Kurikulum
Minus Ideologi
Elfindri ; Guru Besar Ekonomi SDM
Universitas Andalas
|
REPUBLIKA,
29 Desember 2012
Kurikulum hanyalah
salah satu komponen pengubah untuk hasil dan luaran pendidikan yang
memuaskan. Selain itu, masih perlu diiringi dalam satu paket dengan penyiapan
guru dan laboratorium, termasuk ideologi di balik kurikulum itu sendiri.
Perubahan kurikulum
adalah suatu keharusan, mengingat zaman berubah, termasuk cita-cita jangka
panjang negara. Dalam konsepsi kurikulum baru, penyusunannya merespons perubahan
aspek eksternal, seperti globalisasi, persoalan lingkungan, dan kemajuan
teknologi.
Di samping diakui
bahwa praktik kurikulum sekarang bernuansa padat bahan, hafalan, dan belum
cukup analisis yang memuaskan apa sebenarnya akar masalah utamanya. Pada sisi
cita-cita pembangunan jangka panjang, kurikulum belum jelas untuk menjawab
tantangan yang akan dihadapi. Serta, kondisi akhir seperti apa generasi
sekarang setelah memperoleh kurikulum baru.
Oleh karena itu,
penyusunan kurikulum mesti merestorasi beberapa resultan. Tidak saja
perubahan internal dan eksternal saat sekarang, tetapi juga kondisi apa yang
ingin dituju oleh negara Indonesia berdasarkan beberapa ideologi.
Ideologi evaluasi Berbagai perubahan komposisi mata ajar telah diperlihatkan
dalam kurikulum baru. Intinya, menambah jam belajar dan mengubah komposisi
mata ajar. Dasar dari perubahan juga tidak terlalu diketahui, mengingat
keyakinan bahwa mungkin tidak banyak academic
paper yang disusun sebelum lahirnya kurikulum baru ini.
Hingga saat ini, boleh
dikata, hasil kajian akademik yang mengungkap apa saja keterbatasan dari
kurikulum saat ini sangat minim. Apakah karena komposisi mata ajar atau
jangan-jangan bukan. Berbagai penelitian tentang kualitas pendidikan
memperlihatkan 60 persen lebih dari penelitian itu membuktikan bahwa kualitas
guru lebih dominan menjelaskan capaian hasil proses belajar mengajar,
kemudian diikuti oleh ketersediaan buku dan laboratorium. Unsur kenaikan gaji dan kurikulum memerankan relatif sedikit.
Temuan kajian
terdahulu dapat secara kasat mata kita lihat, mengapa kualitas pendidikan
lahir pada organisasi sekolah dengan dipimpin oleh kepala sekolah dan
memiliki guru yang lebih menguasai unsur pedagogi dan diikuti oleh praktik
pembelajarannya secara baik. Sekolah yang baik juga dilahirkan dari kurikulum
sekarang. Sementara, banyak sekolah yang gagal mempraktikkan kurikulum secara
benar.
Kurikulum Barat bukanlah suatu yang ideal. Apalagi kurikulum
tersebut terang-terangan menghasilkan kualitas, tetapi tanpa perasaan quality without a soul. Hal ini
diperlihatkan dengan semakin tumpulnya emosional anak didik, rendahnya daya
tanggap terhadap lingkungan, semakin sering munculnya tawuran, melemahnya
kedisiplinan, dan sikap apatis. Dalam konsepsi luaran pendidikan, jelas
konsepsi kognitif, psikomotorik, dan soft skills menghasilkan manusia yang
semakin lengkap melalui pendidikan. Akan tetapi, kombinasi ketiga
capaian keseimbangan ranah di atas hanyalah menghasilkan manusia-manusia yang
tidak seiring dengan pengenalan dirinya dengan Sang Pencipta.
Jika kurikulum minus
spiritual dikembangkan maka produk pendidikan akan mirip dengan pendidikan
yang melahirkan manusia sekuler. Padahal, sebuah kurikulum yang komprehensif,
persoalan agama mesti terakomodasi alias melekat dalam proses pengenalan,
keyakinan, dan praktik-praktik beragama yang benar. Unsur inilah yang belum
terjabarkan dalam kurikulum baru ini.
Jika kita bangun
kurikulum yang sensitif terhadap agama maka akan lahir anak-anak yang tidak
saja ilmu dan keterampilannya cocok dengan tuntutan zaman, tetapi juga soft skills dan cara beragama yang
semakin sempurna. Pada unsur yang terakhir, pemenuhan unsur beragama yang
benar dan menjalankan secara taat adalah merupakan hasil dari sebuah
kurikulum yang membuat manusia menjadi khalifah yang siap dalam memberikan
fungsinya.
Tindak Lanjut
Jika kurikulum baru
ingin diterapkan, alangkah baiknya jika diterapkan terlebih dahulu melalui
uji coba. Uji coba seperti menyiapkan program-program ikutannya, di antaranya
menyiapkan pendidik, melengkapi sarana penunjang pendidikan, meningkatkan
suasana akademik, dan manajemen sekolah.
Ketergesaan tidak diperlukan mengingat setelah kurikulum jadi, tak ada jaminan
pelatihan guru dapat mendongkrak kemampuan pedagogis serta kemampuan akademik
terhadap keilmuan yang akan diberikan. Pemahaman kurikulum mungkin mudah, tapi
memerlukan waktu dan sistem pengembangan kapasitas guru yang cukup lama.
Lebih-lebih persoalan
klasik guru banyak dihasilkan dari input individual dan kelembagaan penghasil
yang jauh dari memuaskan. Semoga penataan pendidikan ke depan dapat
melahirkan sebuah pembaruan peradaban yang dihasilkan melalui pendidikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar