Prospek
Ekonomi Nasional
Pande Radja Silalahi ; Pengamat Ekonomi CSIS
|
SUARA
KARYA, 26 Desember 2012
Menjelang
akhir tahun 2012 ini terjadi perkembangan sangat menarik. Perekonomian dunia
dan negara-negara maju, termasuk negara-negara Eropa, diperkirakan berkembang
tidak seburuk perkiraan beberapa bulan lalu. Perekonomian dunia diperkirakan
tumbuh 3,6 persen pada tahun 2013. Di dalamnya, ekonomi negara maju tumbuh
lebih cepat dari 1,3 persen pada tahun 2012 menjadi 1,5 persen pada tahun
2013.
Pertumbuhan
negara industri baru di Asia akan meningkat dari 2,1 persen pada tahun 2012
menjadi 3,6 persen pada tahun 2013. Sedangkan negara-negara Euro Area
diperkirakan mencatat pertumbuhan negatif, yaitu -0,4 persen pada tahun 2012
dan diperkirakan mengalami pertumbuhan positif sekitar 0,2 persen pada 2013.
Sayangnya, beberapa negara mitra utama ekonomi Indonesia, misalnya AS dan
Jepang, akan mengalami pertumbuhan melambat walau dalam bilangan kecil.
Beberapa
lembaga ekonomi di forum internasional, seperti Bank Dunia, Dana Moneter
Internasional (IMF), juga Bank Pembangunan Asia (ADB), memperkirakan
Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi relatif tinggi pada tahun 2013. Bank
Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia tahun depan tumbuh 6,3 persen,
sementara IMF menyebut angka 6,3 persen, dan ADB 6,6 persen.
Pemerintah
dan Bank Indonesia ternyata lebih optimistis daripada lembaga-lembaga
internasional itu. Pemerintah Indonesia (Kementerian Keuangan) memperkirakan
pertumbuhan ekonomi nasional 6,8 persen dan Bank Indonesia 6,3 hingga 6,7
persen.
Mengkaji
perkembangan berbagai hal yang berpengaruh seperti keadaan perbankan,
perkembangan investasi asing langsung (FDI), kemampuan berinvestasi, konsumsi
masyarakat, konsumsi pemerintah, perdagangan internasional dan domestik
Indonesia, serta kewajiban utang, dapat dikatakan bahwa sangat terbuka
kemungkinan bagi Indonesia untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi, asal saja berbagai hal dan faktor ditangani secara terarah untuk
mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Sementara itu, sudah
sering dikemukakan dan didiskusikan bahwa keadaan infrastruktur ekonomi telah
dan akan menjadi kendala bagi penciptaan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
lebih merata. Keadaan dan jaringan jalan yang kurang memadai dan baik dalam
perputarannya menyebabkan biaya transportasi menjadi mahal dan sampai tingkat
tertentu telah mempersulit arus barang dan jasa bergerak dari pedesaan ke
pusat-pusat pasar.
Mungkin sudah saatnya
sekarang mengkaji secara serius apakah tidak lebih efisien dan efektif
manakala pembangunan dan pemeliharaan jalan diserahkan kepada pemerintah
kabupaten/kota. Ketidaktersediaan listrik dalam jumlah dan harga yang terjadi
saat ini menjadikan para investor merasa ragu menanamkan modalnya di daerah
tertentu di Indonesia. Kebijakan harga energi di Indonesia masih lebih banyak
ditentukan oleh pertimbangan perasaan ketimbang pertimbangan rationale ekonomi.
Berbagai negara
(hampir semua negara ASEAN) secara bertujuan menerapkan harga listrik yang berbeda kepada
konsumennya. Harga untuk bisnis ditetapkan lebih rendah apabila dibandingkan
dengan harga yang dibebankan kepada konsumen rumah tangga. Tarif untuk
konsumen rumah tangga bersifat progresif sesuai dengan besaran konsumsi nyata
dan bukan pada besaran kapasitas yang dapat digunakan. Tetapi Indonesia aneh
sendiri, harga konsumen rumah tangga lebih murah dari harga untuk bisnis
sehingga kebijakan harga tidak dapat mencapai sasarannya dan usaha
penghematan tetap sulit dilaksanakan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar