Selasa, 18 Desember 2012

Yamanie = Zaman Edan


Yamanie = Zaman Edan
Sudjito ;  Guru Besar dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum UGM
SINDO, 17 Desember 2012


Sistem kekuasaan kehakiman Indonesia terperangkap zaman edan. Perilaku ”ngedan” hakim agung Yamanie cukup menjadi bukti.Fenomena gunung es mengisyaratkan ada kejahatan lain, lebih luas dan lebih “edan” daripada “ngedan” Achmad Yamanie. 

Akal sehat mengatakan bahwa kejahatan Yamanie itu disengaja, dilakukan tidak sendirian, terencana, dan berada dalam skenario besar yakni mafia narkoba. Mana mungkin mengubah putusan 15 tahun menjadi 12 tahun dilakukan sendirian dan hanya ditulis tangan. Tidak masuk akal kalau pimpinan MA menyebut kesalahan Yamanie itu kelalaian semata. 

Kalau Yamanie dipecat hanya atas dasar putusan majelis sidang etik MKH bernomor 04/MKH/XII/ 2012 karena yang bersangkutan secara sah melanggar Surat Keputusan Bersama Ketua MA dan KY,Pasal 6 ayat 1 dan 2, Pasal 12 ayat 1 dan 2, dan Pasal 14 ayat 1 dan 2, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, rasanya, tidak proporsional dan tidak menyentuh akar permasalahan. 

Sudah tentu, saya dan publik pada umumnya mengapresiasi keberanian MA dan KY memecat Yamanie. Lengsernya Yamanie dengan tidak hormat menjadi bukti kebenaran kata-kata hikmah Rangga Warsita: ”sak beja-bejane wong sing ngedan,isih beja wong kang eling lan waspada” (sebesar apa pun keberuntungan penjahat, masih lebih untung orang yang selalu ingat kebenaran dan waspada). 

Dalam ukuran normal, betapa malu dan nestapa Yamanie beserta keluarganya atas vonis itu. Sementara bagi hakim-hakim agung “lurus”, walaupun hidup dalam keterbatasan (pas-pasan), mereka merasa lebih aman, nyaman, dan tenteram. Kalau boleh dikiaskan,MA dan KY baru saja memenangkan sebuah peperangan kecil, tetapi belum melangkah untuk perang besar. Disebut sebagai perang kecil karena lingkup kerjanya sempit yakni etik dan perilaku hakim agung. Ini bagian dari tugas rutin. 

Bukan prestasi luar biasa dan tidak perlu dibanggakan. Bagus, ada niat menjadikan kasus ini sebagai momentum bersih-bersih bagi MA. Jangan biarkan MA “kotor”, “tertutup”, dan“angker” bagi publik. Kalau boleh titip masukan, lakukan reformasi birokrasi secara total.Buktikan bahwa lembaga pengadilan itu ramah, transparan, serta akuntabel. 

Ihwal teknis seperti alur masuk perkara, proses dan kriteria penunjukan majelis hakim, dan akses informasi bagi publik perlu ditata ulang. Jangan biarkan ada celah-celah disalahgunakan oleh oknum-oknum untuk ”bermain” suap-menyuap, mengatur skenario berat-ringan hukuman, serta beragam tindakan kongkalikong lain. ”Menutup lubang-lubang tikus” itu penting. Itu semua masih dalam lingkup perang kecil melawan kebobrokan sistem kekuasaan kehakiman. Perang besar di hadapan MA dan KY serta segenap komponen bangsa adalah mafia narkoba.

Secara kuantitas jumlah orangnya banyak dan secara kualitas mereka cerdik,licin, licik, dan bengis. Mereka bekerja secara sistematis dan tega membunuh sesama manusia, terutama generasi muda tanpa merasa bersalah atau dosa. Meminjam bahasa agama, mafia narkoba adalah iblis-iblis terkutuk yang tiada pernah lelah mencari mangsanya sebagai teman penghuni neraka jahanam. 

D alam lingkup perang besar, beberapa pekerjaan mendesak adalah: (1) menelusuri peran majelis hakim peninjauan PK (peninjauan kembali) Hangky Gunawan lain yakni hakim agung Imron Anwari dan hakim agung Nyak Pha; (2) kasus Yamanie harus dibawa ke KPK agar indikasi suap dapat dituntaskan; (3) MA dan KY wajib bersungguh-sungguh mencari tahu motif di balik perubahan lamanya pemidanaan Hengky Gunawan; (4) putusan MKH ini hendaknya dijadikan bahan dasar oleh kepolisian untuk mengungkap tindak pidana Yamanie dalam skandal pembatalan vonis mati bos narkoba Hangky Gunawan. 

Masih segar dalam ingatan kita tentang gaduhnya dugaan mafia narkoba di lingkungan istana. Betapapun Istana membantah keras tuduhan itu, namun kita melihat grasi bagi Ola, si gembong narkoba yang katanya akan ditinjau kembali, ternyata tidak ada kabar beritanya. Sepi, semua diam, seolah tidak ada permasalahan. Dalam kesamaran demikian, kita perlu tetap “eling lan waspada” karena boleh jadi mafia narkoba telah merambah ke semua segmen kehidupan: masyarakat, penegak hukum, pejabat negara, intelektual, dan aktivis hak asasi manusia. 

Sabda Nabi Muhammad SAW bahwa perang besar adalah perang melawan hawa nafsu. Sabda ini mesti menjadi pegangan semua komponen bangsa dalam perang melawan mafia narkoba.Artinya, sebelum melangkah pada ihwal teknis, perang itu wajib dimulai dengan penataan disposisi moral-spiritual pada diri masing-masing, diikuti pembentengan keluarga, peer group bagi anak-anak, lingkungan sosial, dan sekolah agar mereka terjauhkan dari segala anasir narkoba. Apabila kita sepakat memandang mafia narkoba sebagai kejahatan besar dan musuh bangsa, pemecatan Yamanie sebagai hakim agung perlu diikuti langkah-langkah progresif lain. 

Pertama,mafia narkoba disepakati sebagai kejahatan berat di bidang kemanusiaan. Konsekuensinya, siapa pun terlibat di dalamnya mesti dihukum berat. Setimpal dengan akibat buruk yang ditimbulkannya, hukuman mati pantas dijatuhkan kepada gembong narkoba. 

Kedua,mafia narkoba sebagai kejahatan tersembunyi perlu secara intens dimatamatai dengan berbagai alat dan didukung perangkat hukum yang kuat. Semua lembaga pengadilan perlu dibersihkan, ditata ulang birokrasi dan administrasinya agar memiliki kemampuan fisik, nonfisik, dan otoritas membasmi mafia narkoba dengan mudah dan elegan. Perang terhadap mafia narkoba tidak semata-mata bertumpu pada hasil, tapi mempertimbangkan kemaslahatan lebih besar yaitu masa depan bangsa. Wallahu a’lam. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar