Urgensi UU
Miras
Ahmad Yani ; Wakil Ketua Fraksi PPP DPR RI,
Anggota Badan Legislasi DPR RI
|
REPUBLIKA,
29 Desember 2012
Alhamdulillah,
akhirnya seluruh fraksi DPR RI menyetujui masuknya usul Rancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Pengaturan Minuman Beralkohol ke dalam Program Legislasi
Nasional Prioritas Tahun 2013. Keputusan ini sangat melegakan mengingat pengaturan
produksi, distribusi, dan konsumsi minuman beralkohol sudah sangat mendesak.
Terlebih, aturan yang telah ada tidak memadai dengan terbukti banyaknya angka
kematian dan kesakitan akibat alkohol, baik langsung maupun tidak langsung.
Bahaya minuman keras
atau khamr sangat besar. Bahkan, riset Profesor David Nutt di jurnal
kedokteran `Lancet' menunjukkan alkohol lebih berbahaya daripada
heroin, crack (semacam kokain), methylampthetamine (sabu-sabu), dan
obat-obatan terlarang lainnya (BBC, 1 November 2010). Sekalipun ada bantahan
terhadap riset Nutt, seperti British Medical Journal (2012), tetapi bantahan
tersebut hanya menempatkan alkohol sebagai `pembunuh' nomor keempat setelah
heroin, crack, dan methylamphetamine.
Uniknya, negara kita
telah melarang penyalahgunaan narkoba dan psikotropika dengan UU No 35/2009
tentang Narkotika, UU No 36/2009 tentang Kesehatan, dan UU No 5/1997 tentang
Psikotropika. Sementara minuman beralkohol yang lebih berbahaya justru
hanya dilarang di daerah tertentu oleh perda.
Badan Kesehatan Dunia,
WHO, memperkirakan sekitar 2,5 juta orang meninggal karena alkohol tahun
2004, termasuk 320 ribu orang berusia 15- 29 tahun. Jumlahnya diperkirakan
me- ningkat setiap tahunnya. Itu berarti, alkohol membunuh ribuan kali lebih
banyak orang daripada perang, terorisme, dan insurjensi. Bahayanya akan
lebih besar ketika alkohol dikonsumsi pada usia yang lebih muda, lebih
banyak, kecanduan, dan menjadi gaya hidup. Pengonsumsi alkohol dapat
mengalami kerusakan sel syaraf, penyakit jantung, kerusakan hati, dan
bermacam kanker.
Melihat bahaya
tersebut, WHO dalam laporan berjudul 'Global
Strategy to Reduce the Harmful Use of Alcohol (2010)' menekankan urgensi
perlindungan kesehatan publik. Beberapa prinsip arahan, antara lain, seluruh
kebijakan harus sejalan dan mempertimbangkan situasi nasional, agama, dan
budaya (huruf b).
Bahkan, kebijakan publik dan intervensi untuk mencegah dan mengurangi bahaya terkait
alkohol seharusnya mencegah secara total minuman beralkohol dan zat
penggantinya (huruf h). Dengan kata lain, WHO menyadari sulit untuk melarang
total konsumsi miras, tetapi idealnya memang alkohol bukan untuk diminum dan
dicampur sebagai minuman/makanan.
Dalam mengusung RUU
Miras (sebutan populer bagi RUU Pengaturan Minuman Beralkohol) ini, FPPP mempertimbangkan
konteks nasional, pandangan agama, dan budaya nasional Indonesia yang
sebenarnya menolak keras liberalisasi minuman keras. Bahkan, kita juga
mempertimbangkan bahaya miras bagi kesehatan individu, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Situasi nasional
menunjukkan adanya urgensi dan kebutuhan akan UU Miras.
Banyak konfl ik sosial dan tindak kriminal disebabkan oleh miras. Kebiasaan mengonsumsi miras di beberapa tempat malah membuat penduduk setempat terbiasa perang suku atau antarkampung hanya karena persoalan sepele. Di beberapa tempat lain, belasan orang meninggal setelah menenggak miras campuran.
Pandangan agama,
seperti Islam, juga sejalan dengan realitas objektif. Dalam Alquran surat
al-Maidah ayat 91 disebutkan bahwa dampak miras adalah timbulnya permusuhan
dan kebencian di antara manusia. Berbagai konflik sosial dan tindak kriminal
adalah bukti peringatan Allah ini. Budaya kita juga tidak membenarkan
liberalisasi konsumsi dan distribusi miras, terlebih kepada anak muda. Masyarakat
tetap menganggap lima penyakit masyarakat (molimo), salah satunya adalah mengonsumsi
minuman beralkohol. Terlebih, kita berada di daerah tropis yang tidak sesuai
bila membiasakan diri untuk meminum itu setiap hari.
Saat ini, hukum
positif tentang minuman beralkohol hanya Keppres No 3/1997, dan perda-perda
di beberapa daerah, seperti Banjarmasin dan Bali. Sesuai UU No 12/2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 ayat 1, keputusan
presiden bukan lagi menjadi peraturan perundang-undangan. Meskipun keppres
itu tetap mengikat sesuai Pasal 8, idealnya adalah penyesuaian dengan membuat
suatu undang-undang.
Dengan undang-undang,
pengaturan dapat mencakup seluruh penduduk dan daerah di Indonesia. Dengan
perda, regulasi antardaerah berbeda secara ekstrem. Dengan Perda No 6/2007,
Pemkot Banjarmasin melarang total mulai dari produksi, kepemilikan,
pengedaran, penjualan, penyimpanan, membawa, promosi, dan konsumsi minuman
beralkohol. Tetapi, dengan Perda No 9/2002, Pemprov Bali tidak melarang
total, tetapi membatasi dan menetapkan aturan label. Adanya
undang-undang bukan untuk melonggarkan apa yang telah diatur ketat oleh pemda
seperti Banjarmasin, melainkan mengurangi kebebasan seperti yang diatur oleh
Bali. Selain itu, dengan undang-undang, penetapan pidana dapat diperberat
untuk pencegahan kejahatan.
Sebenarnya, pelarangan
atau pembatasan minuman beralkohol bermanfaat bagi bangsa, baik ekonomi
maupun sosial-politik dan keagamaan seperti telah dijelaskan. Alkohol adalah
senyawa penting dalam industri kimia, antara lain karena sangat efektif sebagai
pelarut dan murah. Selain itu, alkohol atau bioetanol adalah sumber
energi alternatif, dan merupakan energi terbarukan. Dengan ketergantungan
sangat tinggi terhadap bahan bakar fosil, yang sebagian di antaranya diimpor
dalam bentuk minyak mentah atau BBM, pembatasan alkohol untuk dikonsumsi akan
menambah bahan baku industri dan energi hayati. Terlebih, Indonesia
adalah negara tropis dengan bahan baku bioetanol sangat melimpah. Bahkan,
baru-baru ini PTPN X akan berinvestasi Rp 467,79 miliar untuk membangun
pabrik bioetanol. Indonesia dapat menjadi raksasa dalam industri bioetanol
dan alkohol olahan, sekaligus memperkuat ketahanan energinya.
Akhirnya, marilah kita
sempurnakan konsepsi RUU Pengaturan Minuman Beralkohol, dan segera kita
wujudkan undang-undang tersebut. Dengan demikian, manfaat alkohol dapat kita
peroleh, dan mudaratnya dapat kita cegah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar