Mengapa Andi
Mallarangeng Terjerat?
Khaerudin ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
31 Desember 2012
Adik mantan Menteri Pemuda
dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, Andi Rizal Mallarangeng, secara
khusus menggelar jumpa pers, beberapa waktu lalu, untuk menjelaskan apa yang
dia sebut sebagai kejanggalan dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
Rizal terlihat masih tak menerima kenyataan bahwa Komisi Pemberantasan
Korupsi menetapkan kakaknya sebagai tersangka dalam kasus Hambalang.
Rizal
pun menuding ada pihak lain yang bertanggung jawab atas kasus itu. Pihak yang
dia sebut sebagai penjaga bendungan anggaran Rp 1,2 triliun yang mengucur
untuk membiayai proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang,
Bogor, Jawa Barat. Rizal dengan gamblang menyebut nama Menteri Keuangan Agus
Martowardojo dan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati sebagai pihak yang
harus bertanggung jawab dalam kasus itu.
Menurut
Rizal, entah sebagai saksi atau tersangka, Agus dan Anny harus bertanggung
jawab. Apalagi, menurut Rizal, ”air bah” Hambalang tak akan terjadi andai
Agus selaku bendahara negara alias penjaga bendungan anggaran tak mengalirkan
dana Rp 1,2 triliun.
Rizal
juga menyebutkan, kejanggalan pencairan Rp 1,2 triliun anggaran proyek
Hambalang ini tanpa prosedur surat pengajuan anggaran. Rizal mempertanyakan
motif Menteri Keuangan mencairkan dana meski di dalam proses pengajuan
kontrak tahun jamak proyek Hambalang tidak terdapat tanda tangan dua menteri
terkait,
Benarkah
tudingan Rizal ini? Apakah memang Agus dan Anny dapat dimintai
pertanggungjawaban hukum dalam kasus
Pertama,
yang harus dipahami adalah dalam kapasitas apa Andi dijadikan tersangka oleh
KPK. Selaku Menpora, Andi adalah pengguna anggaran dalam proyek Hambalang.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, Andi ditetapkan sebagai tersangka
dalam kaitan pengadaan proyek Hambalang. Artinya, Andi menjadi tersangka
dalam kaitan pengadaan proyeknya. Bukan soal anggarannya.
Johan
mengilustrasikan terjadinya tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek
Hambalang dengan contoh, apakah dalam pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut
ada bangunan yang tak sesuai bestek atau desain yang ditetapkan untuk dibuat
sesuai kontraknya. Ilustrasi lain yang dicontohkan Johan jika suatu proyek
pengadaannya dikorupsi adalah apakah ada penggelembungan dana dalam
pembangunannya.
Publik,
misalnya, baru tahu Mei silam bahwa proyek Hambalang ambles di tiga titik,
yaitu fondasi bangunan lapangan badminton, bangunan gardu listrik, dan jalan
nomor 13. Padahal, menurut keterangan resmi Kemenpora, amblesnya terjadi
sejak Desember 2011. KPK pun melakukan penyelidikan atas amblesnya proyek
Hambalang.
Jelaslah
bahwa Andi ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang oleh KPK dalam hal
pengadaan proyek. ”Jadi begini, perlu dijelaskan kepada publik bahwa dalam
kaitan dengan kasus Hambalang, yang sudah dalam proses penyidikan adalah
pengadaan pembangunan sport centre Hambalang di mana KPK menemukan ada dugaan
penyalahgunaan wewenang. Ada dua alat bukti yang cukup sehingga ditetapkan DK
(Deddy Kusdinar) dan AAM (Andi Alifian Mallarangeng) sebagai tersangka,” ujar
Johan.
Lantas,
soal kedua, dalam hal anggaran proyek Hambalang. Apakah karena Andi tidak
tanda tangan seharusnya dia dilepaskan dari tanggung jawab hukum. Sebaliknya,
Menkeu Agus harus bertanggung jawab karena dia tanda tangan pencairan
anggaran untuk Hambalang.
Menurut
Johan, penetapan tersangka Hambalang bukan sekadar dia tanda tangan atau
tidak tanda tangan dokumen anggaran. ”Bukan hanya soal, yang tidak tanda
tangan tidak bisa dijadikan tersangka. Atau sebaliknya, yang tanda tangan
dalam proses penganggaran harus jadi tersangka,” kata Johan.
Kemudian,
apakah KPK tak mengusut dugaan korupsi dalam penganggaran proyek Hambalang?
Johan memberi jawaban, dalam pengadaan proyek Hambalang tentu ada cerita
bagaimana anggaran tersebut digulirkan. ”Bagaimana anggaran yang tadinya single
year jadi multiyears. Ini bagian yang juga harus kami ketahui. Karena itu,
Wakil Menteri Keuangan yang sempat menjadi dirjen anggaran kami periksa,”
kata Johan.
Johan
pun mengakui, KPK sudah sejak awal menyelidiki dugaan adanya korupsi dalam
pembahasan anggaran untuk proyek Hambalang. ”KPK juga sedang melakukan
penyelidikan, apakah ada aliran dana yang diterima penyelenggara negara
secara tidak sah. Apakah ada aliran negara yang diduga melanggar pasal-pasal
UU Tipikor. Itu yang dilakukan KPK,” katanya.
Sekarang,
apakah Andi yang menurut Rizal tak menandatangani dokumen anggaran pengajuan
tahun jamak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum? Nah, untuk klaim yang
satu ini, harus juga dilihat, tak tanda tangan dokumen bukan berarti tak tahu
ada anggaran dicairkan. Pertanyaannya, apakah Andi tak tahu ada perubahan
single year ke multiyears. Apakah Andi tak tahu ada perubahan nilai anggaran
proyek Hambalang dari ”hanya” Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. Tak tanda
tangan dokumen
Untuk
menjawabnya, kita mesti melihat dari berbagai fakta persidangan. Kasus
Hambalang terekspose pertama kali oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat
Muhammad Nazaruddin dalam pelariannya. Nazaruddin yang kemudian jadi terdakwa
di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam perkara kasus suap wisma
atlet SEA Games sempat mengungkapkan sedikit cerita soal Hambalang di
persidangannya.
Andi
pun pernah bersaksi untuk Nazaruddin dalam persidangan tersebut. Andi tidak
menyangkal ketika Ketua Majelis Hakim Dharmawatiningsih mengingatkan, dalam
pertemuan pada Januari 2010 di kantor Kemenpora, Nazaruddin pernah
menyinggung proyek Hambalang. ”Terdakwa saat itu menyatakan kepada Saudara
bahwa sertifikat Hambalang sudah
Andi
ketika itu menjawab, ia menganggap apa yang dikatakan Nazaruddin bukanlah
informasi baru. Ia sudah diberi tahu beberapa hari sebelumnya oleh
Lalu,
ada kesaksian politikus Partai Demokrat yang juga Ketua Komisi X DPR
Mahyudin. Dia mengungkap ada pertemuan antara dirinya bersama Nazaruddin
serta Angelina Sondakh dan Andi di Kemenpora, Januari 2010. Dalam pertemuan
itu, Nazaruddin sempat mengatakan kepada Andi bahwa proses sertifikasi tanah
seluas 32 hektar untuk proyek Hambalang telah dibereskan. ”Saya ingat, Nazar
bilang ke Menteri, ’Bang, sertifikat tanah Hambalang 32 hektar sudah
selesai’,” kata Mahyudin saat bersaksi.
Di
sini konstruksi sangkaan KPK terhadap Andi terlihat berbeda jauh dengan
logika yang dibangun Rizal. Bagi KPK, Andi menyalahgunakan wewenang dalam
pengadaan proyek Hambalang. Bukan lagi soal dia tanda tangan atau tidak tanda
tangan dokumen anggaran. Katakanlah dia tak tanda tangan dokumen anggaran,
apakah Andi tak tahu soal anggaran Hambalang, padahal berdasarkan kesaksian
di Pengadilan Tipikor, dia mengetahui proses pengadaan proyeknya. Kalaupun
ada pihak lain yang seharusnya bertanggung jawab, rasanya KPK tak perlu
digurui untuk bisa membongkarnya secara tuntas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar