Jumat, 12 Juni 2015

Islah Setengah Hati Golkar

Islah Setengah Hati Golkar

FS Swantoro  ;  Peneliti dari PARASyndicate Jakarta
SUARA MERDEKA, 11 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

SEMUA pihak harus mengakui peran aktif yang besar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga mantan ketua umum Partai Golkar, di balik islah Partai Beringin, baru-baru ini. Perannya itu telah menyelamatkan Golkar untuk ikut pilkada serentak pada 9 Desember 2015. Dalam kesepakatan islah itu ada empat poin penting yang diteken ketua umum-sekjen dari kubu Agung dan Ical. Pertama; setuju mendahulukan kepentingan Golkar ke depan sehingga ada calon pemimpin yang diajukan dalam Pilkada 2015. Kedua; tiap kubu membentuk tim penyaringan calon pemimpin yang diajukan secara bersama di daerah dan selanjutnya diajukan dalam pilkada. Ketiga; calon yang diajukan Golkar harus memenuhi kriteria yang disepakati bersama oleh kedua kubu. Keempat; terkait keabsahan siapa yang menandatangani pendaftaran calon pimpinan daerah untuk pilkada yang nantinya diserahkan ke KPU. Lantas, apakah islah ini hanya demi Pilkada 9 Desember 2015 yang bersifat sementara? Artinya islah tersebut masih setengah hati. Mengapa tidak dibuat islah permanen demi jangka panjang?

Adalah spesialisasi JK mendamaikan dua kubu yang berkonflik sehingga ia pun patut mendapat apresiasi dari banyak pihak. Selain itu, islah merupakan cermin bening kedewasaan politikus Golkar. Baik dari kubu Agung maupun Ical bisa menghilangkan ego masing-masing. Pola islah model Golkar ini akan diikuti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang sekarang memiliki dualisme kepemimpinan, kubu Muktamar Jakarta dipimpin Djan Faridz dan kubu Muktamar Surabaya dipimpin Romahurmuziy, hingga JK pun dimintai tolong mengislahkan.

Kisah sukses JK mendorong perdamaian di Aceh, Ambon, dan Poso, kini dipraktikkan dalam mendamaikan dua kubu di internal Golkar. Namun dua kubu di Golkar sebaiknya melakukan islah permanen usai Pilkada 9 Desember 2015. Setelah islah, hendaknya menggelar munaslub guna membentuk kepengurusan baru DPP yang sah. Upaya itu tentu tidak mudah mengingat islah yang sekarang terjadi hanya ‘’sekadar syarat’’ bisa ikut pilkada serentak. Golkar harus mengupayakan islah permanen tanpa menyisakan konflik internal, baik di pusat maupun daerah seperti terjadi dalam musda di Bali, belum lama ini.

Peluang islah permanen bergantung dari kemauan politik masing-masing pimpinan kedua kubu yang berseteru. Jika kedua kubu bersikukuh pada egonya masing-masing, islah yang telah difasilitasi JK tidak akan bertahan lama. Islah permanen menjadi keharusan demi masa depan Golkar supaya kandidat kepala daerah dari Partai Beringin tidak lari ke partai lain. Masa Depan Kesepakatan islah itu telah diteken Aburizal Bakrie-Idrus Marham dan Agung Laksono-Zainuddin Amali. Jusuf Kalla sebagai saksi penandatanganan islah, berharap kedua kubu kembali bersatu. Dalam islah tersebut JK memberi sambutan bahwa Golkar bukanlah partai masa lalu melainkan partai masa depan sehingga ia ingin melihat Golkar tetap eksis. Hingga kini Golkar punya jutaan kader dan ribuan calon pemimpin.
Itu sebabnya mengapa JK menyatukan mereka untuk secara bersama-sama mengangkat pemimpin di kabupaten/kota yang akan ikut pilkada serentak. Ical berterima kasih kepada JK yang menengahi konflik hingga tercapai islah supaya semua daerah dapat mengusulkan calon untuk gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing. Islah itu juga memunculkan kesan para elite Golkar dewasa, sikap yang langka dalam perpolitikan nasional belakangan ini. Selain penandatanganan islah, Golkar juga menyepakati kesepakatan berikutnya yang lebih berjangka panjang dilakukan.

Perbedaan yang ada dari kubu Agung atau Ical akan diserahkan kepada lembaga hukum dan biarlah pengadilan yang memutuskan mana yang benar agar dalam pilkada serentak partai itu bisa mencalonkan kader terbaiknya. Ke depan Golkar harus bisa kembali menjadi partai politik yang kuat dan disegani partai lain. Agung menekankan bahwa kesepakatan islah merupakan format tepat untuk menyelesaikan konflik internal. Format ini sangat tepat sehingga Golkar dapat mengikuti seluruh agenda politik nasional. Tetapi karena waktunya terbatas, islah itu lebih bersifat awal dan masih banyak yang harus diselesaikan secara tuntas untuk jangka panjang. Agung yakin islah ini merupakan bentuk komitmen kedua kubu supaya tidak mengganggu kader Golkar di daerah yang ingin maju dalam pilkada. Untuk itu islah tak boleh setengah hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar