Sabtu, 13 Juni 2015

Bela dan Beli Indonesia

Bela dan Beli Indonesia

Hasto Wardoyo  ;  Bupati Kulonprogo
JAWA POS, 12 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

TAHUN 2015 bagi bangsa Indonesia merupakan tahun ancaman sekaligus ujian yang sangat serius terhadap kemandirian dalam bidang ekonomi karena globalisasi dan perdagangan bebas, yang mau tidak mau, siap tidak siap, harus diterima. Banjir impor barang kebutuhan rumah tangga, yang lebih banyak, lebih murah, dan menarik, tidak bisa dihindari. Bangsa kita menjadi konsumen terbesar produk pertanian, industri elektronik (handphone), dan barang teknologi (mobil, motor) dari negara lain. Perbankan dalam negeri juga bisa dikuasai asing karena suku bunganya lebih tinggi daripada negara maju. Di sisi lain, dengan hadirnya barang-barang impor murah, masyarakat akan tambah konsumtif, kurang menabung, dan kurang produktif sehingga dalam keadaan krisis kurang memiliki daya tahan.

Kenyataan itu pernah diucapkan Bung Karno di harian Suluh Indonesia pada 1930, tentang ciri-ciri ekonomi negeri jajahan. Pertama, negeri dijadikan sumber bahan baku murah oleh negara penjajah. Kedua, dijadikan pasar untuk menjual produk industrinya. Dan ketiga, dijadikan tempat memutar uang negeri penjajah demi mendapatkan rente.

Kesiapan teknologi dan infrastruktur belum mampu bersaing di era globalisasi dan perdagangan bebas, waktu sudah habis ibarat ”kapal sudah mulai terbakar, penumpang harus loncat”. Tidak banyak pilihan cara untuk mengatasi ketertinggalan itu, salah satu pilihannya adalah ”melawan teknologi dengan ideologi”, yang bisa dijadikan sebuah gerakan ideologis-nasionalis sebagai wujud rasa cinta dan kesetiaan kepada bangsa dan negara. Praktik ideologi tersebut bisa dengan cara mencintai produk sendiri, membela negara dengan cara membeli produknya. Gerakan setia, mencintai, dan rela berkorban membela negara ini bisa disebut gerakan ”Bela dan Beli Indonesia”.

Gerakan Bela dan Beli Indonesia bisa melahirkan paradigma baru makna patriotisme dan nasionalisme di era globalisasi dan perdagangan bebas. Harus ada kebangkitan baru, semangat persatuan membela negara, agar bangsa kita tetap bermartabat dan mandiri. Bung Hatta pernah mengutip pandangan Prof Kranenburg dalam Het Nederlandsch Staatsrecht, ”Bangsa merupakan keinsafan, sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan tujuan bertambah besar karena persamaan nasib, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, dan oleh karena jasa bersama dan ingat kepada riwayat (sejarah) bersama yang tertanam dalam hati dan otak”. Tiap bangsa harus berusaha mengembangkan negaranya dengan kekuatan sendiri. Patriotisme-nasionalisme baru harus lahir dan membangkitkan semangat persatuan yang tidak lagi berbasis kultural atau politik, akan tetapi lebih pada rasa senasib atas ketertindasan di bidang ekonomi.

Penulis selaku kepala daerah Kabupaten Kulonprogo, Jogjakarta, telah memulai gerakan di tingkat lokal dengan ”Bela-Beli Kulonprogo”. Banyak pangsa pasar yang mudah dikuasai sendiri demi kemandirian ekonomi. Contohnya, air minum dalam kemasan. Kulonprogo melalui perusahaan daerah air minum bisa membuat sendiri dengan merek Air-Ku. Beras untuk warga miskin (raskin) dari hasil panen sendiri dan dikenal dengan beras daerah (rasda). Bekerja sama dengan Bulog, petani lokal yang menyediakan. Hak kekayaan intelektual untuk batik seragam sekolah dan pegawai ditetapkan sehingga bisa dikuasai lokal Kulonprogo. Masih banyak produk lain yang bisa disediakan sendiri untuk menguasai pasar dalam rangka menyambut era globalisasi dan perdagangan bebas. Cinta dan setia kepada bangsa memang membutuhkan pengorbanan, cinta juga sering buta dan tidak masuk logika. Memilih membeli produk sendiri dengan mutu yang lebih rendah, sedangkan harga tidak lebih murah dibandingkan produk asing adalah bentuk pengorbanan dan bukti cinta sejati kepada bangsa dan negara.

Para pahlawan kita dahulu berani mengatakan ”merdeka atau mati”, kita sekarang hanya dituntut mengatakan ”Madep mantep mangan pangane dewe, ngombe banyune dewe, lan nganggo klambine dewe” (setia mati makan dan minum milik sendiri dan pakai bajunya sendiri). ”Lawan teknologi dengan ideologi!” Kalau kita ingin membela negara, mulailah dari menguasai pasar sendiri, mencintai dan membeli produk negeri sendiri. Salam ”Bela dan Beli Indonesia”!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar