Senin, 08 Juni 2015

Bung Karno

Bung Karno

Trias Kuncahyono  ;   Penulis kolom “Kredensial” Kompas Minggu
KOMPAS, 07 Juni 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Kafe Insomnia, suatu hari di tahun 2011. Kafe yang berdiri di sisi perempatan Jalan Strahinjica Bana 66a, Beograd, Serbia, itu tidak besar. Gedung kafe ini berlantai dua. Di lantai bawah, ada sekitar 20 kursi, demikian juga di lantai atas. Namun, di ruang kecil itu, nama besar Bung Karno bergaung begitu keras.

”Ah, Anda dari Indonesia,” ujar Miroslavic begitu ramah. Lelaki kelahiran tahun 1942 yang pernah memiliki percetakan kertas undangan dan tanggalan itu lalu dengan lancar bercerita tentang Soekarno.

”Coba di zaman sekarang ini muncul kombinasi pemimpin seperti (Josip Broz) Tito, Soekarno, (Gamal Abdul) Nasser, (Jawaharlal) Nehru, dan siapa lagi itu yang dari Ghana, saya lupa, pasti hebat sekali.”

”Saya masih ingat saat Soekarno mengunjungi Beograd. Saya masih kecil. Soekarno sahabat Tito. Waktu itu, kami berdiri di pinggir jalan sambil melambai-lambaikan bendera kedua negara. Keduanya hebat,” tuturnya lebih lanjut.

Perjumpaan secara tak sengaja dengan Miroslavic itu semakin meyakinkan bahwa Bung Karno benar-benar tokoh besar. Ia pemimpin yang kebesarannya diakui tidak hanya oleh bangsanya sendiri, tetapi juga oleh bangsa lain.

Ia pemimpin yang memiliki visi tentang bangsanya; tentang persatuan dan kesatuan bangsa; tentang dasar negara; tentang cita-cita sebuah bangsa (gantungkan cita-citamu setinggi langit). Bung Karno gandrung akan persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu, ia selalu menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, dalam keadaan apa pun juga. Hal ini tercermin dari rumusan-rumusan konstitusi kita, dengan Bung Karno adalah salah satu founding father negara ini. Bersama Bung Hatta, Bung Karno adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia.

Salahuddin Wahid menulis Bung Karno adalah seorang pemikir hebat, pengetahuan dan wawasannya luas, penulis dan orator ulung yang mampu menjelaskan sesuatu yang berat dan rumit dalam tulisan dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti (Kompas, 29 Agustus 2000). Bila berbicara, Soekarno selalu memukau dan belum ada tandingannya hingga kini. Kepribadiannya menarik dan kharismatik.

Bung Karno adalah seorang pemimpin ideal. Bung Karno tidak gila harta. Relatif tidak ada harta dalam jumlah berarti yang ditinggalkannya. ”Soekarno memang tokoh besar. Anda, saudara-saudara kami dari Indonesia, harus bangga memiliki tokoh sebesar dan sehebat Soekarno, sama seperti kami memiliki tokoh besar Tito,” ujar Ljubodrag Dimic dari Universitas Beograd.

Tak ragu, karenanya, kalau mengatakan Bung Karno adalah pahlawan besar negeri ini. Simon Sebag Montefiore dalam Heroes, History's Greatest Men and Women (2009) menulis, kebajikan (virtue) pahlawan adalah keberanian, toleransi, dan sifat sepi ing pamrih, tidak mementingkan diri sendiri. Kepahlawanan menyangkut keinginan untuk mengambil risiko, baik untuk melindungi orang yang lemah maupun untuk mempertahankan kebebasan. Seorang pahlawan melakukan sesuatu lebih dari panggilan tugasnya. Ia memberikan seluruh hidupnya demi kebahagiaan orang lain dan mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

Simon Sebag Montefiore benar. Bung Karno memenuhi persyaratan itu meskipun Simon tidak memasukkan Bung Karno dalam daftar pahlawan di bukunya. Namun, yang lebih penting bagi bangsa Indonesia adalah ingat Bung Karno, berarti ingat akan semangatnya. Semangat untuk mempertahankan keutuhan seluruh wilayah tumpah darah Indonesia; Indonesia yang beragam baik suku, agama, budaya, etnik, maupun bahasa; Indonesia yang plural.

Masih adakah semangat seperti itu? Bagaimana mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa di zaman yang semakin kompleks dan disesaki bahkan dipenuhi oleh pelbagai kepentingan kelompok, golongan, dan partai yang saling bertabrakan ini? Itulah pertanyaannya sekarang.

Bung, apa jawabanmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar