Mobilisasi Dana Dalam Negeri
Nugroho SBM ; Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB)
Universitas
Diponegoro
|
SUARA MERDEKA, 13 Juni 2015
SAAT ini, ekonomi
Indonesia lebih banyak bergantung pada dana dana asing, yang bisa ditunjukkan
lewat beberapa indikator. Pertama; tahun 2015 kepemilikan asing di pasar
saham mencapai 64,3%.
Kedua; hal sama
terjadi di pasar obligasi, 70% transaksi dilakukan pemilik modal asing.
Ketiga; dominasi asing di pasar Surat Utang Negara (SUN) ditunjukkan oleh
besarnya transaksi, yaitu Rp 507,6 triliun atau 38,6% dari total SUN per
April 2015. Celakanya, ada kecenderungan uang milik pemodal asing itu makin
lama makin berubah bentuk menjadi ”uang panas”.
Semestinya, ekonomi
yang baik meskipun bergantung pada dana milik asing, dana itu seiring
berjalannya waktu makin ditempatkan dalam bentuk investasi asing langsung
atau penanaman modal asing (PMA). Tahun 2014 modal asing yang masuk sebagai
PMA tercatat 25,686 miliar dolar AS. Jumlah ini meningkat dibanding tahun
2013 sebesar 23,407 miliar dolar AS. Namun dana asing yang masuk sebagai
”uang panas” atau investasi portofolio juga meningkat lebih besar.
Kalau tahun 2013 dana
asing dalam bentuk investasi portofolio 12,148 miliar dolar AS maka tahun
2014 meningkat drastis jadi 23,407 miliar dolar AS atau meningkat hampir 100%
dan makin mendekati investasi asing langsung atau PMA. Ketergantungan
terhadap dana asing tersebut membuat ekonomi Indonesia sangat berisiko.
Selain itu,
kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menjadi
beban tersendiri mengingat beban impor dan utang luar negeri masih tinggi.
Per Februari 2015, utang luar negeri Indonesia 298,888 miliar dolar AS,
terdiri atas utang pemerintah 134,755 miliar dolar AS dan swasta 164,133 miliar
dolar AS. Sebenarnya potensi dana milik orang Indonesia cukup besar.
Survei Mac Kinsey dan
Mandiri Institute menunjukkan dana warga kita yang diparkir di Singapura 200
miliar dolar AS, dan 150 miliar dolar AS di antaranya ditempatkan di aset
keuangan. Ini sebenarnya potensi sangat besar untuk menggantikan
ketergantungan pada dana asing yang berisiko tinggi.
Ada dua kebijakan yang
bisa diambil berkait fenomena tersebut. Pertama; mengubah dana asing dari
investasi portofolio ke investasi langsung. Kedua; memobilisasi dana dalam
negeri guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan awal yang
bisa diambil adalah bagaimana mengubah dana asing dari investasi portofolio
atau ”uang panas” menjadi investasi langsung. Untuk itu dibutuhkan kebijakan
agar pemilik dana asing lebih tertarik menanamkan modal berupa investasi
langsung, dan bukannya investasi portofolio.
Pembebasan Pajak
Pertama; ada arah
kebijakan ekonomi yang membuat investor nyaman menanamkan modal, dan ini
sudah dilakukan pemerintahan Jokowi-JK. Kedua; pembangunan infrastruktur
secara besar-besaran perlu dipercepat.
Bila perlu mengubah
kebijakan yang menghambat meski bertujuan baik semisal mencegah korupsi.
Ketiga; memberantas praktik ekonomi biaya tinggi dalam bentuk pungutan resmi
dan tidak resmi, terutama di daerah.
Kebijakan lain adalah
memobilisasi dana milik warga Indonesia yang selama ini ”menganggur” dan
diparkir di luar negeri. Bagaimana memulangkan dana tersebut semisal dengan
membebaskan pajak andai dana itu ditanam sebagai tabungan atau deposito.
Setelah dana itu pulang, bagaimana mendorong dana itu jadi investasi
langsung.
Langkah lain adalah
melakukan pendalaman di sektor keuangan (financial
deepening) dengan menawarkan berbagai instrumen keuangan alternatif untuk
masyarakat agar dapat menempatkan dananya, selain cara tradisional seperti
tabungan dan deposito. Dangkalnya sektor keuangan Indonesia terlihat pada 77%
aset sektor keuangan ada di perbankan. Itu pun lebih dari separuh penduduk
belum memiliki rekening tabungan dan hanya 17% penduduk meminjam kredit dari
bank.
Padahal ada pasar
modal dan pasar surat utang yang menawarkan alternatif. Pihak pemerintah di
pasar modal perlu menciptakan instrumen baru seperti obligasi dengan berbagai
termin waktu jatuh tempo. Kebijakan bank tanpa kantor (branchless banking), uang elektronik atau uang nontunai, dan
lain-lain perlu diteruskan. Dengan berbagai langkah itu maka dana milik warga
Indonesia bisa dimobilisasi dan ditransmisikan ke sektor riil sehingga
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar