Minggu, 16 Juni 2013

BBM Naik, Pamor PKS Ikut Naik?

BBM Naik, Pamor PKS Ikut Naik?
Syafiq Basri Assegaff ;   Konsultan Komunikasi, Pengajar di Universitas Paramadina dan The London School of Public Relations, Jakarta
                                                      INILAH.COM, 13 Juni 2013


Rencana kenaikan harga BBM bisa jadi merupakan ‘berkah’ bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menentang rencana itu.

Maksudnya, lewat sikap yang berbeda dibandingkan partai politik (parpol) anggota Setgab lainnya, partai yang tengah dilanda krisis itu berharap bisa mengembalikan pamornya sebagai parpol yang bersih, santun dan terkesan pro-rakyat.

Itu memang sikap logis karena menjelang Pemilu 2014 ini siapa tahu tekad untuk mengesankan diri sebagai ‘partai pembela rakyat kecil’ bisa mendongkrak citra, atau bahkan reputasi, PKS yang merosot.
Tetapi, benarkah sebuah organisasi seperti parpol atau perusahaan bisa menyelamatkan dirinya dari krisis, sebagaimana yang terjadi pada PKS, dengan langkah seperti itu?

Bukan hanya bagi PKS, melainkan juga bagi partai lain seperti Demokrat yang juga tengah dilanda krisis akibat berbagai kasus korupsi. Apakah mereka bisa melakukan penyelamatan nama baik (reputasi) dalam waktu dekat, sehingga bisa memperoleh kembali simpati masyarakat dalam jumlah yang signifikan pada pemilu 2014?

Tentu saja itu tidak mudah. Meraih kembali reputasi memang tidak segampang membedaki wajah dan pasang dasi sebelum naik panggung demi citra sesaat, karena reputasi berbeda dengan pencitraan.

Reputasi bagi organisasi, baik parpol, korporasi, perusahaan nirlaba, dan bahkan seorang tokoh, merupakan sebuah konsep ‘halus’, sesuatu yang abstrak. Ia adalah perkiraan menyeluruh di mana sebuah organisasi diikuti oleh stakeholder internal dan externalnya berdasarkan pada kegiatan-kegiatannya yang lalu dan kemungkinan tindakannya di masa mendatang.

Menilik kasus yang menimpa PKS atau Demokrat, misalnya, reputasinya tidak hanya tergantung pada satu keputusan sesaat ketika partai itu menentang atau mendukung kenaikan harga BBM, melainkan juga pada berbagai kegiatan para tokohnya di masa lalu, dan berbagai aksi kader mereka (yang dipersepsi masyarakat) di hari-hari mendatang.

Sejatinya banyak organisasi yang memahami soal reputasi ini, tetapi sayangnya banyak pemimpin organisasi menempatkan pentingnya nama baik itu di ‘belakang’ kepala saja, hanya sebagai cita-cita belaka.
Sementara, anehnya, mereka terlalu sibuk untuk memprioritaskan kerja keras dan segala hal mendesak sehari-hari,sehingga lupa bahwa aset terbesar mereka adalah reputasi.

Jika menilik reputasi dari kacamata komersial, sebenarnya banyak keuntungan yang diperoleh organisasi yang punya reputasi baik. Di antaranya adalah bahwa, ‘customer preference’ untuk melakukan bisnis dengan organisasi itu pada saat banyak produk dan jasa perusahaan lain (pesaing) tersedia dengan harga dan kualitas yang sama.

Dengan begitu, perusahaan bisa menjual lebih mahal dengan harga premium untuk produk dan jasa yang mereka tawarkan.

Keuntungan lain adalah adanya dukungan stakeholder bagi organisasi di saat ada kontroversi, atau konflik, dan tingginya nilai perusahaan di pasar uang atau saham.

Jelas bahwa reputasi adalah konsep yang intangible, tetapi riset di dunia menunjukkan bahwa reputasi yang baik meningkatkan nilai korporasi dan memperkuat ketahanan kompetisi bagi perusahaan.

Sebuah organisasi dapat meraih target-target secara lebih mudah bila ia memiliki reputasi yang bagus di benak stakeholders-nya, khususnya stakeholder kunci seperti customer, konstituen parpol, dan pembuat opini di tengah komunitas.

Jika organisasi Anda dihormati audience, mereka pasti mendahulukan untuk menjalin hubungan dengan Anda sebelum dengan yang lain, dan mereka itu akan memengaruhi orang lain melalui word of mouth.
Dalam ranah politik, konstituen dan calon pemilih akan menyebarkan rasa hormat dan penghargaannya pada sebuah partai yang punya reputasi kepada keluarga, teman dan para tetangga.

Repotnya, tak semua pimpinan organisasi, baik politik atau pun komersial, sigap mengevaluasi nama baik
organisasi mereka. Sebuah survey oleh Burson-Marsteller (AS) menemukan bahwa 95% pimpinan perusahaan yang diteliti yakin bahwa reputasi perusahaan memegang peran sangat penting dalam upaya meraih tujuan usaha.

Tetapi hanya 19% yang memiliki sistem formal untuk memantau atau mengevaluasi nilai reputasi perusahaan mereka.

Sebabnya, tak lain karena reputasi itu intangible, merupakan sebuah konsep yang kompleks, dan membutuhkan waktu lama untuk mengubahnya. Penyebab lain adalah karena banyak pimpinan organisasi terikat untuk mengurusi kegiatan operasional yang menuntut tindakan segera dan menjadi prioritas – sedangkan reputasi merupakan konsep jangka panjang.

Kita tidak tahu berapa banyak parpol di Indonesia yang memiliki sistem untuk memantau reputasi mereka. Tetapi satu hal yang jelas, ada biaya sangat tinggi yang mesti dibayar akibat hilangnya reputasi, ‘the good standing’ di tengah pemangku-kepentingan, atau konstituen dalam politik.

Pengalaman menunjukkan bahwa krisis dalam dunia komersial yang ditangani secara buruk membuat harga saham perusahaan anjlok. Ini misalnya terjadi pada Exxon dulu, ketika nilai sahamnya merosot 20% pasca insiden Exxon Valdez, pada 1989. Sebaliknya, penanganan isu besar atau krisis secara handal dapat memertahankan reputasi baik dan menjadi ‘bantalan’ yang menjaga harga harga saham agar tidak menurun di pasar bursa.

Reputasi organisasi juga penting bagi karir sang CEO, atau pemimpin partai politik. Sebagai bagian proses evaluasi performance para pimpinan, trend yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa para pimpinan seperti boards of directors harus selalu meneliti dan menjaga perubahan reputasi dalam organisasi mereka.
Berbagai survei di dunia menunjukkan bahwa lebih dari separuh reputasi organisasi-organisasi berkaitan dengan sang CEO. Sebuah survei di AS pada tahun 2003 terhadap 1.400 pemangku-kepentingan paling berpengaruh di AS mengatakan bahwa sekitar 50% reputasi organisasi dapat di dikaitkan dengan reputasi sang CEO.

Dengan demikian, jelas, bahwa reputasi pimpinan sangat punya potensi menambahkan sekian juta dolar pada nilai perusahaan di pasar, atau, analoginya, sekian juta pemilih di bilik pemilu.

Profesor Charles Fombrun, guru besar manajemen dari Stern School of Busines, New York University, mengatakan bahwa reputasi tumbuh dari keunikan organisasi dan dari praktek-praktek penajaman identitas yang dipelihara selama jangka waktu tertentu, dan mengarahkan audience untuk memersepsikan organisasi itu sebagai kredibel, dapat diandalkan, bertanggung-jawab dan dapat dipercaya.

Menurut Fombrun, organisasi yang paling dihormati meraih reputasi mereka melalui pelaksanaan manajemen tegas, kukuh dan terus-menerus yang sistematis. Mereka memegang teguh untuk memraktekkan hal itu secara konsisten dan selalu dapat diandalkan untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang kita semua bakal menyetujui dan menghargainya.

Di antara dua sumber reputasi organisasi adalah pengalaman dan informasi – jejak rekam seseorang yang berhubungan dengan organisasi Anda dan sejauh mana komunikasi mereka secara langsung dan tidak langsung dengan Anda. Reputasi yang baik membutuhkan lebih dari sekedar usaha komunikasi yang efektif; ia memerlukan ‘admirable identity’ (identitas terhormat) yang dapat diasah melalui unjuk kerja yang konsisten, lazimnya selama beberapa tahun.

Kembali kepada PKS, boleh jadi sikap yang diambil untuk menentang kenaikan harga BBM merupakan langkah tepat jika dilakukan dalam keadaan normal. Tetapi ketika situasi krisis sedang melandanya, sulit kiranya bagi organisasi itu meraih pamornya kembali, sebelum beberapa langkah dilakukannya untuk menutupi luka yang lebih besar.

Ibarat orang sakit, Anda tak bisa mengobati demam akibat tipus hanya dengan memberikan obat penurun panas, karena panasea itu tidak serta merta membunuh kuman Salmonella typhi, sang penyebab tipus. Panas badan memang dapat turun sementara waktu, tetapi ia akan segera meningkat kembali; sementara usus yang terinfeksi bisa kian parah.

Salah satu langkah, (selain membenahi diri), yang perlu tetapi belum dilakukan PKS (dan Demokrat) adalah mengakui dan meminta maaf kepada rakyat banyak atas segala kesalahan yang pernah terjadi. Memang itu tidak menjamin publik pasti memaafkan Anda. Tapi setidaknya Anda sudah menunjukkan itikad baik sebagai kesatria yang menghargai kehormatan dan nama baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar