2012 Kala Laku
Kunyuk
Tandi Skober ; Budayawan
dan Penasihat Indonesia Police Watch
|
MEDIA
INDONESIA, 29 Desember 2012
SYARAT langitan itu, Senin (9/1/2012), mencuat
dari meja marmer di ruang Istana Merdeka Jakarta. Meja marmer untuk
penandatanganan naskah berita acara pelantikan pimpinan lembaga negara dan
pejabat itu ambruk pecah saat Presiden Yudhoyono melantik anggota Wantimpres
Albert Hasibuan. Adakah Yudhoyono terkesiap kamitenggeng ketika ritual ke negaraan berjalan tak elok? Tak
jelas! Yang bisa dituturkan ada sinyal kewibawaan negara terpuruk di ruang
tak berbentuk. Wong Cerbon bilang
ini tanda negara pagerdoyong.
Hmm, Indonesia 2012 bisa jadi mirip cermin
retak di sebuah ruang yang muram. Tidak ada cahaya kemilau yang menerobos
masuk, kecuali suara risau, rintihan nan perih dan kegaduhan budaya tak
berbentuk diam-diam merayap di dinding waktu. “Ling lang ling lung pan kendel pribadi,” papar Sunan Kalijaga, “Tanpa rewang pan ucek-ucekan, tetukaran
pada dewe, tan adoh swaranipun.” Tertelikung bingung, sendiri membias
bisu. Terpuruk di sudut pucat. Tetapi selalu saja ada konfl ik bermahkota
amarah. Ada unjuk tarung di sebuah ruang tanpa cahaya ketika suara risau
terasa semakin jauh.
Suara risau dari era lampau itu, cermin ling lang ling lung itu, meniwikrama
dalam 2012! Tahun kala laku kunyuk (monyet). Tidak jelas mana yang layak
disebut dalang dan mana pula yang terposisikan sebagai monyet. Tidak jelas,
siapa yang menjadi sandal jepit dan siapa pula sundal terjepit. Mereka selalu
mengenakan topeng yang tidak bisa terdefinisikan. Hampir sepanjang 2012, ada
pembusukan kultural yang bersinergi liar tak bermoral pada event tertentu dalam pusaran perilaku
tertentu pula.
Inilah luka kunyuk yang dilukis Sunan Kalijaga
sebagai, `Pan gumrejeg padu tan enting,
pan rebut kala menang, tan ana nirebut'. Konflik yang merumit di ujung
pemberhalaan diri. Tidak bisa dihentikan! Mereka saling silang berseteru
memperebutkan pepesan kosong disekap kutukan kultural yang menjalar hingga ke
titik pusat eksistensi manusia. Mereka cuma seonggok hantu yang menjahit
kekalahan dan kekerdilan di atas involusi kloset berbau busuk.
Jemari Ekalaya
Hantu di atas kloset Indonesia itu, bisa jadi,
jadi-jadian bergenitika wanita seperti Miranda Swaray Goeltom, Angelina
Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Mindo Rosalina Manulang, Imas Diansari, Ni Luh
Mariani, Engelina Pattiasina, dan entah siapa lagi. Di sini, ada pusaran
syahwat air mata di sebuah ruang gelap Indonesiana. Tetenger air mata itu
terlukis manis dalam diri Miranda saat diwawancarai TV swasta awal Februari
2012. Bergaun merah, bergincu merah, berambut merah, beranting-anting mirip
pelor berwarna putih seakan-akan kabarkan bahwa profesor pun ternyata manusia
merah putih yang terbiasa berbahasa syahwati.
Tersebab syahwat korup, elektabilitas Partai
Demokrat merosot hingga ke titik prihatin. Meski pada Pemilu 2009 meraih 21%,
toh Juni 2012 berdasar riset yang dilakukan LSI turun hingga di bawah 13,1%.
Itu disebabkan kasus Wisma Atlet dan Hamba lang yang tak kunjung tuntas. Ruhut
Sitompul meminta Anas Urbaningrum mundur dan Ruhut-lah yang dimundurkan Anas
menyusul mundurnya Andi Alifi an Mallarangeng dari jabatan menpora.
Hmm, Ruhut ternyata cuma pencabut rambut putih
SBY. Seperti juga Andi Mallarangeng, juga tak lebih dari itu. Sosok cendekia
kritis yang gemerlap itu lebih memilih Istana, Cikeas, dan impian-impian sesaat
yang menyesatkan. Ia membiarkan ‘jemari ekalaya’ diamputasi Parpol Demokrat
dan Birokrasi Sembah Sungkem khas Cikeas. Ia ambruk! Hingga di titik didih
paling pedih, Andi resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri
Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (7/12). KPK menetapkan Andi sebagai
tersangka dalam kasus proyek pusat olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Langit di atas istana berpayung awan hitam.
Mendung. Di istana rakyat, lihatlah kerap terjadi cerita mesum beraroma.
Sebut saja, di bulan Kartini, April, 2012 bertebaran video panas mirip oknum
anggota DPR RI, Dr Karoline Margeret Natasha. Adakah video mesum ini lebih
wow ketimbang video Lady Gaga yang gagal manggung di Jakarta? Tak tahulah
awak. Yang saya ketahui, ketika pria pencari perawan ini dilengserkan dari
jabatan bupati, Aceng HM Fikri mempratunkan Ketua DPRD Garut (26/12).
Aceng bisa dilengserkan, tapi tidak bagi
Wapres Boediono! Kenapa? “Boediono
sebagai Gubernur Bank Indonesia patut diduga mengetahui persis proses
pengucuran dana Bank Century yang merugikan keuangan negara tersebut,“
tutur Ketua KPK Abraham Samad. Meski begitu, Abraham tidak akan melakukan
pemeriksaan kepada presiden dan wakil presiden karena merupakan warga negara
istimewa.
Yang paling istimewa, tentu Susilo Bambang
Yudhoyono! Pada 2 November 2012 kubaca berita SBY dianugerahi Honorary
Knights Grand Cross of the Order of the Bath dari Ratu Inggris Elizabeth II.
Haruskah saya bilang wow? Oh, tidak! Kenapa? Kumpul teks itu bermakna `Honor
(bayaran) untuk seorang kesatria penjaga palang pintu sebuah kamar mandi
pesanan'. Maklum, di teras kamar mandi terlihat CEO of BP Group Bob Dudley,
dan Presiden BP di Asia Pasifik William Lin, Exxon, Chevron, Newmont, Caltex,
IMF, World Bank, CGI, dan entah apa siapa lagi.
Pecahan Kaca
Indonesia 2012 mirip frasa buruk muka, cermin
dibelah; dan 2013 adalah tahun pecah an kaca tempat politisi dan birokrat
becermin diri. Rakyat cuma memiliki sebentuk tubuh yang kerap gagal
aktualisasikan diri menjadi massa. Tak pelak, Indonesia 2012 seperti sebuah
pesakitan di atas brankar bergerak menuju ruang bedah yang pucat. Untuk itu
butuh idea yang ditautkan di belantara perumitan antarkepentingan.
Sekat-sekat egosentrisme kudu dirubuhkan. Kudu ada tanda terukir dari
kalender 2013 sebagai cahaya cinta.
Tapi `Waktu
adalah siluman yang pandai menyamar', tulis Ahmad Nurullah. Adakah 2012
sarat dengan para siluman? Saya hanya bisa diam. Tahun 2012 adalah tahun
clingakclinguk mirip kunyuk di atas ujung tiang bendera yang berkeringat.
Rakyat duduk ngelemprak dengan tangan gemetar tuturkan suluk linglung. Rakyat
selalu berjalan di atas pecahan kaca.
Rakyat pada titik ini mirip
sebuah sajak. Seperti ditulis Heni Hendrayani, tiap kali lapar menjadi sang
pelapor, `Maaf sayang, terpaksa aku
rogoh saku celanamu, sebab tak ada beras untuk ditanak. Tak ada ongkos
sekolah anak. Bah! Tak ada pula uang di sana. Bagaimana kalau aku gadaikan
saja celanamu?'. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar