RUU Pemda dan
Inovasi Daerah
Arie Ruhyanto ; Koordinator University Network
for Governance
Innovation Fisipol UGM
|
KOMPAS,
27 Desember 2012
Pembahasan RUU Pemda telah memasuki tahap final
dan akan diselesaikan oleh DPR selambatnya hingga April 2013 (Kompas, 4/12).
Setelah disahkan, UU Pemerintahan Daerah
akan menggantikan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dipandang
sudah tak sesuai perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Salah satu isu utama yang mendorong
munculnya desakan perubahan atas UU No 32/2004 adalah tak adanya payung hukum
terhadap inovasi-inovasi yang dilakukan berbagai pemerintah daerah.
Akibatnya, banyak kepala daerah yang terpaksa berurusan dengan hukum, dengan
dakwaan pelanggaran administrasi.
Inovasi Pelayanan Publik
Konsep inovasi secara umum dianggap
merepresentasikan langkah perubahan bagi organisasi publik. Oleh karena itu,
inovasi diidentikkan sebagai sesuatu yang baru, yang menunjukkan kinerja
lebih baik daripada pola- pola sebelumnya.
Di Indonesia, istilah inovasi dalam konteks
penyelenggaraan pemerintahan mulai mengemuka terutama sejak diberlakukannya
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah tahun 2001. Sejumlah daerah giat
mengembangkan inovasi dalam memperbaiki tata kelola pemerintahan, pelayanan
publik, dan perbaikan iklim ekonomi. Inovasi bahkan menjadi kata kunci
penting dalam menakar berhasil tidaknya penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan publik.
Dalam kurun 10 tahun terakhir, banyak
daerah telah menunjukkan peningkatan kinerja yang dipicu oleh praktik
inovatif. Inovasi yang didasarkan pada semangat untuk membuat pelayanan
publik ”lebih dekat, lebih cepat, lebih mudah, dan lebih murah” seakan jadi
antitesis dari stigma yang sempat begitu lekat dalam birokrasi ”kalau bisa
diperlambat, buat apa dipercepat”.
Di bidang tata kelola pemerintahan, banyak
inovasi dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain terkait dengan upaya
pengembangan sistem transparansi, mekanisme penanganan aduan masyarakat, dan
pengembangan forum-forum lintas pemangku kepentingan dalam rangka
meningkatkan partisipasi masyarakat.
Dalam aspek pelayanan publik, banyak
praktik inovasi ditemukan di sektor pendidikan dan kesehatan dengan orientasi
utama meningkatkan akses dan kualitas pelayanan. Beberapa daerah seperti
Takalar, Bulukumba, Probolinggo, Pasuruan, Kota Depok, Kota Banjar, Boalemo,
Solok, Gianyar, Sragen, dan Kota Yogyakarta merupakan sederetan daerah yang
dikenal produktif dalam menghasilkan terobosan-terobosan inovatif.
Upaya mendorong inovasi pemerintahan daerah
juga dilakukan pada level nasional dengan memberikan apresiasi kepada
pemda-pemda inovatif. Sejak beberapa tahun terakhir secara rutin Kementerian
Dalam Negeri, misalnya, memberikan apresiasi terhadap daerah-daerah inovatif
melalui ajang Innovative Government Award (IGA) dan ajang penganugerahan
Citra Pelayanan Prima. Sementara Kantor Utusan Khusus Presiden
menyelenggarakan MDGs Award untuk mendorong inovasi dalam rangka mendorong
percepatan pencapaian target-target MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium).
Urgensi Payung Hukum
Semarak inovasi di tingkat lokal dan
nasional ternyata hingga saat ini belum disertai penyediaan payung hukum yang
kuat bagi para inovator di daerah. Dalam banyak hal, inovasi yang dilakukan
sering berbenturan dengan kekakuan rezim administrasi yang berlaku. Tak
jarang inovasi yang bertujuan memperbaiki pelayanan publik justru dipandang
sebagai praktik pelanggaran administrasi yang memiliki implikasi hukum.
Kriminalisasi terhadap praktik inovasi
tentu saja kontraproduktif terhadap upaya mendorong inovasi dan kreativitas
pemerintah daerah dalam menemukan solusi-solusi jitu untuk mengatasi
persoalan di daerahnya. Para kepala daerah akan berpikir ratusan kali untuk
berani mengambil kebijakan terobosan yang tidak memiliki sandaran hukum
meskipun memberikan kemaslahatan bagi rakyat.
Dalam RUU Pemda, isu inovasi mendapat
perhatian serius ditunjukkan dengan adanya satu bab khusus yang mengatur
inovasi daerah, khususnya Pasal 245. Adapun bunyi pasal tersebut, ”Dalam hal
pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan pemerintahan daerah dan
inovasi tersebut tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, aparatur
daerah tidak dapat diproses secara pidana sepanjang tidak untuk memperkaya
diri sendiri atau orang lain”.
Kita berharap disahkannya RUU Pemda yang
baru ini nantinya tak hanya mencegah upaya kriminalisasi terhadap kebijakan
inovatif. Lebih dari itu, dapat mendorong terciptanya iklim yang kondusif
bagi praktik-praktik inovatif penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
publik di daerah. Dengan kata lain, upaya mengatur inovasi daerah tidak
didasarkan pada semangat evaluasi dan penghakiman, tetapi pada semangat
fasilitasi dan perlindungan pusat terhadap kreativitas daerah dalam melakukan
perbaikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar