, dramawan dan penyair Yunani abad ke-4 SM. Ucapan ini
menyiratkan bahwa politikus itu ada di mana-mana. Dan demikian tampaknya,
kita semua pada dasarnya adalah politikus, sebagaimana kata Aristoteles, seorang
filsuf yang juga asal Yunani, "Secara alamiah, manusia adalah binatang
politik." ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar