“State Never
Sleeps” dan Birokrat Kita
Supono Soegirman ; Dosen Sekolah Tinggi Intelijen
Negara,
Penulis
dua buku tentang Intelijen
|
JAWA
POS, 31 Desember 2012
PADA 26 Desember 2012 berlangsung sidang kabinet yang membahas
implementasi APBN 2012. Kemudian sidang pleno kabinet 27 Desember
mendengarkan paparan serta rekomendasi Dewan Pertimbangan Presiden
(Wantimpres) dan evaluasi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4). Presiden SBY di antaranya menekankan
perlunya memahami filosofi bernegara bahwastate
never sleeps atau
negara tak perah tidur.
Penegasan Presiden SBY kepada para menterinya selama ini sering dikritisi para pengamat sebagai sekadar upaya pencitraan. Sebab, negara sering dianggap absen ketika diperlukan masyarakat. Karena itu, layak ditunggu apakah statement Presiden SBY kali ini juga akan memunculkan penilaian sebagai sekadar upaya pencitraan atau akan segera ditindaklanjuti oleh jajaran kementerian dan badan-badan pemerintah. Persoalannya, pada masa libur panjang sebagian besar aparat birokrasi memanfaatkan cuti. Akibatnya, setiap tahun roda pemerintahan mulai menggeliat lamban baru pada akhir Januari dan menggelinding pelan mulai Februari. Dampaknya, serapan dana APBN tersendat dan menumpuk pada Oktober dan November. Cuti panjang pada musim libur tidak salah karena merupakan hak. Ia juga bukan penyebab tunggal tersendatnya kinerja birokrasi. Banyak andil faktor lain, terpisah maupun akumulatif atas situasi yang tidak kondusif. Pertanyaannya, seberapa berat beban aparat birokrasi bila bertugas pada musim libur panjang. Jawabannya, bergantung bagaimana pimpinan di setiap eselon birokrasi mengatur kebijakan cuti dan bagaimana persepsi tiap-tiap individu aparat birokrasi dalam menyikapi tanggung jawab yang seyogianya tetap terpanggul meski pada musim liburan. Kreativitas Kisah P. Monat, atase militer Polandia yang bertugas di AS pada 1950-an, dapat diangkat untuk sekadar perbandingan (dikisahkan Monat dan Dille John: 1962). Pada liburan Natal 1952 sampai awal tahun baru dia ditugasi instansi induknya di Warsawa untuk mencermati pangkalan AU Patrick, instalasi AL di Key West, dan pangkalan AU Eglin di Florida Selatan serta mengontak sleeping agent (agen yang ditanam di lingkungan target) di New Orleans. Dia sadar, FBI pasti melakukan surveillance, yakni membuntuti dirinya. Karena tidak ingin kegiatan klandestin (kegiatan rahasia) itu diketahui, dia merasa perlu melakukan aktivitas kontra surveillance dengan sangat hati-hati. Selain agar tidak justru menimbulkan kecurigaan, juga demi keberhasilan tugasnya. Untuk itu, Monat mengajak istri dan seorang anaknya. Beberapa kali Monat melakukan trik standar yang terkait dengan kontra surveillance. Demikian pula sebaliknya. Aparat FBI yang bertugas membuntuti gerak-gerik Monat juga terpaksa mengeluarkan beberapa jurus surveillance dengan lebih cermat. Kedua pihak sama-sama bisa melaksanakan tugas demi negara masing-masing meski pada musim liburan panjang. Singkat cerita, Monat berhasil melakukan semua tugas yang diperintahkan Warsawa tanpa melanggar UU maupun berbagai ketentuan yang berlaku di wilayah AS. Sebaliknya, aparat FBI juga berhasil memonitor hampir seluruh aktivitas penting Monat tanpa "menyentuh" secara fisik maupun "menyinggung" perasaan Monat yang ketika itu berstatus diplomat -sehingga pada tingkat tertentu memiliki kekebalan diplomatik. Persepsi dan Penyikapan Sikap dan kiat Monat melaksanakan tugas pada masa libur tanpa mengeluh sungguh menarik. Dia menunjukkan dedikasi dalam pelaksanaan tugas dan loyalitas yang tinggi terhadap pimpinannya di Warsawa. Keluarganya diajak agar dapat berwisata sambil mendukung keberhasilan pelaksanaan tugasnya. Keikutsertaan keluarganya memperkuat kedok kegiatan rahasianya, yakni seakan-akan sekadar menjadi turis. Hasilnya, dia mampu melaksanakan tugas sambil berwisata. Bukan sebaliknya, berwisata yang seakan-akan sedang bertugas. Sikap terpuji dan cerdas dalam melaksanakan tugas saat liburan panjang, yang mungkin menjengkelkan bagi kebanyakan orang. Diyakini banyak elite, pejabat, dan aparat birokrasi di Indonesia yang memiliki kemampuan sama bahkan lebih cerdas dan lebih terpuji dibanding Monat. Tetapi, jangan-jangan masih banyak pula yang memiliki kualitas sebaliknya, terutama terkait dengan dedikasi dan loyalitas yang bersumber pada persepsi dan penyikapannya terhadap tugas. Kenyataan menyedihkan bila banyak aparat birokrasi mengidap penyakit strategic myopia, yakni sikap yang senantiasa mengeluh karena mempersepsikan tugas sebagai beban. Padahal, bagi yang tidak mengidap penyakit tersebut, tugas yang dibebankan kepadanya justru dimaknai sebagai peluang, terlebih di masa liburan. Pasti banyak profesi selain intelijen yang juga memiliki kisah sepadan atau bahkan lebih menarik. Kisah singkat tersebut meskipun ringan diharapkan dapat menjadi perbandingan dan renungan dalam membangun persepsi positif demi penyikapan yang konstruktif terhadap penugasan atau situasi yang mungkin dirasa kurang menyenangkan, yang biasa dihadapi siapa pun dan profesi apa pun. Banyak profesi yang menghendaki kalangan profesionalnya tidak pernah tidur. Sebut saja media massa, transportasi, pariwisata, perdagangan, keamanan, dan lainnya. Semakin banyak aparat birokrasi yang tidak pernah tidur dan tidak mengidap penyakit strategic myopia, penugasan pada musim liburan panjang akan disikapi sebagai berkah. Sebaliknya, jika aparat birokrasi gagal mengejawantahkan filosofi state never sleeps dan terjangkit penyakit strategic myopia, tidak perlu heran bila pada "tahun politik" 2013 sinisme yang mengkritisi statement Presiden SBY tersebut sebagai sekadar upaya pencitraan akan terdengar semakin nyaring. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar