Bank Syariah
dan Industri Kreatif
Mutamimah ; Ketua Program Magister Manajemen
dan
Dosen Fakultas Ekonomi Unissula Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 31 Desember 2012
"Bank syariah semestinya berpihak pada sektor riil,
terutama melalui pembiayaan musyarakah dan mudharabah."
PADA pengujung
tahun ini, perbankan syariah kembali mencatatkan prestasi menggembirakan.
Data Bank Indonesia menyebutkan aset bank syariah tumbuh 58% atau Rp 296
triliun, pembiayaan tumbuh 50% menjadi Rp 222 triliun, dan dana pihak ketiga
tumbuh 29% atau menjadi Rp 186 triliun. Terlebih tahun 2013, Kementerian
Agama kembali menempatkan dana haji dan sukuk di perbankan syariah lebih dari
30%.
Tapi di sisi
lain peran bank syariah terhadap sektor riil belum optimal, hal ini berdasarkan
laporan BI per Oktober 2012 yang menyebutkan penyaluran dana perbankan
syariah masih didominasi piutang murabahah Rp 80,95 triliun atau 59,71% dari
total pembiayaan. Sementara pembiayaan musyarakah Rp 25,21 triliun (18,59%),
pembiayaan mudharabah Rp 11,44 triliun (8,44%), dan piutang qardh Rp11,19
triliun (8,25%).
Data itu
sekaligus menunjukkan bahwa proporsi paling besar pembiayaan bank syariah ada
pada piutang murabahah, sementara piutang musyarakah ataupun mudharabah yang
merupakan produk utama, identik dengan pemberdayaan sektor riil, masih di
bawah pembiayaan murabahah. Itu artinya bank syariah belum optimal dalam
pemberdayaan sektor riil karena pembiayaan murabahah berkaitan secara tidak
langsung dengan sektor riil.
Berbagai
alasan belum optimalnya skema pembiayaan musyarakah dan murabahah antara lain
karena masih ada asymetric information dan belum siap sepenuhnya pihak pelaku
usaha untuk share ataupun melakukan transparansi kepada bank, sehingga
mendasarkan pada prinsip kehati-hatian, bank syariah belum sepenuhnya fokus
pada dua jenis pembiayaan
itu.
Bagaimana agar
pada masa mendatang pembiayaan bank syariah benar-benar optimal untuk
pemberdayaan sektor riil? Apalagi digunakan untuk pemberdayaan industri
kreatif yang padat karya dan berprospek bagus. Terlebih sumbangan industri
kreatif terhadap PDB tercatat tinggi, dapat menurunkan tingkat pengangguran
dan kemiskinan. Faktanya, sebagian besar industri itu masih menghadapi
keterbatasan akses modal dan kompetensi manajerial. Apabila potensi ini
dioptimalkan melalui pembiayaan mudarabah dan musyarakah maka akan memberi
manfaat kepada kedua belah pihak, atau pertumbuhan ekonomi pada umumnya.
Industri
kreatif mempunyai prospek bagus, dan pasar sangat menarik mengingat komposisi
jumlah penduduk usia muda di Indonesia mencapai 43% atau sekitar 103 juta
orang, yang dapat mendorong perkembangan industri kreatif. Periode 2009-2014,
industri kreatif Indonesia ditarget memberi kontribusi 7-8 % terhadap PDB.
Industri ini
memanfaatkan kreativitas, keterampilan, bakat, dan daya cipta individu untuk
menciptakan produk dan jasa sehingga dapat memperluas lapangan pekerjaan dan
meningkatkan kesejahteraan, semisal kerajinan, desain, fashion, film, video,
fotografi, layanan komputer dan peranti lunak, musik, seni, penerbitan dan
percetakan, periklanan, permainan interaktif, dan seni pertunjukan.
Secara ideal,
bank syariah sebagai lembaga keuangan semestinya berpihak pada sektor riil,
terutama melalui pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Terlebih skema
pembiayaan ini memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan industri kreatif.
Mudharabah merupakan jenis pembiayaan dan bank syariah yang meminjami
modal kepada pihak lain (mudharib), semisal pelaku industri kreatif
agar bisa berkembang, dan keuntungan dibagi oleh dua pihak sesuai
perjanjian, adapun kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Musyarakah
merupakan kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu,
dan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana sesuai kesepakatan
serta keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama.
Prinsip
Kehati-hatian
Pembiayaan
mudharabah dan musyarakah dapat mengakselerasi industri kreatif karena
beberapa hal. Pertama; pembiayaan itu akan menggairahkan sektor riil karena
skim itu meningkatkan keterlibatan bank, dari pembiayaan, pendampingan,
hingga monitoring industri. Kedua; pembiayaan itu mendorong pertumbuhan
pengusaha/ investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang berisiko. Hal
ini mendorong pelaku usaha melakukan berbagai inovasi, yang dapat
meningkatkan daya saing. Apalagi bank syariah merupakan lembaga keuangan
Islam yang berbasis aset. Bank syariah bertransaksi berdasarkan aset riil,
tidak mengandalkan pada kertas kerja semata. Apabila pelaku industri
kreatif mengalami kerugian maka yang menanggung adalah bank syariah
sebagai pemilik modal sehingga bank syariah sangat berhati-hati dalam
pembiayaan ini.
Tahun 2013,
perbankan syariah perlu meningkatkan pemberdayaan industri kreatif agar
pengangguran dan kemiskinan menurun, lapangan kerja meningkat, dan
kesejahteraan masyarakat juga meningkat melalui peran pembiayaan mudharabah
dan musyarakah. Hal itu mendasarkan pada prinsip bagi hasil, dan kedua belah
pihak tidak ada yang dirugikan.
Hanya
keterwujudan itu mensyaratkan beberapa hal, antara lain sosialisasi dan
edukasi intensif kepada pelaku industri kreatif, dan bank syariah harus
hati-hati memilih mitra. Pada sisi lain pelaku industri kreatif juga
harus transparan dan jujur memberikan laporan akuntansi, dan punya komitmen
meningkatkan kinerja sehingga ada kepercayaan dari bank syariah sekaligus
bisa menimalisasi risiko. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar