Implikasi
Vonis Asian Agri
Chandra Budi ; Bekerja di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan,
Alumnus pascasarjana IPB
|
JAWA
POS, 31 Desember 2012
KALI pertama, kasus pajak yang diputus Mahkamah Agung (MA)
menjatuhkan sanksi bagi terdakwa penggelap pajak dan mengenakan denda kepada
perusahaan yang diwakilinya. Seperti diberitakan, MA mengabulkan permohonan
kasasi jaksa dalam kasus pajak Asian Agri Group (AAG) dengan terdakwa Suwir
Laut alias Liu Che Sui alias Atak, tax
manager AAG. Vonis tersebut
tercantum dalam Petikan Putusan MA Nomor 2239 K/PID.SUS/2012 pada Selasa, 18
Desember 2012.
MA menyatakan terdakwa Suwir Laut terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: "Menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap secara berlanjut". Karena itu, terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dengan masa percobaan 3 (tiga) tahun. Vonis itu mensyaratkan dalam 1 (satu) tahun sebanyak 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG yang pengisian SPT tahunan diwakili oleh terdakwa untuk membayar denda 2 (dua) kali pajak terutang dengan jumlah total sebesar Rp 2.519.995.391.304 (dua triliun lima ratus sembilan belas miliar sembilan ratus sembilan puluh lima juta tiga ratus sembilan puluh satu ribu tiga ratus empat rupiah) secara tunai. Di tengah apresiasi atas putusan MA tersebut masih banyak yang harus diperjuangkan. Denda sebesar Rp 2,5 triliun lebih tersebut ternyata merupakan denda atas perbuatan pidana yang dilakukan. Alhasil, uang denda tersebut dikategorikan sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP), bukan pelunasan pajak sebagaimana banyak diperbincangkan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana nasib utang pajaknya pasca keluarnya putusan MA tersebut? Ultimum Remidium Secara garis besar, pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan akan dikenai dua macam sanksi. Apabila pelanggaran menyangkut administrasi perpajakan, akan dikenakan sanksi administrasi seperti denda, kenaikan, dan/atau bunga. Sebagai contoh, ketika wajib pajak badan usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan, dendanya Rp 1 juta. Apabila pelanggaran tersebut menyangkut tindak pidana perpajakan atau kejahatan perpajakan, maka sanksi yang diterapkan adalah sanksi pidana perpajakan. Apabila badan usaha atau perusahaan sebagai wajib pajak melakukan tindak pidana perpajakan, akan dilihat secara keseluruhan siapa yang bertanggung jawab dan terlibat dalam proses tindak pidana tersebut. Dalam kasus Suwir Laut, yang bersangkutan hanya menjabat sebagai pejabat rendah dalam suatu hierarki jabatan di perusahaan multinasional, yaitu sebagai tax manager (manajer perpajakan) dan hanya terdaftar sebagai salah satu pegawai dalam anak perusahaan AAG. Artinya, masih banyak pihak yang harus dimintai pertanggungjawabannya atas kasus pidana pajak ini. Tindak pidana perpajakan merupakan upaya terakhir (ultimum remidium) dalam penegakan hukum di bidang perpajakan. Kasus perpajakan diupayakan untuk diselesaikan dengan pengembalian kerugian negara, yaitu jumlah pajak yang tidak dibayarkan ditambah dengan sanksinya daripada masuk ke ranah hukum yang perlu waktu lama dalam penyelesaiannya. Dalam UU Perpajakan telah diatur jelas penyelesaian dengan cara membayar kerugian negara, termasuk pada saat proses pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan. Pada saat wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti pemulaan atau dalam istilah hukum dikenal dengan penyelidikan, maka sesuai pasal 31A UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dapat saja tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan. Syaratnya, perbuatan tersebut baru pertama dilakukan dan mau melunasi utang pajaknya ditambah denda 200 persen dari pokok pajak yang terutang. Bahkan, sekalipun sudah memasuki tahap penyidikan, Kejaksaan Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan atas permintaan menteri keuangan apabila wajib pajak mau melunasi utang pajaknya ditambah denda sebesar empat kali utang pajaknya. Segera Tagih Ketika putusan tindak pidana perpajakan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), untuk menagih kerugian pada pendapatan negara, dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Karena putusan MA atas kasus pajak AAG sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), Ditjen Pajak dapat segera menerbitkan SKPKB sesuai dengan pasal 13 ayat 5 UU KUP. Dalam pasal tersebut, Ditjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB yang terdiri atas pokok utang pajaknya ditambah bunga 48 persen dari utang pajaknya. Tata cara penerbitan SKPKB ini juga telah diatur jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 145/2012. Intinya, penerbitan SKPKB dapat dilakukan dengan cara verifikasi atau pemeriksaan. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan wajib pajak atau berdasar data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Ditjen Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan atau menghapus NPWP dan atau mengukuhkan atau mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Terminologi pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasar suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tentu, verifikasi akan lebih cepat jika dibandingkan dengan pemeriksaan dalam proses penerbitkan SKPKB. Selanjutnya, apakah utang pajak ditambah denda tersebut (SKPKB) akan langsung dibayarkan oleh wajib pajak dan menjadi penerimaan pajak? Ternyata, wajib pajak juga diberi hak untuk mengajukan keberatan dan banding ke Pengadilan Pajak. Tentu, apabila wajib pajak mengajukan keberatan dan banding, prosesnya menjadi lama. Namun, saya berharap putusan MA tersebut menjadi yurisprudensi bagi penyelesaian banding pajak di pengadilan pajak. Selain itu, rangkaian penyelesaian kasus ini merupakan referensi bagi optimalisasi fungsi pajak sebagai alat memberantas korupsi di Indonesia. Setiap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan menimbulkan kerugian negara tidak hanya pada kasus pidana perpajakan, dapat ditagih pajaknya. ● |
Kembar! http://koran.tempo.co/konten/2013/01/03/296566/Implikasi-Putusan-Pajak-Asian-Agri
BalasHapus