Jakarta Butuh
Terowongan Multi Fungsi
( Wawancara )
Firdaus Ali ; Pengajar di
Fakultas Tehnik Universitas Indonesia,
Pakar di Bidang Tata Kelola Air
|
SUARA
KARYA, 29 Desember 2012
Tahun
2007 Firdaus Ali sudah menggagas konsep terpadu yakni Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau terowongan multi fungsi
untuk mengatasi banjir di Jakarta. Gagasan itu disampaikannya ke Gubernur DKI
Sutiyoso, dan juga Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pengajar
di Fakultas Tehnik Universitas Indonesia yang kepakarannya di bidang tata
kelola air telah menginspirasi para pengambil kebijakan perkotaan di beberapa
negara maju itu menyatakan bahwa penanganan banjir di Jakarta selalu by accident. Terjadi lebih dahulu baru
dicarikan solusinya. Itu pun tidak tuntas. Dengan gagasannya itu, dia
menginginkan cara mengatasi banjir di Ibu Kota secara by planning.
Dia
prihatin karena hujan di negeri ini justru dianggap bencana. "Dalam kitab suci manapun pasti
menggambarkan surga adalah sungai-sungai yang mengalir. Hujan yang diturunkan
adalah rahmat bagi umat manusia. Cilakanya di negeri kita ini justru hujan
dikutuk, sehingga hujan menimbulkan bencana. Tidak menjadi rahmat,"
tuturnya kepada wartawan Suara Karya, Widrarto di Jakarta, Kamis (27/12) petang. Menurut dia,
titik-titik banjir di Jakarta akan terus ada, kendati sudah terdapat kanal
barat dan kanal timur. Saluran air yang tersedia, secara teknis sudah tidak
lagi memadai seiring dengan kepadatan di Jakarta yang semakin meningkat.
Kepadatan penduduk juga menyebabkan daerah aliran sungai pun semakin
menyempit.
Belum
lagi penggundulan di kawasan Puncak, dan pasang air laut atau rob di
sepanjang pantai Jakarta. Semua itu membuat muka tanah di Jakarta semakin
turun dari tahun ke tahun. Maka harus ada langkah radikal untuk mengatasinya.
Salah satunya adalah membangun terowongan multi fungsi seperti yang
digagasnya itu.
Berikut
petikan wawancara dengan Firdaus Ali.
Apa
yang membuat banjir di Jakarta semakin menjadi-jadi?
Ada
empat hal yang memicu banjir di Jakarta. Pertama tanah di Jakarta mengalami
proses konpaksi. Tanah di Jakarta masih terus menerus mengalami konsolidasi.
Kedua ada beban di atas tanah, berupa gedung pencakar langit dan kendaraan
yang lewat. Ketiga adanya tektonik. Keempat adalah ekstraksi air tanah yang
berlebihan.
Empat
hal ini pemicu permukaan air tanah di Jakarta turun, sehingga menyebabkan
terjadinya daerah-daerah genangan air. Tiga hal hal pertama adalah faktor
alam, sehingga kita sebagai manusia tidak mungkin untuk mengatasinya. Tapi
ekstraksi air tanah yang berlebihan adalah akibat ulah kita yang seharusnya
bisa dihentikan atau dicarikan solusinya.
Meksiko
City sudah bisa menghentikan eksploitasi air tanah. Bangkok yang mengalami
hal serupa juga berupaya untuk menghentikan penggunaan air tanah secara
berlebihan. Bila penggunaan air tanah di Jakarta tidak segera dikendalikan
maka pinggir air laut sudah berada di Dukuh Atas dalam 50 tahun ke depan.
Maka dibutuhkan solusi terpadu untuk mengatasi banjir di Jakarta.
Berapa
anggaran yang dibutuhkan untuk membangunnya?
Kira-kira
dibutuhkan Rp 16,4 triliun, sesuai hitungan saya pada tahun 2007. Memang
lebih besar ketimbang pembangunan subway. Tetapi, ini tidak hanya untuk
menyelesaikan masalah banjir semata, juga lalu lintas, air limbah, air baku,
dan utility lainnya, tanpa membebaskan lahan.
Jadi
ada empat isu besar yang bisa diselesaikan sekaligus. Kan kita juga krisis
air baku. Kita memang telah memiliki kanal barat dan kanal timur. Tapi, kan
tidak ada pendapatan dari situ.
Kalau
ini ada pendapatan, karena ketika berfungsi sebagai infrastruktur
transportasi maka dioperasikan sebagai jalan tol. Seperti yang telah
dilakukan di Kuala Lumpur, Malaysia. Selain jalan tol, juga bisa diperoleh
pendapatan dari air baku, pendapatan dari retribusi air limbah, pendapatan
dari sewa utility, dan pendapatan dari pengolahan limbah menjadi bio solid
atau pupuk, dan pengolahan limbah menjadi gas methan. Biaya sebesar itu
sepadan dengan kerugian yang kita alami setiap kali Jakarta dilanda banjir.
Ketika terjadi dua kali banjir bandang melanda Jakarta, beberapa tahun lalu,
kita mengalami akumulasi kerugian sebesar Rp 18 triliun. Dibagi saja lima
tahun masing-masing biaya mitigasinya sudah Rp 600 miliar per tahun. Kenapa
biaya ini tidak kita gunakan untuk menyelesaikan persoalan secara tuntas.
Dari sisi pembiayaan memang besar. Tapi, saatnya kita harus berfikir
rasional. Dengan demikian, kita mengatasi banjir di Jakarta tidak secara by accident tapi by planning.
Ada
berapa titik yang ideal di Jakarta terkait dengan konsep MPTD itu? Tiga
titik, yaitu barat, tengah dan timur. Tapi saya usulkan segera dibangun titik
central zone dari MT Haryono ke Pluit. Perlu diketahui, kawasan yang dilalui
titik central zone merupakan kawasan yang sangat strategis, yakni kawasan
istana.
Semasa
Gubernur DKI Sutiyoso, dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, konsep ini telah
dilaksanakan hingga pra kelayakan. Namun, terhenti semasa Jakarta dipimpin
Fauzi Bowo. Sekarang Joko Widodo memimpin Jakarta bertekad melanjutkannya ke
tahap studi kelayakan. Bila tahap ini bisa segera diselesaikan maka tahap
selanjutnya adalah detil engineering
design. Keinginan Joko Widodo, pertengahan 2013 sudah ground breaking.
Kenapa
Jokowi begitu antusias?
Pertama
dia mempunyai komitmen untuk membangun Jakarta menjadi lebih baik. Menurut
saya, untuk mengatasi banjir di Jakarta memang membutuhkan kemauan kuat dari
pemimpinnya. Di samping itu, ada investor dari luar negeri yang berminat
membangun terowongan tiga lapis dalam konsep MPDT ini.
Apakah
pembangunan MPDT ini kelak bisa mengembalikan pada kondisi semula muka tanah
di Jakarta yang turun?
Tidak
bisa. Muka tanah yang sudah turun itu tidak mungkin naik lagi. Ada yang
bilang, tidak usah khawatir, genangan air yang terjadi akibat turunnya muka
tanah di Jakarta dengan cara dipompa keluar. Sampai berapa lama kita kuat
untuk memompa air yang menggenang itu.
Kalau
begitu dengan konsep MPDT ini sekaligus sebagai upaya untuk tidak semakin
membiarkan muka tanah Jakarta semakin turun?
Ya
betul. Kelebihan bila konsep MPDT ini direalisasikan, kita akan mendapatkan
tambahan air baku untuk air minum dengan kualitas yang lebih baik. Karena air
yang dialirkan melalui terowongan ini bebas dari sampah dan buangan limbah
industri. Sebab, begitu sampai di kawasan Pluit, semua air kotor akan didaur
ulang menjadi air bersih.
Di
sinilah tambahan air baku semakin besar untuk kemudian didistribusikan
sebagai air perpipaan dengan kualitas lebih baik. Kalau air perpipaan sudah
sangat baik, maka Pemerintah Provinsi bisa secara tegas melarang penggunaan
air tanah yang memicu turunnya muka air tanah Jakarta.
Jadi memang tujuan
konsep MPTD ini adalah untuk menahan agar muka tanah di Jakarta semakin
turun. Dampaknya pasti ke sana bahwa kelebihan konsep MPTD ini bisa untuk menghentikan
eksploitasi air tanah dan menghentikan turunnya muka tanah di Jakarta. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar