Minggu, 14 Juni 2015

Perlu Juru Bicara

Perlu Juru Bicara

James Luhulima  ;  Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 13 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Presiden Joko Widodo mengajukan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon Panglima Tentara Nasional Indonesia untuk menggantikan Jenderal Moeldoko yang akan pensiun pada 1 Agustus 2015. Surat Presiden Jokowi terkait hal itu diterima DPR, 9 Juni lalu.

Surat Presiden Jokowi ditanggapi secara kritis oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Menurut Fahri, Presiden sebaiknya memberikan penjelasan terkait pencalonan KSAD sebagai Panglima TNI. Persoalannya, tradisi yang dilakukan presiden terdahulu adalah menetapkan Panglima TNI secara bergiliran dari kepala staf setiap angkatan.

Dan, itu sesuai dengan Pasal 13 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menyatakan, Panglima TNI bisa dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan.

Jika mengikuti tradisi itu, seharusnya pengganti Jenderal Moeldoko adalah Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna. Pasalnya, sebelum Jenderal Moeldoko, Panglima TNI dijabat Laksamana Agus Suhartono dari TNI Angkatan Laut.

Adalah wajar jika Fahri mempertanyakan hal itu karena Presiden Jokowi mengubah tradisi yang diterapkan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014). Fahri menambahkan, penjelasan dari Presiden penting karena meski tidak melanggar undang-undang, Presiden tetap perlu menjaga suasana di dalam TNI yang sudah kondusif.

Presiden memang tidak melanggar undang-undang. Jika kita baca dengan saksama, Pasal 13 Ayat 4 UU No 34/2004 tentang TNI menyatakan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian..., maka kata ”dapat dijabat secara bergantian” itu bisa saja diasumsikan, ”dapat juga tidak dijabat secara bergantian”. Kecuali jika UU itu menggunakan kata ”harus dijabat secara bergantian”.

Pertanyaannya adalah mengapa Presiden mengubah tradisi yang sudah berjalan selama ini? Itu yang perlu dijelaskan. TNI Angkatan Udara, dalam hal ini KSAU, yang paling terpukul oleh keputusan Presiden itu. Sejak dituduh terlibat dalam peristiwa G30S pada 1965, posisi TNI AU seperti terpinggirkan. Keadaan AU mulai membaik setelah Presiden Soeharto menyatakan mundur, 21 Mei 1998.

Posisi AU menjadi setara dengan AD dan AL. AU lega karena Pasal 13 Ayat 4 UU No 34/2004 tentang TNI intinya menetapkan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh ketiga angkatan. Dan, Presiden Yudhoyono membuatnya menjadi kenyataan.

Dengan memutus tradisi Panglima TNI secara bergantian yang dimulai oleh Yudhoyono itu, Jokowi seperti membuka kembali luka lama.

Diperlukan penjelasan

Melihat keputusannya untuk menggantikan Jenderal Moeldoko dengan Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI ramai dipersoalkan, menjawab pertanyaan wartawan, Presiden Jokowi menegaskan, penunjukan itu merupakan perwujudan dari hak prerogatifnya. Pemilihan Gatot itu juga dimaksudkan untuk penguatan organisasi TNI yang dikaitkan dengan situasi geopolitik dan geostrategi terkini.

Penegasan Presiden itu sama sekali tidak menjelaskan mengapa ia memutus tradisi yang dinilai banyak kalangan sebagai sudah baik itu. Dengan memegang jabatan Panglima TNI secara bergantian, hal tersebut akan menghilangkan dominasi angkatan tertentu.

Bahwa penunjukan Panglima TNI itu adalah hak prerogatif Presiden rasanya tidak ada yang mempertanyakannya, mengingat Pasal 13 Ayat 2 UU No 34/2004 tentang TNI menyebutkan, Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapatkan persetujuan DPR.

Bukan itu saja, Undang-Undang Dasar 1945 pun menetapkan Presiden sebagai Panglima Tertinggi memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Yang ingin didengar oleh masyarakat mengapa Presiden menggunakan hak prerogatifnya untuk memutus tradisi itu. Sesungguhnya, Presiden sudah menyebut, pemilihan Gatot ini dimaksudkan untuk penguatan organisasi TNI yang dikaitkan dengan situasi geopolitik dan geostrategi terkini.

Namun, penyebutan masih kurang jelas. Misalnya, apakah Presiden menganggap organisasi TNI yang ada sekarang ini tidak cukup kuat sehingga perlu diperkuat? Dan, situasi geopolitik dan geostrategi terkini seperti apa yang dimaksudkan? Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Teten Masduki dari Tim Komunikasi Presiden saat ditanya wartawan mengenai masalah itu juga tidak membuat persoalan tersebut menjadi lebih jelas.

Kasus seperti itu bukan terjadi kali ini saja. Beberapa kali kebijakan Presiden Jokowi dikritisi atau dipertanyakan karena apa yang mendasari keputusan yang diambilnya tidak tersampaikan secara jelas, rinci, dan tuntas. Akibatnya, orang-orang berspekulasi mengenai apa yang menjadi dasar keputusan yang diambil Presiden.

Semua itu memperlihatkan bahwa Presiden memerlukan seorang juru bicara yang dapat merumuskan apa yang ingin disampaikan oleh Presiden secara jelas, rinci, dan tuntas sehingga orang-orang tidak berspekulasi macam-macam. Menjadi tugas Presiden untuk memilih orang yang mampu dan cocok menjalankan tugas itu secara baik.

Sesungguhnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla saat ditanya wartawan seusai Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, 10 Juni lalu, memberikan jawaban yang bagus. Pada intinya, Jusuf Kalla mengatakan, Gatot dipilih oleh Presiden karena ia dianggap kandidat terbaik untuk Panglima TNI di antara tiga kepala staf angkatan yang ada.

Namun, rinciannya juga tidak ada. Jika kelebihan Gatot dibandingkan dengan kepala staf angkatan yang lain bisa diberikan secara rinci, dan juga diberikan pengertian, masak kandidat yang terbaik harus dikalahkan hanya gara-gara bukan gilirannya, maka persoalannya menjadi lain. Adalah tugas juru bicara melakukan itu….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar